Laurent Koscielny & Arsenal: Getir di Ujung Karier

koscielny dan arsenal MOJOK.CO

MOJOK.CO Kisah kasih manusia dipisahkan kematian. Kisah kasih Arsenal dan Laurent Koscielny habis dengan penyesalan. Sebuah penyesalan getir yang hadir di ujung karier.

Jendela transfer musim panas, tak lama lagi akan paripurna. Sementara itu, Arsenal tengah berkonsentrasi menambal dua lini penting: tengah dan depan. Mencari pengganti Aaron Ramsey dan menambah satu winger menjadi agenda yang sifatnya urgen. Menjelang tutupan jendela transfer, di tengah persiapan tur pra-musim, kesulitan justru bertambah.

Ketika nama William Saliba sudah hampir pasti menjadi milik Arsenal, banyak fans meresa lini belakang sudah lebih aman ketimbang lini lain. Meskipun memang, Saliba baru akan bergabung musim depan. Paling tidak, seturut kesembuhan Rob Holding dan harapan tidak ada lagi yang cedera, kompisisi bek tengah sudah lebih dari cukup, kecuali Mustafi.

Sayang, tak terduga, tak pernah terbayang di benak sebelumnya, lini belakang justru membikin klub ini pusing (lagi). Adalah Laurent Koscielny, kapten, panutan, leader, justru “berulah”. Kapten Arsenal selama beberapa musim itu menolak untuk ikut terbang ke Amerika Serikat untuk menjalani pra-musim bersama pemain-pemain lain.

Selama beberapa minggu terakhir, Koscielny memang dikabarkan akan dilepas mengingat kontraknya sudah tinggal 1 musim saja. Beberapa klub Prancis konon tertarik. Namun, hingga saat ini, belum ada tawaran konkret yang masuk. Terlalu lama menunggu kepastian, bek asal Prancis itu mengambil inisiatif.

Sebuah inisiatif yang disayangkan banyak fans. Ia adalah kapten. Bahkan di iklan peluncuran jersey baru, Koscielny dapat skenario untuk bilang, “Kita bermain untuk emblem di dada.” Sebuah penegasan akan pentingnya dua hal. Pertama, keberadaan si pemain. Kedua, tidak ada pemain yang lebih besar dari klub yang ia bela.

Laurent Koscielny sedang apa?

Apa yang sebetulnya berkecamuk di dalam kepala Koscielny? Apakah benar sikap tidak profesional adalah watak aslinya?

Saya tidak berani membuat kesimpulan. Pun saya tidak berani langsung mencaci, meragukan isi hati pemain yang sudah sembilan tahun membela Arsenal ini. Posisi saya adalah jelas: tidak mendukung sikap Koscielny, tetap juga tidak mendukung langkah klub yang sampai perlu membuat pengumuman khusus lewat situsweb resmi.

Saya ingin menawarkan cara pandang yang berbeda. Sampai ada kejelasan dari si pemain sendiri, saya percaya ini bukan karakter dirinya.

Koscielny datang ke Arsenal sebagai pemain medioker. Kelas dua. Ia kesulitan beradaptasi, membuat banyak blunder, rentetan kartu merah, dan hari-hari yang menegangkan ketika ia bermain. Mirip ketika kita melihat Mustafi bermain saat ini. Bedanya, Koscielny tidak menyalahkan pemain lain ketika membuat blunder atau banyak tingkah untuk menutupinya.

Namun, perlahan, ia berkembang. Kita tahu kerja keras yang ia lakukan. Hingga pada titik tertentu, nama Koscielny berdiri sejajar dengan bek tengah kelas dunia lainnya. Absennya di Piala Dunia disayangkan. Ketika Prancis mencapai final, federasi dan beberapa pemain secara personal mengundang dirinya untuk hadir. Sebuah bentuk penghargaan.

Koscielny juga secara tegas menolak pendekatan banyak klub. Mereka yang lebih kaya, dan mereka yang lebih berprestasi. Ia paham betul kesabaran dan kontribusi klub kepada kariernya. Ia bersetia sebagai bentuk rasa terima kasih. Rasa terima kasih itu ia tunjukkan di atas lapangan dan tidak ada yang bisa membantah.

