Kasus Anji Merupakan Potret Keberhasilan Program Ekonomi Kreatif Era Jokowi

Kasus Anji Merupakan Potret Keberhasilan Program Ekonomi Kreatif Era Jokowi

Kasus Anji Merupakan Potret Keberhasilan Program Ekonomi Kreatif Era Jokowi

MOJOK.COKasus Anji ini pada dasarnya menjadi satu contoh keberhasilan Pemerintah Jokowi dalam mempromosikan profesi mutakhir minim modal ke rakyatnya.

Jutaan orang tak menyadari, viralnya berita tentang Anji di linimasa sebenarnya sedang menunjukkan salah satu contoh keberhasilan program ekonomi dan industri kreatif pro-rakyat dari Presiden Jokowi.

Apalagi kalau kita mau menarik jauh ke belakang, ketika Jokowi ingin ada banyak vlogger di masa depan sehingga bisa jadi cerminan profesi baru yang menjanjikan. Jokowi bahkan pernah mengusulkan agar vlog dimasukkan ke dalam materi pelajaran SMK.

Jadi, bukan tidak mungkin vlogger nantinya dapat berkembang menjadi cita-cita baru anak-anak Indonesia. Bahkan bisa jadi, nanti akan ada peringatan Hari Vlogger Indonesia semacam Hari Guru Indonesia. Terlebih siapapun bisa menjadi menekuni profesi ini. Mulai dari Atta Halilintar sampai Kaesang owner Sang Pisang.

Apalagi menurut laporan dari We Are Social, pada tahun 2020 ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Naik 17% (25 juta) dibanding tahun lalu. Dari jumlah pengguna internet sebanyak itu, sudah hampir lima tahun ke belakang ini figur vlogger idola masyarakat mulai bertambah tak terkendali.

Nah, satu nama yang layak diajukan sebagai youtuber sekaligus influencer (kalau buzzer sih kayaknya belum bukan) adalah: Anji. Yang sedang viral soal komentarnya ke foto Joshua Irwandi.

Terlepas dari kontroversinya, keberadaan Bang Anji ini pada dasarnya menjadi satu contoh keberhasilan Pakdhe Jokowi dalam mempromosikan profesi pro-rakyat paling mutakhir.

Kalau dulu orang tua ingin anaknya menjadi PNS, dokter, dan tukang insinyur, maka bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan tak sedikit orang tua yang berlomba-lomba agar anaknya jadi youtuber atau influencer.

Kalau pun anaknya belum bisa punya channel sendiri, paling tidak bisa lah dieksploitasi buat konten bapak-ibunya dulu.

Toh dari sisi modal sosial-politik-ekonomi, yang perlu disiapkan seorang rakyat jelata untuk jadi youtuber itu kan tak seberapa. Terutama jika dibanding profesi anggota DPR yang mau tak mau harus punya privilege dari sisi keluarga dan pergaulan, atau menjadi jenderal polisi yang harus siap kalau diminta bikin surat jalan buat buronan. Eh.

Dan contoh vlogger sukses idaman itu pun beneran diraih Anji. Apalagi ketika diundang ke Istana bersama pekerja seni lainnya. Sebuah pengakuan absolute bagaimana tingkat popularitas dan kepengaruhan seorang Anji cukup diakui negara.

Dalam pertemuan yang eksklusif itu, Presiden Jokowi sebenarnya sedang meminta tolong kepada para insan seni untuk turut melakukan edukasi (membuat konten) pada masyarakat (follower) dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19 tapi sekaligus menyebarkan optimisme agar ekonomi rakyat mau bergerak kembali.

Tak berapa lama usai pertemuan tersebut, kita dapat menyaksikan para insan seni tersebut mulai sibuk bergerak. Buktinya, Yuni Shara dan Iis Dahlia mempromosikan kalung antivirus eucalyptus yang dahsyat… beritanya itu.

Anji pun tak ketinggalan. Cuma mantan vokalis Drive ini kayak sengaja ngambil angle di bagian yang rada-rada hipster. Kayak meviralkan kejanggalan-kejanggalan yang berhubungan dengan berita mengenai korban COVID-19.

