Liga Inggris Bisa Mulai Lagi di 1 Juni 2020, tapi Ribetnya Kayak Orang Katolik Mau Nikah

liga inggris manchester united manchester city liverpool liga jerman bundesliga MOJOK.CO

liga inggris manchester united manchester city liverpool liga jerman bundesliga MOJOK.CO

MOJOK.COKonon, Liga Inggris bisa sepak mula lagi di 1 Jani 2020. Namun, syaratnya super ribet. Sudah seperti ribetnya orang Katolik kalau mau nikah. Bikin kapok nambah.

Setelah Liga Korea Selatan, Bundesliga dikabarkan akan segera menyusul untuk sepak mula lagi. Kalau Bundesliga nyusul mulai lagi, La Liga Spanyol pasti nggak mau ketinggalan. Serie A Italia? Sudah punya target 13 Juni 2020 untuk kembali menggelar kompetisi. Bagaimana dengan Liga Inggris? Ada kabar baik untuk penikmat liga yang sebetulnya nggak begitu seru ini.

Seiring terbitnya “Our Plan to Rebuild: The UK Government’s COVID-19 Recovery Strategy”, sebuah road map yang dibuat pemerintah Inggris Raya, acara kebudayaan dan olahraga memungkinkan untuk dilakukan kembali. Oleh sebab itu, Liga Inggris, yang saya rasa masuk ke dalam dua kategori tersebut, mendapatkan angin segar.

Ada satu catatan awal untuk dua kategori yang mana Liga Inggris termasuk di dalamnya. Pertama, sifat event adalah behind closed door dan disiarkan melalui televisi. Kedua, harus bisa mengurangi kontak fisik dalam skala besar. Jadi, untuk sepak bola, artinya, semua laga digelar tanpa penonton.

Namun sebentar, jangan senang dulu. Pada dasarnya, road map setebal 50 halaman itu belum sepenuhnya disetujui oleh semua klub Liga Inggris. Sepak bola baru akan diizinkan untuk sepak mula lagi jika otoritas liga bisa membuat semacam rencana kerja yang memuaskan pemerintah Inggris Raya dan para tenaga kesehatan profesional.

Kamis (14/5) ketika artikel ini mengudara, Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga Inggris akan menemui otoritas Liga Inggris. Pertemuan yang mungkin akan terjadi di petang waktu Indonesia, diharapkan sudah bisa memberi kejelasan perihal potensi sepak mula Liga Inggris, yang pada derajat tertentu, bagi saya, seperti dipaksakan.

Seperti dipaksakan karena kurva COVID-19 di Inggris belum menunjukkan potensi cerah seperti di Korea Selatan dan Jerman. Sebuah alasan yang membuat pemerintah Korea Selatan dan Jerman memberi lampu hijau kepada otoritas sepak bola masing-masing untuk melanjutkan liga. Kamu tidak khawatir dengan kondisi “setengah dipaksa” ini?

Sudah seperti dipaksakan, ribetnya persiapan pun luar biasa rumit. Pada titik tertentu bisa bikin orang yang nggak sabar bisa memicu baku hantam.

Risiko dan persiapan super ribet Liga Inggris

Ketika Departemen Kebudayaan, Media, dan Olahraga Inggris belum ketemu otoritas Liga Inggris saja, Kepala Polisi Greater Manchester, Ian Hopkins, sudah terlihat tidak nyaman. Menurut Ian, sejumlah “laga berisiko tinggi” bisa melahirkan banyak masalah untuk pihak kepolisian.

“Yang kami takutkan adalah banyak orang akan datang, entah di tempat netral atau di kandang masing-masing klub, dan beberapa dari mereka memang sudah biasa bermasalah,” kata Ian seperti dikutip BBC.

“Masalah kedua adalah bagaimana cara klub untuk mencegah para suporter datang dan apakah kami, para polisi mendapatkan perlindungan Undang-Undang untuk mencegah berkerumunnya suporter,” tambah Ian.

Polisi sudah khawatir, bahkan sebelum Liga Inggris mulai lagi. Menyusul polisi, para pemain juga merasa melanjutkan liga adalah sesuatu yang “menakutkan”. Well, mereka juga manusia. Jangan disalahkan.

Striker Manchester City, Sergio Aguero, pernah mengungkapkan bahwa beberapa temannya terlalu takut untuk kembali bermain. Sebuah pernyataan yang diamini oleh Raheem Sterling lewat kanal Youtube pribadinya. Perlu kamu ketahui, ketika wacana melanjutkan Liga Inggris di awal Juni muncul, tiga pemain Brighton dinyatakan positif virus corona.

Di mata saya, pemain harus menjadi perhatian utama, selain potensi kerumunan para suporter bandel. Ketika pemain, yang tidak punya pilihan lain selain bermain, kedapatan positif corona, mereka seperti dijerumuskan. Dipaksa, seperti budak, untuk menderita, demi aliran uang dari sponsor dan hak siar.

Satu pemain mati bisa digantikan, begitu cara berpikirnya? Hanya untuk sebatas hiburan yang sudah kita nanti-nantikan. Hanya sekadar untuk pemicu hormon endorfin bagi kita yang dikungkung rasa bosan mendekam dua bulan di rumah. Pada titik tertentu, ketika ada satu pemain menjadi korban, yang kita nikmati bukan lagi sepak bola, tetapi perayaan akan penumbalan manusia demi rasa haus akan tontonan.

Pemain dan para staf di Liga Inggris yang akan jadi korban pada awalnya. Anjuran physical distancing ketika latihan dengan jarak aman dua meter, harus selalu mengenakan masker, masih ditambah potensi kerusakan organ lebih lanjut.

