Duh! Beratnya Sanksi Persib Bandung, Bagaimana dengan Kasus Kekerasan Lainnya?

MOJOK.COSidang Komisi Disiplin untuk kasus meninggalnya Haringga Sirila di laga Persib vs Persija. Sanksi Persib sungguh berat dan ada rasa tidak adil di balik putusan ini.

Selasa, 2 Oktober 2018, sidang Komisi Disiplin untuk laga Persib vs Persija akhirnya selesai. Ada banyak putusan yang diambil, hukuman untuk klub, suporter, panpel, dan pemain. Setelah membaca jenis-jenis hukuman, terutama untuk klub, saya merasa ini tidak adil. Sanksi Persib Bandung terlalu berat.

Beberapa hal yang perlu saya tegaskan di sini. Pertama, melenyapkan nyawa adalah tindakan kriminal dan layak mendapatkan hukuman seadil mungkin. Kedua, hukum harus ditegakkan. Ketiga, penegakan hukum harus rata dan menyentuh semua pihak atau lapisan. Di mata saya, sanksi Persib Bandung hanya mencakup satu hal saja, yaitu untuk aksi kriminalitas.

Jadi begini. Untuk Persib Bandung, begini rincian sanksi yang mereka terima (dikutip dari top.skor.id):

Sanksi Persib sebagai klub:

Jenis pelanggaran: melakukan intimidasi kepada official Persija saat MCM, melakukan sweeping, pengeroyokan, dan pemukukan terhadap suporter Persija hingga tewas.

Hukuman: sanksi pertandingan home di luar Pulau Jawa (Kalimantan) tanpa penonton sampai akhir musim kompetisi 2018 dan pertandingan home tanpa penonton di Bandung sampai setengah musim kompetisi tahun 2019.

Sanksi untuk suporter:

Jenis pelanggaran: melakukan intimidasi kepada official Persija saat MCM, melakukan sweeping, pengeroyokan, dan pemukukan terhadap suporter Persija hingga tewas.

Hukuman: sanksi penonton dan/atau suporter berupa larangan untuk menyaksikan pertandingan Persib Bandung pada saat home atau away serta pertandingan Liga 1 lainnya sejak putusan ini ditetapkan sampai pada setengah musim kompetisi 2019.

Sanksi untuk panpel:

Jenis pelanggaran: suporter Persib melakukan intimidasi kepada tim Persija saat MCM, melakukan sweeping, pengeroyokan, dan pemukukan terhadap suporter Persija hingga tewas. Panlel gagal memberikan rasa aman dan nyaman terhadap suporter yang datang menonton.

Hukuman:

  1. Sanksi kepada ketua panitia pelaksana pertandingan & security officer berupa larangan ikut serta dalam kepanitiaan pertandingan Persib Bandung selama dua tahun.
  2. Panpel Persib Bandung dedenda sebesar Rp100.000.000.
  3. Panpel Persib Bandung wajib memerangi dan melarang rasisme dan tulisan provokasi serta slogan yang menghina pada spanduk, poster, baju, dan atribut lainnya dengan cara apapun.

Untuk semua tersangka pengeroyokan almarhum Haringga Sirila, semuanya dikenakan larangan menonton sepak bola di wilayah Republik Indonesia seumur hidup.

Rasa kaget langsung muncul ketika membaca salinan sanksi Persib di atas. Memang, hukuman di atas masih “terlihat lebih ringan” ketimbang degradasi secara langsung. Tetapi, perlu diakui, sanksi di atas seperti palu godam mengantam tubuh Maung Bandung secara telak.

Bermain tanpa penonton saja di beberapa pertandingan saja dampaknya sudah sangat besar. Ya untuk masalah pemasukan (untuk gaji pemain), ya masalah mental pemain yang bakal terhantam, dan kondisi mental tim secara utuh. Bermain di Kalimantan hingga musim selesai tentu membutuhkan dana (dan mental) yang besar.

