Liverpool vs Arsenal: Mencegah Amukan Monster Transisi

MOJOK.COArsenal perlu berhati-hati di sebuah momen penting pertandingan. Jika gagal dieksekusi dengan baik, Liverpool, si monster transisi itu, bakal berpesta ruang.

Liverpool dan Arsenal menjadi dua tim yang mampu mengumpulkan poin sempurna di dua laga pembuka Liga Inggris. Bukan catatan yang bisa dibanggakan untuk saat ini. Namun, setidaknya, siapa pun yang menjadi pemenang laga ini akan menjadi pemuncak klasemen sementara Liga Inggris.

Rumah-rumah taruhan menjagokan Liverpool sebagai pemenang. Persentase kemenangan Arsenal cukup tipis, bahkan ada di bawah hitung-hitungan proyeksi hasil imbang. Sebuah ramalan yang masuk akal apabila melihat kembali rekor pertandingan Liverpool vs Arsenal ketika laga digelar di Anfield. Di kunjungan terakhirnya, Arsenal dibantai dengan skor 5-1.

Apakah Arsenal bisa memperbaiki catatan itu?

Arsenal dan aturan baru goal kick

Jujur saja, peluang Arsenal untuk menang memang tipis, meski bukan berarti tidak ada. Salah satu aspek yang perlu dipikirkan Unai Emery masak-masak adalah implementasi aturan baru ketika goal kick.

Ketika aturan baru ini diterapkan, Arsenal sudah berusaha mencobanya. Ide bermain dari bawah memang seperti “dimudahkan” dengan aturan ini. Bek tengah yang kini boleh menerima bola di dalam kotak penalti membantu banyak tim dengan corak permainan possession football. Pep Guardiola dan Manchester City-nya sudah sukses memaksimalkan aturan baru ini.

Nah, Arsenal sendiri belum terlalu nyaman menerapkan aturan baru ini. Sebuah cara yang berpotensi dimakan habis oleh cara pressing Liverpool. Cara Arsenal ini terasa kasar dan bikin jantungan ketika menyaksikannya. Melihat kembali laga Newcastle United vs Arsenal, beberapa masalah teridentifikasi.

Pertama, pengambilan jarak dua bek tengah, yang saat itu diisi Calum Chambers dan Sokratis, dengan Leno terlalu sama. Kedua, posisi dua bek sayap terlalu rendah. Dua pivot yang diisi Granit Xhaka dan Matteo Guandouzi terlalu sejajar dan berdekatan ketika mengisi zona 5 (daerah di depan kotak penalti).

Ketika bola hendak ditendang Leno, gelandang Newcastle menutup akses ke Xhaka dan Guendouzi. Masalah ketiga, gelandang ketiga yang diisi Joe Willock terlalu jauh ke depan. Oleh sebab itu, lini tengah dipadati oleh pemain-pemain Newcastle.

Pengambilan jarak dua bek tengah dengan Leno memudahkan lawan untuk mengukur jarak antara bek tengah, dua pivot, dan dua bek sayap. Ketika bola digulirkan ke Guendouzi, misalnya, pemosisian pemain lain yang terlalu simetris membuat akses bola ke depan menjadi tertutup. Padahal, baik pivot dan bek tengah tidak boleh terlalu simetris sehingga akses umpan terbuka.

Semakin bikin jantungan karena Guendouzi dan Xhaka terlalu terburu-buru mengoper ketika ditekan lawan. keduanya panik karena akses umpan dipangkas habis. Nah, melawan Liverpool, kasarnya build from the back yang ditunjukkan Arsenal bisa menjadi masalah. Perhatikan grafis di bawah ini:

Liverpool bermain dengan sebuah pakem. Skema mereka, baik ketika bertahan maupun menekan dengan garis pertahanan tinggi, adalah 4-3-3. Kini, cara mereka menerapkan pressing sudah naik satu level, tidak lagi boros membuang energi dengan menyetel intensitas tinggi.

Liverpool tidak lagi menempelkan pemain mereka ke bek lawan secara ketat. Pemain-pemain Liverpool menekan ruang di antara pemain. Tujuannya untuk membatasi akses umpan. Jangan salah, ini juga pressing. Bahkan lebih sulit dilakukan ketimbang pressing intensitas tinggi yang dulu mereka tunjukkan.