Sampai kemudian Anji mengkritik foto korban COVID-19 yang sudah terbungkus rapat dengan plastik di sebuah kamar rumah sakit. Foto yang “dihajar” Anji ini pun merupakan hasil jepretan Joshua Irwandi (fotografer National Geographic).

Di sana Anji memberikan 3 poin kritik terhadap foto tersebut.

Poin pertama, perihal proses-menuju-viral dari foto tersebut.

“Seperti ada KOL (Key Opinion Leader) lalu banyak akun berpengaruh menyebarkannya. Polanya mirip, Anak Agency atau influencer/buzzer pasti mengerti,” kata Anji.

Ah, rupanya Anji sudah paham betul ilmu influencing, bahwa yang penting bisa menyebarkan kabar secepat virus influenza dan memberi pengaruh. Soal itu pengaruh buruk atau bagus, biarkan waktu yang menjawab.

Kedua, tentang akses wartawan yang bisa masuk ke kamar seorang korban.

“Dalam kasus kematian (yang katanya) korban cvd, keluarga saja tidak boleh menemui. Ini seorang fotografer, malah boleh. Kalau kamu merasa ini tidak aneh, artinya mungkin saya yang aneh,” ujar vokalis ini.

Hmm… iya sih, kalau dipikir-pikir aneh juga ya, Bang, kamu ini.

Dan yang ketiga, tentang tingkat kengerian COVID-19.

“Saya tidak percaya bahwa COVID-19 semengerikan itu. Yang mengerikan adalah hancurnya hajat hidup masyarakat kecil,” demikian keyakinan Andi.

Wih, keren Bang. Cucok kayaknya kalau lima tahun lagi mau nyaleg.

Tak pelak, postingan Anji menuai banyak komentar negatif dari masyarakat.

Reno, perwakilan Pewarta Foto Indonesia (PFI) sampai mengatakan, “Kami berharap agar tidak lagi ada yang membandingkan kerja jurnalistik pewarta foto dengan buzzer, influencer, youtuber, vlogger, dan sejenisnya. Karena kerja jurnalistik dilandasi oleh fakta yang ada di lapangan, memiliki kode etik yang jelas, dan dilindungi oleh undang-undang.”

Meski respons dari PFI ini lumayan telak, setidaknya kita bisa melihat sisi positifnya. Bahwa profesi buzzer, influencer, youtuber, vlogger, dan sejenisnya sudah diakui. Saya yakin, tak perlu waktu lama lagi kita bisa mencantumkan jenis pekerjaan “influencer” pada kolom “pekerjaan” di form e-KTP.

Di sisi lain, bagaimana cara Anji menghadapi komentar netizen?

Rupa-rupanya Anji sudah menguasai jurus tangkal komen netizen. Jurus itu bernama klarifikasi. Kemampuan yang wajib dikuasai para influencer Indonesia, seperti parasut yang harus dimiliki pilot pesawat tempur atau kenalan pejabat berpengaruh kalau kamu seorang koruptor.

Dalam klarifikasinya, Anji pun meminta maaf pada pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh postingannya, dan sekaligus berjanji menghapus postingan kontroversialnya.

Lengkap sudah keberhasilan Anji sebagai seorang youtuber dan influencer negeri ini. Jika diibaratkan algoritma pemrograman, maka deretan instruksi algoritmanya bakal seperti berikut:

Bikin postingan – viral – dikoreksi – klarifikasi – minta maaf – hapus postingan.

Nah, kalau seorang influencer sekaligus konten kreator telah melewati semua tahapan itu, ia lulus.

Dan karena Anji telah menguasai (mengalami lebih tepatnya) masalah itu semua, maka tak berlebihan kalau blio cukup layak dijadikan sebagai contoh keberhasilan bidang ekonomi dan industri kreatif era Jokowi. Terutama untuk urusan konten kreator edisi pandemi yang karyanya begitu berpengaruh.

Oiya, lantas gimana dengan contoh keberhasilan di bidang kesehatan?

Ah, itu mah nanti aja, yang penting kan ekonomi dan industri kreatif dulu. Begitu kan, Pak Jokowi?

BACA JUGA Harus Gimana Lagi sama Orang yang Percaya Konspirasi Wahyudi Covid-19?! atau tulisan Yesaya Sihombing lainnya.

Exit mobile version