Surat Terbuka Untuk Edy Rahmayadi

MOJOK.CO – Bapak Edy Rahmayadi yang baik, saya tak akan basa-basi. Inti surat terbuka ini adalah meminta dengan rendah hati kepada bapak untuk melepas jabatan Ketua Umum PSSI.

Sudah terlalu lama tak terdengar kabar gembira dari sepak bola Indonesia. Saya yakin, kabar gembira itu akan kembali terdengar apabila bapak legawa untuk hengkang.

Paragraf pembuka di atas tentu sudah sangat jelas maksudnya. Namun, tentu tidak elok apabila saya tidak memberi latar belakang dari permintaan saya yang rendah hati di atas.

Tiga hari yang lalu, setelah hasil hitung cepat pilkada Sumut selesai dilakukan, nama bapak dan pasangan berhasil keluar sebagai pemenang. Salah satu pertanyaan yang mengganjal adalah terkait jabatan bapak sebagai ketum PSSI. Januari silam, bapak Edy Rahmayadi pernah berkata:

“(Tidak akan mundur). Kan, tidak ada undang-undangnya. Sah dan boleh.” Pernyataan bapak tersebut dilansir oleh banjarmasinpost.co.id pada tanggal 4 Januari 2018.

Saya tahu bapak adalah laki-laki pilih tanding. Karier militer bapak sangat cemerlang dengan sempat menjadi Pangdam Bukit Barisan dan pernah menjabat sebagai Pangkostrad. Bapak ingin terdengar maskulin dengan menegaskan bahwa siap mengemban dua tanggung jawab penting di Indonesia, jabatan politis dan ketua PSSI.

Begini, pak. Saya hanya takut bapak akan berperang di sebuah medan yang terlalu luas. Membuka dua front perang tentu tidak bijak apabila melihat taktik dan strategi bapak semasa memegang PSSI. Bagaimana apabila bapak diserang dari titik buta ketika berkonsentrasi di satu front yang lain? Bukankah yang terluka nanti justru kedua front tersebut.

Achsanul Qosasi, Presiden Madura United memberi penjelasan yang menarik. Lewat akun Instagram pribadinya, beliau berkata:

“Dibutuhkan keseriusan dan waktu yang banyak untuk mengurusnya; pembinaan usia muda, pengembangan organisasi, timnas, lobi internasional, permasalahan kompetisi, hubungan dengan Pemda, pemerintah, sponsor, AFF, AFC dan FIFA, bukan pekerjaan yang bisa disambi dan dirangkap. Ini pekerjaan yang butuh fokus dan total.”

Saya rasa penjelasan dari Achsanul Qosasi betul adanya. Bapak Edy Rahmayadi yang baik, bapak masih ingat dengan pernyataan bapak ketika Evan Dimas dan Ilham Udin hendak bermain di Malaysia? Bapak menyebut mereka tidak nasionalis. Itu pernyataan dari mulut seseorang yang, maaf harus saya tegaskan, tidak bisa memisahkan sepak bola sebagai alat mencari nafkah dengan kecintaan terhadap negara sendiri.

Kalau hal dasar sepele itu saja tidak bisa memisahkannya, saya ragu bapak tidak bisa mengemban tanggung jawab sebagai ketum PSSI. Siapa tahu, medan perang paling ideal untuk bapak ada di Sumatera Utara. Menjadi gubernur dan memenuhi janji-janji politik semasa kampanye.

Bapak Edy Rahmayadi tentu tahu bahwa memenuhi janji kampanye itu jamak tidak dilakukan oleh beberapa oknum kepala daerah di Indonesia ini. Ketika kampanye saja, berbagai janji manis diumbar. Rakyat dibutuhkan hanya ketika menjelang dan selama masa pilkada. Setelah suara mereka diambil, rakyat ditinggalkan. Janji politik hanya jadi gincu di bibir yang dihapus menjelang berangkat tidur.

