Kontroversi Liga Super Eropa: Nostalgia Master League Winning Eleven

Liga Super Eropa MOJOK.CO

MOJOK.COEuropean Super League atau Liga Super Eropa akan bergulir mulai tahun 2021. Segala kontroversi mengiringi, berbarengan dengan nostalgia yang juga hadir.

Beberapa hari ini, kontroversi soal European Super League atau kita sebut saja Liga Super Eropa menyeruak kembali. Football Leaks, lalu dirangkum oleh Der Spiegel, menjadi kanal awal persebaran berita tersebut. Seiring kabar soal Liga Super Eropa, bocor juga pemberitaan bahwa Manchester City dan PSG bisa lolos Financial Fair Play karena dibantu oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino.

Soal City dan PSG yang dibantu oleh Gianni Infantino kita simpan untuk lain waktu. Liga Super Eropa butuh dibahas lebih dulu karena penyelenggaraannya tinggal dua tahun lebih sedikit lagi. Betul, liga yang melibatkan tim-tim besar di Eropa ini akan dimulai pada tahun 2021. Setidaknya, begitulah wacana yang beredar.

Liga Super Eropa, sesuai namanya, memang “terasa sangat super”. Para pendirinya, terdiri dari 11 klub papan atas Eropa. Mereka adalah Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Manchester City, Liverpool, Chelsea, Arsenal, Juventus, AC Milan, Bayern Munchen, dan PSG. Sementara itu, lima klub undangan adalah Atletico Madrid, Borussia Dortmund, Marseille, Inter Milan, dan AS Roma.

Sebuah privilese diberikan oleh para pendiri Liga Super Eropa, yaitu keanggotaan selama 20 tahun dan jaminan terhindar dari degradasi. Yah, sungguh “demokratis”. Dari mereka, untuk mereka, oleh mereka.

Kontroversi langsung menyeruak. Apalagi, dalam wacana tersebut disebutkan bahwa klub-klub ini akan keluar dari liga di negera mereka sendiri, tak lagi menjadi anggota asosiasi sepak bola masing-masing, dan berjalan di luar yurisdiksi UEFA. Jadi, kalau Arsenal dan Chelsea keluar dari FA, Juventus dari Calcio Serie A, dan Bayern dari Bundesliga. Sungguh dahsyat.

Pro dan kontra jelas mengiringi. Mereka yang pro menganggap beberapa liga di Eropa sudah tidak terlalu kompetitif. Misalnya di Bundesliga, Bayern mendominasi. Di Serie A, Juventus terlalu gesit untuk dikejar, dan lain sebagainya. Yang kontra? Kekhawatiran menurunnya kualitas kompetisi dan mematikan kekuatan komersil sebuah liga akan terjadi. Apalagi, keluar dari sebuah liga dan asosiasi liga artinya bukan sekadar “pindah rumah”, tetapi berganti identitas, menutup jalan sejarah, dan menghilangkan sebuah tradisi.

Sebuah komentar sarkas terlontar dari mulut Jurgen Klopp, pelatih Liverpool, salah satu klub pendiri Liga Super Eropa. Klopp menyebut bahwa Liga Super Eropa “terdengar menyenangkan” karena lebih sedikit pertandingan, namun lebih banyak uang. Nada-nada penolakan juga disuarakan insan sepak bola dunia seperti Arsene Wenger dan Mesut Ozil.

Well, terlepas dari perdebatan pro dan kontra, Liga Super Eropa jelas menawarkan keseruan yang intens. Bayangkan saja, setiap minggu, kita disuguhi oleh big match. Sudah seperti Liga Champions yang terjadwal setiap satu minggu sekali. Minggu ini menonton Manchester City vs Barcelona, minggu depan gantian Juventus vs Bayern Munchen, minggu depannya lagi Real Madrid vs Liverpool.

Bagi penikmat sepak bola yang “netral”, big match tentu saja lebih menarik ketimbang membayar teve berbayar untuk menonton, maaf, Newcastle United vs Fulham atau Frosinone vs Udinese, atau Rayo Vallecano vs Espanyol, atau Caen vs Rennes. Ini kalau urusan penikmat sepak bola yang netral ya. Dan jelas tidak salah. Namanya saja pilihan personal.

Setiap minggu kita juga bisa melihat “laga nostalgia” yang menjadi jualan UEFA di Liga Champions. Misalnya musim ini ketika Juventus “diskenariokan” satu grup dengan Manchester United. Melihat reuni Cristiano Ronaldo dengan United atau Paul Pogba dengan Juventus jelas jualan yang mahal. Lewat Liga Super Eropa, kita akan bisa melihatnya lebih sering.

Serunya big match ini sudah seperti nostalgia main Master League di seri Winning Eleven. Satu liga dengan klub-klub besar, membeli pemain muda dengan rating yang tinggi, dan berhasil menjuarainya.

Mengganti pemain-pemain orisinal seperti Espimas, Ximelez, Castolo, dan Minanda dengan Babangida, Shevchenko, Edgar Davids, dan Roberto “Lord” Carlos dijadiin striker adalah kesenangan yang bisa didapat dari sebuah liga super. Asal kamu mainnya nggak pakai “wan-chu”.

Menggunakan (baca: melihat) pemain-pemain super di sebuah liga yang juga super adalah tontonan yang mutlak akan menarik minat pemirsa. Betul kata Klopp, uang yang beredar akan sangat besar. Hak siar akan semakin meroket. Masalahnya, privilese ini hanya akan dinikmati segelintir saja. Begitulah sisi menyedihkan dari sepak bola industri saat ini.

Jadi, kamu mau bagaimana? Keseruan menonton big match setiap minggu atau melawan kontroversi demi sepak bola yang “manusiawi”?

Exit mobile version