Bukayo Saka, Kai Havertz, dan Cara Terbaik Menikmati Laga Inggris vs Jerman

Bukayo Saka, Kai Haverzt, dan Cara Terbaik Menikmati Laga Inggris vs Jerman MOJOK.CO

Bukayo Saka, Kai Haverzt, dan Cara Terbaik Menikmati Laga Inggris vs Jerman MOJOK.CO

MOJOK.CO – Mendiskusikan usaha mengejar impian Bukayo Saka dan Kai Havertz untuk Inggris dan Jerman juga sebuah aksi menjaring inspirasi dari perhelatan besar.

Jujur saja saya merasa agak muak dengan obrolan, bahkan sampai perdebatan sejarah, antara Inggris dan Jerman. Dan satu narasi yang masih terselip adalah masa lalu antara Gareth Southgate, titik penalti, dan gawang Jerman. Sisi sejarah memang menarik, tapi porsinya, terkadang, terlalu berlebihan.

Oya, satu hal yang paling menyebalkan dari sejarah sepak bola adalah perulangan. Entah kenapa, mungkin semacam mistis, sejarah sepak bola itu selalu berulang. Dan pada titik tertentu, kita menikmatinya secara berlebihan seakan-akan laga yang akan sepak mula adalah rekaman masa lalu.

Oleh sebab itu, saya ingin menyodorkan satu cara asik menikmati laga Inggris vs Jerman. Mari kita menikmati laga ini sebagai sebuah panggung khusus untuk 2 pemain muda yang akan mewarnai sejarah Inggris vs Jerman untuk 1 dasawarsa ke depan. Pemain yang saya maksud adalah Bukayo Saka dan Kai Havertz.

Sebelum Euro 2020 sepak mula, terutama ketika bicara skuat Inggris, media terbelah antara Jadon Sancho dan Jack Grealish. Mana yang lebih cocok untuk bermain di sisi sayap selama Euro 2020? Belum ada nama Bukayo Saka di sana.

Mungkin soal usia, mungkin soal performa bersama klub masing-masing. Sancho dan Grealish memang layak untuk dicoba sejak awal. Namun, Southgate ternyata punya dunianya sendiri. Dia menggunakan Phil Foden dan Raheem Sterling untuk 2 sisi sayap Inggris.

Semua pundit memaklumi nama Sterling masuk daftar 11 pertama. Namun, ketika nama Foden ada di sana alih-alih Grealish atau Sancho, perdebatan memanas. Percobaan Southgate gagal di 2 laga awal Euro 2020. Untuk laga terakhir, akhirnya, Grealish masuk skuat… bersama Bukayo Saka yang menggantikan Foden.

Bukayo Saka, di mata saya, punya kerlip kejut seperti Kai Havertz untuk Chelsea di akhir musim dan terutama untuk timnas Jerman. Havertz memang belum mencapai level agility terbaik seperti ketika membela Bayer Leverkusen. Namun, daya kejut Havertz meningkat tajam.

Havertz mekar di tengah skuat Jerman yang “lucu”. Joachim Loew tidak membawa striker murni ke dalam skuat. Kevin Volland? Dia memang mengenakan seragam nomor 9. Namun, Volland juga tidak bisa dibilang striker murni, pun Timo Werner.

Ketika mengalahkan Portugal, Loew menggunakan susunan pemain yang menarik. Di atas kertas, Serge Gnabry menempati pos penyerang. Sementara itu, Havertz di belekangnya, sebagai second striker. Posisi bermain ini memberi Havertz keleluasaan untuk keluar dan masuk kotak penalti. Berkeliaran ke mana saja dia merasa nyaman.

Sebuah “kebebasan”. Satu kata ini menjadi kunci permainan Bukayo Saka dan Kai Havertz. Melawan Ceko, Saka bermain di sisi kanan menggantikan Foden. Pemain Arsenal ini memberi dimensi berbeda, bukan hanya distributor, tapi juga eksekutor yang berlisensi. Performanya yang seperti api membara itu sukses berbuah pemain terbaik di laga terakhir Inggris di putaran grup.

Bahkan Grealish yang diprediksi akan meledak, justru malah berkeliaran di bawah bayang-bayang Bukayo Saka. Tak hanya itu, di dalam skuat, Saka mendapatkan respect tinggi dari rekan-rekannya. Semuanya berkat persona yang bersahabat dan determinasi di atas lapangan.

Melihat Kai Havertz dan Bukayo Saka bermain baik di Euro 2020 ini menularkan sensasi tersetrum. Mirip ketika melihat Michael Owen menari-nari di Piala Dunia 1998. Mirip ketika mengagumi Mbappe di Piala Dunia edisi terakhir, ketika debu sepatunya menghiasi tangisan Lionel Messi. Sangat menyenangkan dan mendebarkan.

Saya rasa, bakat kedua pemain ini adalah yang terbesar untuk Inggris dan Jerman. Bahkan aman dikatakan kalau keduanya adalah sebuah faktor penentu. Saka adalah dribbler tanpa takut, sementara Havertz semakin liar dengan pergerakannya di dalam kotak penalti. Bisa jadi, 5 tahun lagi, Havertz akan menjadi predator sesungguhnya, bukan lagi fantasista dari kota kecil bernama Aachen.

Mengagumi pemain-pemain muda ini dan membicarakan potensinya adalah salah satu cara asik menikmati laga akbar. Bukan hanya sejarah dan statistik yang bisa diperdebatkan. Mendiskusikan usaha mengejar impian dari sosok Saka dan Havertz juga sebuah aksi menjaring inspirasi dari perhelatan besar.

BACA JUGA Inggris, Sesuai Ramalan Primbon, Bakal Menang dengan Nyaman Jika Memainkan Bukayo Saka dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version