Alasan ‘Work-Life Balance’ ala Pandji Pragiwaksono Itu Mancing Keributan Banget

Alasan ‘Work-Life Balance’ ala Pandji Pragiwaksono Itu Mancing Keributan Banget

Alasan ‘Work-Life Balance’ ala Pandji Pragiwaksono Itu Mancing Keributan Banget

MOJOK.COPandji Pragiwaksono memamerkan kerja keras tim kreatifnya di Twitter. Wah, bisa jadi standar “work-life balance” baru nih, Mas.

Saya nggak menyangka bahwa akhir pekan kemarin kolom trending di Twitter begitu berwarna. Sangat berwarna. Jika biasanya hanya berisikan tagar bertemakan sepak bola, politik, #BiroJodoh, VCSReal atau Colmek, kali ini trending Twitter punya jawara bertahan: Pandji Pragiwaksono.

Nama blio selalu masuk dalam daftar trending selama beberapa hari, berturut-turut. Warbiyasa. Warbiyasa. Salut.

Jika sebelumnya Mas Pandji Pragiwaksono jadi bahan perbincangan karena membandingkan antara FPI, NU, dan Muhammadiyah. Kali ini ada sesuatu yang nggak kalah menarik untuk dibahas oleh blio. Pernyataan yang dicuitkan seperti ini:

Kalian nggak perlu cek reply atau quote retweet-nya satu per satu. Kecuali kalian punya banyak waktu luang. Saya aja sampai baca twitnya berulangkali. Khawatir gagal paham: ini lagi serius, sepenuhnya bercanda, atau hanya satire?

Khawatir twit itu hanya jebakan aja gitu. Apalagi, sebagai followers yang sudah mengikuti Mas Pandji di Twitter selama bertahun-tahun, saya selalu ingat, blio sering banget bikin twit jebakan umur.

Nge-twit lirik lagu jadul, ada yang reply, ealah, langsung dibilang jebakan umur. Macem acara Kena Deh dalam format online.

Makanya, rasanya nggak berlebihan juga kalau sampai dengan munculnya twit tersebut, saya masih was-was sekaligus mbatin, “Ini Mas Pandji beneran senewen dan ingin menegaskan eksistensi dalam dunia entrepreneur atau hanya sedang menyindir tentang realitas dalam dunia kerja di negara +62 nggak sih?”

Maklum, sebagai Komika Tunggal dengan label “lawakan cerdas”, satire sering kali menjadi cara dalam menyampaikan keresahan oleh para Komika, yang akan disampaikan kepada para penonton.

Setelah hampir 24 jam twit soal “Texted my team about work stuff at 00:44 on Saturday,” saya masih menunggu lho, Mas. Ini punchline-nya mana? Ini lagi bercanda, kan?

Twit tersebut hanya sebatas satire biar para atasan di berbagai perusahaan di negara kita ini paham etika dalam menghubungi karyawan/timnya, kan?

Wajar saja jika pemikiran saya langsung straight to the point kepada topik tersebut. Lantaran, sebagai HRD sekaligus karyawan di suatu perusahaan, hal tersebut merupakan keresahan yang sangat lumrah bagi para pekerja kantoran seperti saya dan yang lainnya. Apalagi, jargon soal work-life balance masih sebatas klise dan angan-angan.

FYI aja nih, Mas Pandji Pragiwaksono… masih banyak karyawan kantoran di negara kita yang berlagak punya prinsip kayak gini; “Weekend waktunya mengaplikasikan work-life balance atau me time, ah. Kalau Bos minta report, nggak usah direspons. Biar aja. Nggak tahu waktu banget.”

Namun, ketika dapat chat dari Bos pada hari libur atau weekend,

“Mas/Mba, tolong kirim report yang kemarin, ya. Segera.”

Ujung-ujungnya malah dengan sigap merespons chat tersebut dengan balasan, “Ok, Pak/Bu. Saya akan segera kirim.”

Hadeeeh.

Itu kenapa, jika Mas Pandji Pragiwaksono melihat tab notifikasi di Twitter ngebludak sampai ribuan, apalagi kebanyakan yang kontra soal twit sampean, nggak perlu heran juga, Mas.