Para petugas kesehatan profesional mengkhawatirkan dampak lanjutan COVID-19 bagi pemain. Untuk jangka panjang, mereka bisa menderita kerusakan paru-paru dan jantung. Kondisi paru-paru dari mereka yang pernah didiagnosa positif tidak akan bisa kembali seperti semula. Salah satu pemain di Eropa, yang sempat positif dan namanya dirahasiakan, mengeluh tidak bisa melanjutkan latihan setelah lima menit.

“Harus ada asesmen individu kepada setiap pemain di Liga Inggris. Mereka dibayar untuk memompa jantungnya semaksimal mungkin, mau itu untuk klub seperti Scunthorpe United atau Manchester United, pada akhirnya, kami sebagai tenaga medis punya tanggung jawab memastikan para pemain kembali bisa bermain lagi,” tegas Dr. Aneil Malhotra, kardiologis FA, otoritas Liga Inggris.

Bagaimana dengan detail persiapan Latihan atau pertandingan?

Seperti di Liga Turki, setiap pemain akan masuk ke sebuah kotak seperti phone booth untuk disemprot disinfektan. Setelah itu, suhu tubuh diukur lalu setiap pemain diberi sarung tangan karet dan masker untuk selalu dikenakan ketika latihan.

Ruang ganti menjadi tempat steril. Artinya, pemain datang ke kompleks latihan sudah mengenakan seragam latihan. Seragam latihan itu harus dibawa pulang dan dicuci sendiri. Beberapa dokter klub sempat mengungkapkan bahwa sudah ada pemain yang akan “diamati secara seksama”. Para dokter Liga Inggris ini khawatir beberapa pemain “terlalu bahagia” bisa kembali ke “dunia luar” setelah karantina mandiri selama dua bulan.

Setelah itu, para pelatih harus bisa membedakan makna “fit” dan “match fit”. Kondisi “fit” adalah kondisi bugar pada umumnya. Sementara itu, “match fit” adalah sebuah kondisi di mana para pemain sudah siap bermain untuk pertandingan kompetitif. Pada umumnya, para pemain butuh waktu tiga minggu untuk mencapai kondisi “match fit”. Selain latihan, mereka juga menjalani serangkaian uji tanding.

Tanpa waktu latihan yang ideal dan ketersediaan kesempatan uji tanding, pemain tidak akan mencapai kondisi “match fit”. Apalagi Liga Inggris digelar di stadion kosong. Sudah tidak bugar untuk laga kompetitif, secara mental pun mereka “belum panas”. Kalau sudah begitu, ancaman cedera pasti meningkat.

Sudah begitu ribet, para pemain harus melakukan uji corona secara rutin. Mereka yang kedapatan negatif bisa kembali berlatih. Mereka yang menunjukkan gejala akan dikarantina. Karena karantina 14 hari terlalu lama, ada wacana untuk memangkasnya menjadi tiga hari saja. Hmm…maklum kalau Aguero dan Sterling khawatir.

Setiap pemain punya kewajiban melapor ke klub jika menunjukkan gejala. Mereka harus tanda tangan di sebuah surat pernyataan untuk patuh kepada aturan klub. Apakah dengan begitu sudah aman? Ya tentu saja belum.

Pernyataan beberapa pemain Eibar, salah satu klub di Spanyol, harus menjadi perhatian Liga Inggris. Mereka bilang begini:

“Kami khawatir, ketika melakukan hal yang kami cintai, kami bisa menginfeksi dan menulari keluarga dan teman. Bahkan bisa memicu gelombang baru pandemi, dengan dampak konsekuensi yang mengerikan bagi populasi.”

Saya merasa, yang saya jelaskan di atas masih jauh dari komplet. Pasti masih banyak protokol yang perlu dipatuhi para pemain Liga Inggris. Terutama jika mengingat pertambahan kasus positif di Inggris Raya belum menunjukkan kabar gembira. Ingat, sekali lagi, Liga Korsel dan Liga Jerman bisa jalan lagi karena “negaranya waras”.

Pada titik tertentu, weak leader akan terlihat dari pendekatan sebuah negara untuk menangani pandemi ini. Inggris Raya dan Amerika Serikat jadi contohnya. Kayaknya ada negara lain yang seperti itu tapi saya lupa namanya. Tiba-tiba saya kehilangan sebuah nama negara yang konon para politisinya pernah meremehkan virus corona. Duh, saya jadi pelupa.

Oya, saya menuliskan di judul kalau persiapan Liga Inggris itu super ribet kayak persiapan pernikahan orang Katolik. Tapi karena tulisan ini sudah terlalu panjang, saya mengajak kamu semua, pembaca Mojok yang baik hati, untuk mengunjungi tulisan Mas Alexander Arie yang berjudul: “Persiapan Pernikahan Katolik yang Bikin Enggan Nikah Lagi”. Link tulisan bisa kamu temukan di sini.

Tulisan itu cukup menggambarkan betapa ribetnya persiapan Liga Inggris. Sesekali pembaca Mojok saya ajak beranalogi, ya. Kalau sudah jago bikin analogi, mari menulis dan kirimkan ke Terminal Mojok. Ya pokoknya begitu cara jualan. Dah, ya, saya mau makan nasi angkringan biar kebal virus corona. Sesuai analisis jitu nan scientific dari tuan-tuan wahai di sebuah negara yang saya lupa namanya.

BACA JUGA Liverpool yang Malang: Tentang Kegagalan Paling Puitis Abad Ini atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno di rubrik BALBALAN.

Exit mobile version