Kondisi ini masih akan berlangsung hingga separuh musim kompetisi 2019. Meski separuh musim sudah bisa kembali bermain di Bandung, Persib masih harus berjuang sendirian tanpa “teman sejati” mereka.

Ini hantaman psikologi yang berat. Dan sebuah penegasan bahwa: bukan suporter yang akan sepenuhnya susah ketika berulah, tetapi klub juga menanggung akibatnya, bahkan bisa lebih parah. Ini peringatan untuk semua kantong suporter. Ingat-ingat kalimat itu sebelum kalian berulah.

Kembali ke sanksi Persib.

Sanksi Persib ini terasa tidak adil karena dua hal. Pertama, keadilan yang sama tidak dirasakan klub yang suporternya membunuh suporter lain dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

Almarhum Banu Rusman belum mendapatkan keadilan hingga sekarang. Tadi malam, Senin (01/10), diadakan pengajian tahlil dan yasin satu tahun meninggalnya Banu Rusman. Sampai satu tahun lebih, suporter yang mengeroyok Banu tidak mendapatkan hukuman dan klub yang didukung si pengeroyok itu juga tidak mendapatkan hukuman. Janji Ketua PSSI, yang merangkap sebagai Gubernur Sumut, dan Pengayom PSMS itu seperti kentut saja. Bau sesaat, lalu hilang sudah.

Saya memberi masukan kepada Pak Ketua PSSI yang namanya tidak akan saya sebut di tulisan ini: tolong gunakan retrospective punishment yang di Liga Inggris digunakan untuk menghukum pemain yang tidak ketahuan diving ketika pertandingan berlangsung.

Hukuman untuk melihat kembali kejadian di masa lampau ini sangat cocok untuk segera diterapkan di kasus pembunuhan Banu Rusman (dan korban-korban sepak bola Indonesia lainnya selama beberapa tahun terakhir). Terapkan, lalu lihat kembali kasus-kasus masa lalu.

Ketika ditemukan kesalahan yang sama seperti yang ditimpakan kepada Persib, langsung terapkan hukuman serupa. Terapkan di masa sekarang supaya semuanya merasakan pahitnya sanksi Persib dan ke depan, suporter akan lebih mau memaksimalkan isi kepala ketimbang mendahulukan gengsi daerah atau dendam masa lalu.

Alasan kedua sanksi Persib ini terasa terlalu berat karena hanya seperti memanfaatkan gaung yang didapat dengan memanfaatkan nama besar Maung Bandung. “Mumpung yang bermasalah klub besar, gunakan saja untuk menggaungkan hukuman seberat-beratnya”. Memanfaatkan status ini sungguh tidak pas di mata dan hati saya.

Kalau Komisi Disiplin punya kreativitas menerapkan sanksi seperti ini – tidak hanya rajin menagih uang denda saja – mengapa tidak diterapkan kepada kasus kematian suporter PSS Sleman tahun ini dan Banu Rusman tahun lalu? Apakah satu nyawa Haringga Sirila lebih berat ketimbang korban-korban lainnya? Bagi saya, semuanya sama. Semua nyawa harganya sama dan jauh lebih berharga ketimbang sepak bola dan segala kebobobrokan yang terkandung di dalamnya.

Momentum harus dimanfaatkan dan rasa adil memang tidak selalu sama untuk semua orang. Namun, menerapkan hukuman berat dengan memanfaatkan nama besar sebuah klub demi memanfaatkan gaungnya sungguh tidak pas. Perlakukan retrospective punishment jika PSSI dan Komisi Disiplin ingin memangkas akar masalah kekerasan suporter.

Jika ingin memanfaatkan momen ini, hukum semua yang bersalah, kini dan masa lalu, dengan sanksi Persib ini. Biar kita semua ingat dosa-dosa pembunuhan suporter. Hantam sekalian dengan efek kejut supaya kapok. Beranikah PSSI dan Komisi Disiplin melakukannya? Atau sanksi Persib ini hanya unjuk ketegasan sesaat saja?

Exit mobile version