Manchester United: Peran Krusial Fred dan van de Beek, ketika Carragher Mabuk Jamur Tahi Sapi

Manchester United: Peran Krusial Fred dan van de Beek, ketika Carragher Mabuk Jamur Tahi Sapi MOJOK.CO

Manchester United: Peran Krusial Fred dan van de Beek, ketika Carragher Mabuk Jamur Tahi Sapi MOJOK.CO

MOJOK.CODemi keseimbangan tim, Manchester United perlu memainkan Fred dan Donny van Beek bersama-sama lebih sering. Jamie Carragher? Mabuk jamur tahi sapi!

Saya yakin Jamie Carragher sedang mabuk jamur tahi sapi ketika mengatakan Donny van de Beek akan menjadi kelemahan Manchester United. Untuk kemudian saya sadar, memang begitulah kualitas komentator sepak bola dari Inggris. Menyedihkan, asal bacot, dan tidak memberikan pengetahuan baru untuk penonton.

Saya sedih sekali karena komentar itu membuat Justinus Lhaksana jadi terlihat seperti komentator papan atas. Bukan komentator ahli blokir atau suka ngatain “kardus” ke orang lain. Tolong, buka blokir saya ya, Pak Justinus. Saya kangen kamu bacotin.

Jamie Carragher perlu tamparan di bola mata. Manchester United justru membutuhkan Donny van de Beek untuk berduet dengan Fred di lapangan tengah. Pemain yang perlu disingkirkan untuk sementara waktu adalah Paul Pogba. Pemain yang terlalu mudah kehilangan determinasi ketika pertandingan menjadi tidak menyenangkan.

Sebuah potongan video pendek beredar di Twitter. Video yang menunjukkan betapa malasnya Pogba ketika Manchester United dikalahkan Crystal Palace. Tidak ada urgensi yang dia tunjukkan ketika kehilangan bola. Ketika menerima bola lagi pun, dia enggan “berpikir”, seakan-akan tidak bisa mendistribusikan bola dengan baik.

Salah satu masalah Manchester United adalah kesulitan membongkar pertahanan lawan yang bertahan dengan sistem low block. Ketika kehilangan solusi dan terlalu mudah kehilangan bola, United seperti tidak punya “penyaring” serangan balik lawan di lapangan tengah. Duet Pogba dan Bruno Fernandes tidak cocok untuk kondisi seperti ini.

Tolong jangan salah sangka, Paul Pogba pemain kelas dunia. Namun, semua kelebihannya baru terlihat ketika pertandingan berjalan sesuai rencana. Syarat kedua, Pogba dikelilingi pemain yang mau bekerja lebih keras untuk mengawasi lapangan tengah. Ketika dua syarat itu ada, Pogba bisa bermain lebih baik.

Namun, ketika pertandingan menjadi tidak menyenangkan, Pogba bukan pemain yang bisa fans Manchester United harapkan menjadi pembeda. Jika United ingin memaksimalkan Pogba, Fred dan Donny van de Beek harus bermain. Izinkan saya memberi sebuah gambaran.

Musim lalu, terutama di laga-laga penting, keberadaan duet Fred dan Scott McTominay sangat krusial. Saya masih ingat betul ketika Fred diledek suporter Manchester United sendiri. Pemain asal Brasil itu dianggap tidak punya standar menjadi pemain penting. Ketika Pogba pulih dari cedera, Fred pasti terlempar ke bangku cadangan.

McTominay dan Fred bukan pemain kreatif. Namun, keduanya paham akan makna kerja keras. Etos kerja mereka membuat lini tengah Manchester United menjadi sebuah mesin yang berbeda. Etos kerja yang sejak dulu menjadi dasar kerja lini tengah Manchester United.

Secara teknis, Fred membuat rata-rata 4,50 intersep per 90 menit. Tertinggi di antara Nemanja Matic maupun McTominay. Cara bertahannya memang tidak “segar di mata”. Tidak ada sliding tackle luar biasa. Fred selalu berusaha untuk bermain sesederhana mungkin. Dia “membaca” pertandingan dengan baik.

Perlu dicatat, semenjak Bruno dan kini Donny van de Beek masuk, Manchester United mencoba lebih menguasai pertandingan. Supaya aman dari serangan balik, United harus bisa segera merebut bola kembali. Jika gagal, mereka harus punya semacam “penyaring”. Fred, satu-satunya pemain yang bisa mengemban tugas itu. Bukan Pogba yang malasnya kambuhan, bukan pula McTominay yang “lebih galak” ketika merebut bola.

