Staf Khusus Milenial Sudah Bekerja Maksimal, Kok Masih Dikritik, Sih

staf khusus milenial, jokowi, seremonial mojok.co

staf khusus milenial, jokowi, seremonial mojok.co

MOJOK.CORakyat mulai mempertanyakan dan mengkritik kinerja staf khusus milenial hasil bikinan Presiden Jokowi. Padahal mereka udah kerja, nggak perlu dikritik.

Jokowi membuat gebrakan baru di periode kedua pemerintahannya. Jokowi melantik staf khusus presiden yang diisi oleh anak-anak muda, atau sering disebut staf khusus milenial. Jumlah staf khusus milenial ini berisi tujuh orang. Mungkin Jokowi terinspirasi dengan Seven Swordsmen of the Mist dari Kirigakure, maka jumlah stafnya ada tujuh orang.

Maksud dari Jokowi mengenalkan staf khusus milenial adalah agar pemerintah dekat dengan kaum milenial. Jarak antara penguasa dan anak-anak muda akan dijembatani oleh para anak muda bergaji besar. Staf khusus yang berisi anak-anak orang kaya, berpendidikan tinggi, dan terlahir dengan privilese ini diharapkan akan memberikan ide segar khas ((anak muda)).

Kalau kalian berpendapat ini adalah cara menghamburkan uang negara, sudah betul itu. Presiden udah punya menteri dan staf khusus. Biar duit negara bisa dihamburkan dengan maksimal, maka dibentuklah staf khusus berisi anak muda penuh ide segar.

Sejauh ini, efek keberadaan mereka sudah dirasakan betul oleh rakyat Indonesia. Staf khusus milenial sering muncul di seminar, webinar, acara televisi, atau acara seremonial.

Kalau kesannya mereka ada untuk pamer pencapaian atau dapet beasiswa, ya memang tugasnya gitu. Kan katanya milenial, ya to? Mempengaruhi kebijakan negara? Ahh, itu kan bukan protapnya “milenial”. Kamu jangan mengada-ada.

Mereka sudah menjalankan tugasnya dengan baik, kok. Muncul di ruang publik, memberi motivasi dengan berapi-api, dan menceritakan pencapaian mereka selama ini. Tujuan Jokowi bikin staf khusus milenial ya itu tadi. Dan mereka sudah menjalankannya dengan baik.

Pejabat kita itu demen betul dengan perkara seremonial. Ketika ada satu kebijakan atau peristiwa, hal-hal berbau seremonial mengikuti di belakangnya. Di saat genting seperi corona ini pun, hal berbau seremonial ini tetap dilakukan.

Masih ingat bagaimana negara merayakan kesembuhan pasien corona satu sampai tiga, kan? Ironinya, segelintir pasien sembuh dirayakan, tapi negara kayak biasa aja sama ratusan nyawa yang melayang.

Staf khusus milenial juga dibentuk dengan tujuan yang sama. Muncul dalam perayaan, program yang tidak sampai ke masyarakat, dan seperti kaset rusak mereka mengulang kata-kata yang sama. Makanya, mengkritik mereka itu nggak perlu, orang mereka melakukan tugasnya dengan baik, kok.

Sebenarnya jika kita mau objektif, ada hal yang bisa diapresiasi dari keberadaan staf khusus milenial ini. Mereka, meski nggak ngapa-ngapain, masih mau berkorban buat negara ini.

Contohnya Billy Mambrasar, di acara di Kompas TV mengatakan bahwa dia tidak mengambil gajinya. Gajinya disumbangkan untuk program pendidikan di Papua. Mulia betul kau, Bang!

Jadi kita itu nggak boleh mengkritik mereka, apalagi menuntut mereka untuk bekerja nyata. Mereka sudah bekerja sesuai protap, yaitu pamer, ngeluh, dan ngerasa berkorban banyak. Contohnya sih ya potong gaji itu. Kalau mau mengkritik, arahnya ke Jokowi saja, kenapa dari awal kepikiran bikin staf khusus milenial.

Kalau mereka masih pamer dan pamer, maklumin aja, emang itu tugasnya kok. Nggak usah dikritik, mending liat tebak-tebakannya Ega.

BACA JUGA Nikita Mirzani dan Lintah-lintah yang Tak Kita Sadari dan tulisan menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Exit mobile version