Saya kok sangat yakin bapak tidak akan mengingkari janji politik bapak. Bapak Edy Rahmayadi yang pilih tanding kan personel militer. Sosok gagah, jernih, jujur, disiplin, amanah, dan selalu fokus dengan misinya. Apa jadinya jika warga Sumut yang sudah memilih bapak, mengetahu kalau janji-janji kampanye bapak sama saja seperti kepala daerah kacangan lainnya?

Betul, bapak Edy adalah sosok yang tak pernah lupa dengan janjinya. Lupa mengusut kematian suporter Persita Tangerang, Banu Rusman, setelah bentrok dengan suporter PSMS Medan itu juga paling hasil spin dari media saja. Bapak Edy pasti tak pernah lupa untuk mengusut tuntas. Ngomong-ngomong, pelakunya sudah tertangkap, pak? Ahh saya yakin pasti sudah. Seperti Batman, saya bayangkan bapak bekerja dalam kesunyian, memberantas ketidakadilan dari balik layar. Bapak tidak butuh pujian setelah menuntaskan kasus kematian Banu. Salut!

Oh iya, satu lagi pak. Setelah terpilih nanti, bapak tidak akan main-main untuk segera mencari lokasi stadion baru untuk PSMS Medan. Sebagai gubernur, tentu ini aksi yang sungguh mulia. Seperti janji gubernur di sebuah daerah terpencil yang berjanji membangun stadion bertaraf Inggris, seperti Old Trafford, yang klubnya kalahan itu.

Itu janji sebagai gubernur ya, pak? Enak betul PSMS. Lantas bagaimana dengan klub-klub lain di Liga 1, Liga 2, dan Liga Nusantara? Enggak perlu bicara soal stadion dulu. Bagaimana kalau soal menggelar dan mengawasi liga dengan bijak dan adil dulu, pak?

Bapak Edy Rahmayadi yang senyumnya manis betul pasti tahu bagaimana proses juara Bhayangkara FC musim lalu, bukan? Sungguh gegap gempita. Entah ada kecurangan atau tidak, tapi kok baunya anyir sekali. Intinya adalah bagaimana bapak bersikap supaya adil dan tidak pilih kasih menguntungkan satu klub saja, misalnya PSMS?

Konsentrasi ke satu tugas, terutama menjaga dan memakmurkan sebuah wilayah itu sangat susah. Tentu warga Sumut dengan latar belakang yang beragam tak ingin gubernurnya kehabisan waktu karena mengurusi verifikasi stadion yang seperti main sulap itu. Atau mengurusi kompetisi di mana jadwalnya bisa berubah secara ajaib betul.

Bapak Edy Rahmayadi yang bijak. Saya sendiri mencoba memahami. Mungkin saja, bapak memang tidak perlu isrirahat. Bapak tidak bermasalah dengan mendobel pekerjaan. Saya sarankan, supaya tidak stres, selain menjadi gubernur, pekerjaan satunya ambil yang lebih ringan. Misalnya menjadi Ketua RT, pengawas ronda, atau Kepala Keamanan. Semuanya pekerjaan yang halal dan punya tantangan masing-masing.

Pak, seseorang bisa stres bukan hanya karena punya pekerjaan yang terlalu banyak. Lha saya saja sudah stres waktu melihat trefik Mojok lagi turun. Seseorang bisa stres karena ia sebenarnya tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika dihadapkan kepada dua pekerjaan yang sama-sama berat.

Coba tanya Agus Mulyadi, pak. Pemred Mojok yang baru itu lagi stres karena trefik Mojok sedikit turun ditambah tuntutan untuk segera nikah dari calon mertuanya. Ya itulah, pak, terkadang ambisi itu menutupi jalur logika.

Saya menulis ini karena peduli dengan kesehatan bapak Edy Rahmayadi. Meski punya fisik yang prima setelah latihan militer bertahun-tahun, kesehatan manusia kan tetap perlu dijaga. Sehat selalu Pak Edy. Sukses di Sumut. Biarkan PSSI makin sehat tanpamu, pak.

Sayonara.

Exit mobile version