Gugatan JK ke MK Diprediksi Gagal, JK Nggak Bisa Jadi Wapres Lagi?

MOJOK.CODikarenakan hanya tersisa sekitar 3 minggu batas pendaftaran capres cawapres, maka gugatan JK ke MK untuk nyalon jadi wapres lagi diprediksi gagal. Pasalnya, hukum acara MK harus melalui proses dan waktu yang masih cukup panjang.

Pada awal bulan ini (10/7), Perindo menggugat UU No 7/2017 tentang Pemilu pada Pasal 169 huruf n kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dan meminta periode Wapres tidak dibatasi. Tidak berselang lama, JK yang disebut-sebut sebagai King Maker dalam Pemilu 2019 mendatang, justru mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam perkara tersebut –agar bisa menjadi cawapres untuk ketiga kalinya–. Lalu bagaimanakah nasib gugatan JK itu sekarang?

Ternyata gugatan JK ke MK tersebut diprediksi akan gagal. Sebab, hukum acara Mahkamah Konstitusi (MK) akan memakan waktu. Sementara batas pendaftaran capres-cawapres jatuh pada tanggal 10 Agustus 2018. Itu artinya, hanya tersisa 3 minggu saja bagi MK untuk memutuskan perkara tersebut. Mungkinkah putusan itu bisa diketok dengan waktu semepet itu?

Sementara menurut ahli perundang-undangan, Dr. Bayu Dwi Anggono, tahapan perkara tersebut masih dalam tahap pemeriksaan pendahuluan. Sementara tahapan persidangan selanjutnya masih sangat panjang dan tiap-tiap tahapan membutuhkan waktu.

Apalagi saat ini MK juga sedang menyidangkan sengketa pilkada yang dikejar-kejar waktu. Sedangkan sengketa pilkada ini diatur ketat yang jangka waktu penyelesaiannya telah diatur di dalam UU Pilkada.

Berdasarkan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2018 tentang Persidangan MK, sebuah gugatan agar dapat diputuskan oleh MK, membutuhkan runtutan sebagai berikut:

1. Sidang Panel (tiga hakim MK)

Di dalam sidang ini terdapat sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang perbaikan permohonan, dan sidang pokok permohonan dan atau pengesahan alat bukti. Dalam praktiknya, biasanya membutuhkan 3-4 minggu untuk diputuskan.

2. Rapat Panel

Tiga hakim akan rapat untuk menentukan apakah materi gugatan layak naik ke sidang pleno atau tidak.

3. Sidang Pleno (minimal 7 hakim MK)

Dalam sidang ini, hakim mendengar keterangan dari para pihak, keterangan para ahli, serta pengesahan alat bukti. Bila ahli ternyata dibutuhkan lebih dari satu sedangkan waktunya tidak cukup disampaikan dalam satu kali sidang, maka sidang akan ditambah. Jangka waktu untuk sidang ini menjadi kewenangan mutlak MK.

4. Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)

Setelah RPH membuat keputusan, kemudian dibuat draf untuk minutasi putusan.

5. Minutasi Putusan

Dalam praktiknya, pengetikan putusan tidak dibatasi waktu. Ada yang hanya 3 minggu, ada pula yang sampai 1 tahun lebih.

6. Sidang Pembacaan Putusan

Memang agak panjang waktu yang dibutuhkan oleh MK untuk memutuskan sebuah perkara. Lalu kira-kira bagaimana JK menghadapi manuvernya dengan waktu yang hanya sedikit tersebut? Apakah langsung berputus asa?

Banyak pihak yang menyayangkan sikap JK mendaftarkan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut.

Dr. Bayu Dwi Anggono termasuk yang menyayangkan sikap JK, karena hal tersebut justru menurunkan kualitas kenegarawan JK. Bayu menganggap yang dilakukan JK semakin mengkonformasi dugaan  bahwa nafsu berkuasa memang seringkali menumpulkan atau bahkan mematikan logika dan rasionalitas seseorang.

Sedangkan Sudirman Said berpendapat, wajar bila JK menerima permintaan menjadi pihak terkait. Namun Sudirman yakin, bukan JK yang berada di balik gugatan Perindo tersebut. Ia menganggap sikap JK sebagai bentuk keberpihakan dalam menjaga kemapanan demokrasi saja. Meski begitu, Sudirman juga menyinggung tentang regenerasi negarawan  muda untuk menjaga bangsa dan kemapanan aturan.

Yang tidak pernah absen untuk berkomentar, Fahri Hamzah, menyatakan tidak setuju jika JK maju lagi. Ia menganggap JK tidak lagi bermanfaat untuk perjuangan kelompok Islam. Seharusnya JK memberikan kesempatan kepada calon-calon muda untuk menjadi cawapres.

Fahri juga menduga ada kepentingan Jokowi dalam gugatan Perindo tersebut. Bisa jadi Jokowi pusing menghadapi permintaan partai lain yang semuanya memiliki calon. Selain itu, Fahri juga menilai, JK saat ini lebih jinak dibandingkan saat masih bersama SBY. Fahri menduga, jinaknya JK ini justru dimanfaatkan oleh Jokowi sebagai simbolik saja.

Jadi Pak JK, kira-kira keputusan apa yang akan Bapak ambil sekarang? Haruskah terus maju dan dianggap menghalangi regenerasi? Ataukah mencukupkan diri saja, lalu kembali ke mimpi awal untuk bersantai dan mengurus cucu?

Tapi ngomong-ngomong, Pak JK juga sih, kok mepet banget kalau mau mengubah aturan. Harusnya kan keputusan yang sepenting dan sebesar itu dilakukan jauh-jauh hari~ (A/L)

Exit mobile version