Ketika lini tengah sudah lebih aman, untuk membongkar pertahanan low block lawan, dibutuhkan kecerdasan untuk membuka ruang. Pogba adalah salah satu pemain dengan kemampuan umpan vertikal terbaik di dunia. Sementara itu, Bruno jago bermain di antara lini lawan. Masalahnya, ketika tidak ada ruang, keduanya sering tidak maksimal.

Saya tahu, urusan membuat ruang bukan kerja satu pemain, tetapi tim. Sebuah tim harus bergerak secara konstan dan berkelanjutan. Namun terkadang, dibutuhkan satu pemain yang menjadi trigger. Kemampuan inilah yang ada di dalam diri Donny van de Beek.

Saat ini, Donny van de Beek banyak bermain di posisi yang lebih advance, lebih ke depan. Namun, posisi paling ideal, setelah melewati proses belajar yang panjang, adalah gelandang sentral dalam bentuk tiga gelandang. Secara spesifik, van de Beek sangat bagus ketika bermain di pos gelandang tengah sebelah kanan dengan peran box-to-box.

Melihat kemampuannya seperti itu, tentu stamina dan fisik van de Beek terbilang sangat baik. Kekuatan fisik yang membuatnya bisa berpikir dengan jernih sepanjang 90 menit. Bermain sebagai gelandang, dengan tugas cukup kompleks, dibutuhkan ketenangan berpikir untuk mengambil keputusan.

Kemampuan mengumpan dan mempertahankan penguasaan bola sudah begitu matang. Cakap bermain umpan-umpan pendek di ruang sempit. Ketika usianya masih 17 tahun, akurasi umpannya sudah mencapai rata-rata 84,2 persen. Konsisten pula.

Sekarang ini, di usia 23 tahun, Donny van de Beek sudah berhasil mengembangkan satu kekuatan yang akan sangat dibutuhkan Manchester United. Kemampuan yang dimaksud adalah kesadarannya akan ruang dan kekuatan attacking the box.

Donny van de Beek paham kapan harus mendekat ke rekan untuk menerima umpan, kapan harus berlari diagonal untuk menjauhkan marker dari rekan, atau masuk ke kotak penalti untuk mengisi ruang kosong. Kemampuan ini akan memberi dimensi yang lebih luas dari lini tengah Manchester United.

Donny van de Beek seperti menjadi “perekat” di antara jenis gelandang yang dimiliki United. Semua kelebihan pemain asal Belanda itu terlihat ketika Manchester United mengalahkan Luton Town di kompetisi EFL Cup.

Ada dua momen yang menggambarkan kelebihan van de Beek. Pertama, ketika Jesse Lingard memberikan umpan diagonal ke arah Juan Mata (berdiri di depan kotak penalti), van de Beek sudah berlari masuk ke kotak penalti. Mata melihat pergerakan itu dan memberikan umpan terobosan. Tidak ada pemain Luton yang menyadari gerak van de Beek.

Kedua, van de Beek membuat semacam decoy run ke kotak penalti. Lari yang dia lakukan sukses menarik dua pemain bertahan Luton dan membebaskan Juan Mata. Sayang, tembakan Mata tidak menjadi gol. Kemampuan membayangkan arah lari lalu mengeksekusi sangat dibutuhkan Manchester United untuk mencari ruang di tengah low block lawan.

Oleh sebab itu, dari penjelasan di atas, Manchester United bisa mencoba formasi 4-3-1-2. Tiga gelandang diisi Fred, Donny van de Beek, dan salah satu dari Pogba atau McTominay. Bruno bermain sebagai #10 di belakang dua striker. Formasi ini, di atas kertas, menawarkan keseimbangan. Ada kemampuan bertahan dengan garis pertahanan tinggi, kreativitas umpan-umpan vertikal, dan kecerdasan membuka ruang.

Akhir kata, Jamie Carragher memang sedang mabuk ketika bilang Donny van de Beek akan menjadi kelemahan Manchester United. Suram sekali.

BACA JUGA Donny van de Beek Memberi Warna Baru Sekaligus Ancaman di Lini Tengah Manchester United dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version