Lantaran, boleh jadi, hal tersebut sangat relate dengan ruang lingkup pekerjaan mereka gitu. Sewaktu saya cek satu per satu, banyak yang keberatan dan heran. Ya maklum, jiwa korsa sesama pegawai membuncah kali… kek saya.

Tentu sambil ngumpulin pertanyaan-pertanyaan kontemplatif.

“Kok bisa-bisanya ngirim pesan pada dini hari sekaligus jelang weekend ke tim/rekan kerja?”

“Memangnya nggak bisa besok pagi gitu?”

“Sudah gitu, ada embel-embel ‘demanding’ pula.”

Tentu saja netizen yang merasakan hal serupa di ruang lingkup pekerjaannya, juga mereka yang nggak berani negur atasannya yang suka chat sembarangan minta laporan pada akhir pekan, langsung ke-trigger dan meluapkan opininya.

Jadi ketika melihat twit Mas Pandji Pragiwaksono, semua kayak sedang mendapat perwakilan Pak Bos yang nyebelin. Untuk sekejap saja, Pandji Pragiwaksono menciptakan situasi di mana dirinya jadi tiang lempar jumrah buat pegawai di seluruh Indonesia yang sebel disuruh kerja di luar jam kerja.

Kapan lagi bisa sambat soal waktu kerja tanpa harus khawatir kena SP atau dipecat sama atasan yang asli yeee kan? Apalagi orang yang dilempari ini orang terkenal kayak Pandji?

Lagian—ini serius—memangnya nggak ada waktu lain yang lebih nyaman gitu, Mas?

Anggaplah kirim pesan ke tim pada tengah malam, weekend, atau waktu rebahan itu nggak ada salahnya. Barangkali, industri yang satu sama lain jalani masing-masing berbeda tuntutannya. Namun, di sisi lain, hal ini juga menegaskan kalau work-life balance bagi sebagian pekerja itu masih sangat klise dan fana.

Okelah, semisal Mas Pandji Pragiwaksono nggak menuntut tim untuk segera merespons soal pekerjaan atau pesan yang dikirim. FYI aja nih, Mas. Sebagian pekerja, walaupun nggak dituntut untuk segera merespons pesan yang masuk selain pada hari atau jam kerja, sering kali, ada rasa nggak tenang juga.

Kenapa harus dapat pesan di tengah malam yang sunyi? Kenapa nggak besok pagi aja? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Sekali lagi, work-life balance itu klise bagi para pekerja kantoran, Mas Pandji. Jadi, nggak perlu dipertegas kembali dengan pernyataan melalui twit, sampai nama sampean trending berhari-hari. Belum lagi soal manajemen waktu yang nantinya akan dipertanyakan.

Padahal, saya selalu mengingat pesan yang selalu Mas Pandji Pragiwaksono sampaikan tentang konsep on time ala sampean tiap kali menggelar pertunjukan, lho. Baik Stand Up maupun nge-rap.

“Bukan tidak ingin menunggu yang telat, tapi menghargai yang tepat waktu.” Begitu kira-kira.

Kalimat tersebut juga diabadikan di blog personalnya Mas Pandji. Bahkan, masih ada hingga saat ini.

Sebagai seseorang yang pernah menonton pertunjukan tur Stand Up Comedy sampean secara langsung sebanyak dua kali, di kota Bogor dan Depok, saya juga menjadi saksi sekaligus yakin bahwa Mas Pandji adalah orang yang sangat menghargai waktu.

Kala itu, meski penonton yang datang terbilang masih sedikit, Mas Pandji tetap memulai pertunjukan tepat pada jadwal yang ditentukan. Kedisiplinan dan dedikasi yang tentu saja patut jadi contoh.

Hanya saja, apa ya nggak sebaiknya konsep “on time” kayak gitu juga diterapkan pada situasi kapan waktu yang tepat seorang atasan menghubungi timnya, Mas?

Eh.

BACA JUGA Kata Siapa Kerja di Start Up Itu Pasti Seru? dan tulisan Seto Wicaksono lainnya.

Exit mobile version