Di mata saya, ia adalah jenis manusia yang tahu terima kasih. Tahu betul makna kesetiaan. Ketika cedera panjang di usia senja, yang ada di dalam kepalanya adalah sembuh secepatnya untuk membantu Arsenal. Motivasi itu berubah menjadi determinasi. Ahh, kita semua tahu betul akan hal itu.

Sikapnya memang patut disesalkan. Kapten, atau siapa saja, tidak boleh bersikap seperti itu. Membangkang, mengingkari kontrak kerja. Namun, pernahkah kita berpikir kalau yang dilakukannya adalah bentuk pengorbanan? Cinta tertinggi bukan memiliki dan selalu ada. Ada orang yang memilih pergi demi cinta.

Ketika Saliba sudah hampir pasti menjadi milik Arsenal, kita masih mendengar klub akan mencoba membeli bek baru lagi. Namun, kita tidak tahu siapa. Tidak pernah ada nama bek tengah yang konkret. Kita juga tahu situasi itu terjadi karena klub kesulitan menjual pemain yang ada. Mustafi sudah mau dijual, tapi dia mengaku masih ingin bertahan. Klub seperti tak punya daya.

Selama belum ada kejelasan, ketimbang saya mengotori lidah dengan makian, saya lebih memilih memandang sikap Koscielny sebagai bentuk pengorbanan. Ia berkorban untuk dicaci, untuk merelakan gaji 90 ribu paun per pekan demi membayari dua pemain baru.

Ia seperti “memaksa” klub untuk memperkuat lini belakang yang diisi dua bek uzur, satu bek tengah yang aslinya bek kiri, dua bek muda yang belum sepenuhnya fit, satu bek muda yang baru kembali dari masa peminjaman, dan satu badut.

David Ornstein, lewat kolomnya di BBC mengungkapkan kalau sebetulnya ada kesepakatan antara klub dan pemain. Sebuah kesepakatan yang intinya mengatakan kalau di musim panas ini Koscielny boleh pergi secara gratis. Namun, Arsenal membantah ada kesepatan itu dan secara tegas mengungkapkan kalau si pemain boleh pergi kalau ada tawaran konkret.

Apapun yang ditulis oleh jurnalis dan dilansir oleh media, semuanya adalah spekulasi. Oleh sebab itu sekali lagi, ketimbang mengotori lidah dengan makian, saya lebih memilih berpikir berbeda. Paling tidak, ini wujud terima kasih saya kepada kapten yang mau bertahan dan menjadi tiang besar ketika lini belakang Arsenal diisi nama-nama meragukan seperti Johan Djourou, Gabriel Paulista, Calum Chambers, dan tentu saja Mustafi.

Yang tersisa untuk Arsenal

Sudah kepalang basah dengan merilis sikap resmi, yang tersisa bagi Arsenal tidak banyak. Yang bisa mereka lakukan adalah memberi contoh bahwa tidak ada pemain yang lebih besar di depan klub.

Mencopot ban kapten adalah langkah awal dan bisa ditegaskan di tur pra-musim. Selanjutnya, duduk lagi ke meja perundingan dengan Saint-Etienne untuk berusaha membawa Saliba musim ini. Kalau memang tidak bisa, klub harus segera memikirkan membeli bek matang dan bergerak dua kali lebih cepat di pasar transfer ketimbang sebelumnya.

Terakhir, demi kebaikan bersama, secepatnya, melepas Koscielny. Meskipun terdengar sadis, tapi kaki sang kapten “sudah hilang” sejak dua tahun yang lalu. Ia seperti hanya bermain dengan determinasi saja. Melepasnya secara gratis bukan keputusan yang buruk toh harga jualnya tak akan lebih dari 10 juta paun. Gaji pemain yang sebaiknya dipikirkan secara serius.

Pada akhirnya, cinta memang punya ujung. Kisah kasih manusia habis dipisahkan oleh kematian. Kisah kasih Arsenal dan Koscielny habis dengan penyesalan. Sebuah penyesalan getir yang hadir di ujung karier.

Exit mobile version