Ketika bola ada di Leno, trio Mo Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane berdiri mendekati kotak penalti sekaligus mengawasi pivot lawan yang berpotensi menjadi sasaran umpan. Salah dan Mane juga sangat waspada ketika bola hendak disirkulasikan ke dua bek sayap. Ketika opsi ini yang dipilih kiper, dua bek sayap Liverpool, Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson akan segera menekan bek sayap lawan.

Seturut pressing dari bek sayap, gelandang Liverpool di kiri dan kanan ikut menyesuaikan. Bersama Salah/Mane, satu gelandang, dan satu bek sayap, Liverpool menciptakan keunggulan jumlah pemain. Babak kedua Liverpool vs Norwich menjadi contohnya ketika barisan bek mereka naik tinggi untuk menjaga kompaksi vertikal.

Melihat kecenderungan Arsenal untuk melempar bola ke sisi lapangan karena akses ke pivot tertutup, Liverpool akan dengan mudah mendapatkan kembali penguasaan bola. Bagaimana solusi Arsenal?

Pertama, jangan memaksakan usaha membangun serangan dari bawah. Pressing cerdas Liverpool bukan sembarangan menekan. Saat ini, mereka juga bisa mengontrol tempo dan menyimpan energi untuk momen-momen penting.

Kedua, tetap lempar bola ke dua bek sayap dengan catatan baik Nacho Monreal maupun Ainsley Maitland-Niles mepet ke garis tepi. Ketika opsi ini dipilih, dua penyerang Arsenal, Aubameyang dan Pepe harus memosisikan diri di antara bek tengah dan bek sayap yang naik menekan. Hanya dengan mengokupansi ruang di antara pemain lawan The Gunners jadi punya akses umpan.

Gerakan Aubameyang dan Pepe pasti akan diikuti oleh bek tengah Liverpool. Setidaknya gerakan mereka akan diawasi dengan penyesuaian posisi. Ketika momen itu terjadi, baik Dani Ceballos maupun Willock harus punya inisiatif untuk naik dan berusaha membuat bentuk segitiga dengan, misalnya, Aubameyang-Lacazette-Ceballos. Akses umpan akan lebih mudah terbuka ketika sebuah tim rajin membuat bentuk segitiga atau diamond.

Ketiga, punya nyali untuk melempar bola ke Ceballos atau Willock. Istilahnya high risk, high gain. Keduanya akan langsung ditekan Jordan Henderson atau Naby Keita/Gini Wijnaldum. Namun, jika bisa melewati marker masing-masing, baik Ceballos maupun Willock akan mendapatkan akses vertikal.

Berani menggiring bola juga sebuah solusi. Cara ini yang dipilih oleh Chelsea ketika meladeni Liverpool di laga Super Eropa. Hasilnya, Chelsea bisa mencatatkan 15 kali take-on berbanding 8 milik Liverpool. Salah satu aksi ini bahkan berbuah gol. Keberanian untuk meladeni pressing juga yang membantu Norwich sampai bisa membuat 13 peluang.

Liverpool monster transisi

Keberanian untuk build from the back itu bagus. Namun, Arsenal kudu sadar kalau lawan mereka adalah pemakan ruang yang paling rakus di Liga Inggris. Kehilangan bola di tengah usaha menyerang akan sangat merugikan. Transisi dari menyerang ke bertahan membuat sebuah klub berada pada momen “tidak terorganisasi”.

Momen seperti ini yang membuat lawan-lawan Liverpool bisa kebobolan lebih dari satu di setiap laga. Kecolongan bola di wilayah sendiri, selain berisiko kebobolan, juga bakak sukses menghajar pola pikir sebuah tim. Jika usaha itu gagal, maka akan lahir pikiran “tidak bisa”. Maka, yang kebanyakan tim lakukan adalah mengirim bola sejauh mungkin ke depan. Kesalahan yang terus diulangi Arsenal ketika dibantai Liverpool musim lalu.

Saya rasa, kunci dari laga ini adalah siapa yang bisa terus mempertahankan konsentrasi sepanjang 90+ menit. Para pemain harus mau berpikir lebih cepat dan berlari lebih jauh. Terutama untuk tim tamu.

BACA JUGA Heavy Metal ke Rock Ballad: Jurgen Klopp dan Pupur Liverpool

Exit mobile version