Jalan Firli Bahuri Menjadi Ketua KPK Mulus Banget Kayak Tol

MOJOK.CODi luar, sejak baru menjadi calon pimpinan Firli sudah dihujani kontroversi dan penolakan. Oleh Komisi III DPR RI yang memilihnya sebagai ketua KPK 2019-2023 dengan suara bulat, ia dimandikan dengan tepuk tangan dan pujian.

Tanpa debat (yang mana sangat nggak DPR banget), dilakukan di tengah hujan deras kritikan, dan dilakukan lewat rapat yang digelar tengah malam, Komisi III DPR RI resmi memutuskan Kapolda Sumatra Selatan Firli Bahuri sebagai ketua baru KPK untuk periode 2019-2023.

“Berdasarkan diskusi, musyawarah dari seluruh perwakilan fraksi yang hadir menyepakati untuk menjabat Ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua adalah saudara Firli Bahuri,” ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin seperti ditulis oleh Kompas. Adem betul ya melihat anggota DPR bisa kerja cepat dan rajin berangkat seperti ini demi ketua baru KPK. Selanjutnya UU PKS bisa rampung cepat juga, nih. Ya, kan, Bapak dan Ibu Dewan Terhormat?

Jalan Inspektur Jenderal Polisi Firli Bahuri (55 tahun) menjadi ketua KPK sangat mulus. Kontroversi yang mengiringi cuma seperti rambu stop di tongkrongan ojol. Tak bisa menjadi penghambat apalagi penghalang.

Kontroversi pertama yang muncul ke publik adalah ketika wakil ketua KPK saat ini, Saut Situmorang, dicegat oleh sejumlah anggota Wadah Pegawai (WP) KPK dan dibawa ke sebuah ruangan tertutup. WP meminta Saut untuk mengumumkan pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Firli Bahuri.

Dilansir oleh CNN, saat itu tanggal 10 September 2019, setelah berdiskusi selama beberapa waktu, Saut akhirnya melunak dan mau mengumumkan pelanggaran etik ketua KPK yang baru saja diumumkan DPR.

Namun, esok harinya, 11 September 2019, Saut berubah sikap. Dia baru mau mengumumkan pelanggaran Firli hanya jia didampingi oleh Febri Diansyah, Jubir KPK.

Setelah menunggu hingga petang, Saut akhirnya mengumumkan pelanggaran etik Firli. Kesimpulan itu diperoleh setelah Direktorat Pengawasan Internal KPK menyelesaikan pemeriksaan yang dilakukan sejak 21 September 2018. Hasil pemeriksaan disampaikan kepada Pimpinan KPK tertanggal 23 Januari 2019.

Dua hari kemudian, pada 13 September 2019, Jumat dini hari lebih tepatnya, lewat voting, Komisi III resmi menyatakan Firli Bahuri sebagai ketua KPK. Firli akan ditemani oleh empat pimpinan lainnya.

Mereka adalah Alexander Marwata, wakil ketua KPK petahana; Lili Pintauli Siregar, sebelumnya Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Nawawi Pomolango, hakim pengadilan tinggi; dan akademisi Nurul Ghufron. Kelima pemimpin lembaga antirasuah ini mendukung sepenuhnya atau sebagian revisi UU KPK.

Hanya selang beberapa jam setelah Firli Bahuri resmi menjadi ketua, pada Jumat (13/9) pagi, Saut Situmorang mengumumkan pengunduran diri lewat surat elektronik yang dikirimkan ke semua pegawai. “Saudara-saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK-terhitung mulai Senin 16 September 2019,” tulis Saut seperti dikutip CNN.

Menyusul Saut, Penasihat KPK, Mohammad Tsani Annafari menyatakan akan mundur. Mohammad Tsani mengaku tak ingin bekerja untuk lembaga yang integritas pimpinannya meragukan.

“Yang pasti saya tidak mau menjadi kaki tangan atau melayani orang-orang yang saya tidak bisa yakni integritasnya dan juga saya tidak yakin agenda-agenda pemberantasan korupsinya. “Saya akan bekerja dengan pimpinan (yang saat) ini, bahu membahu dengan seluruh insan KPK yang di dalam sampai sebelum tanggal pelantikan pimpinan yang baru,” kata Tsani.

Mundurnya Saut dan Tsani adalah bentuk protes. Mengiringi protes yang juga dilakukan oleh 500 pegawai KPK. Masalah pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Firli Bahuri menjadi sebab.

Meski mendapat banyak penolakan, seperti jalan tol, jalur Firli Bahuri lolos berbagai tahapan uji sangat mulus. Padahal, sejumlah pelanggaran dilakukan Firli. Pertama, Firli dua kali bertemu TGB, Gubernur NTB, ketika KPK menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.

Tsani mengungkapkan, Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan. Kedua, Firli bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar.

Saat itu, Bahrullah akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo terkait kasus suap dana perimbangan. Tsani mengungkapkan Firli Bahuri didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK. Ketiga, Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Rekam jejak yang sungguh wangi. Sampai-sampai gemuruh tepuk tangan anggota DPR membahana ketika Firli resmi menjadi ketua KPK. Semuanya disepakati secara lancar, mulus seperti jalan tol. Hasil pemungutan suara dini hari itu: Firli (56 suara), Alexander Marwatta (53 suara), Nawawi (50 suara), Lili (44 suara), serta Nurul (51 suara).

Tak hanya disambut tepuk tangan, Firli Bahuri juga dimandikan dengan pujian dari anggota Komisi III DPR RI. Anggota Fraksi PAN, Wa Ode Nur Zainab menyanjung gagasan Firli yang mengutamakan pencegahan dan pembangunan sumber daya manusia.

Fraksi PKB juga tak mau ketinggalkan memandikan Firli Bahuri dengan pujian. Anggota Fraksi PKB, Anwar Rachman menyindir konflik internal yang dia cap sebagai pembangkangan. Anwar tidak terima pegawai yang digaji negara mengolok-olok DPR, presiden, dan menteri. Dia meminta Firli Bahuri menindak semua pegawai yang membangkang.

“Kami dari PKB terus terang akan mendukung Pak Firli apabila, pertama, menyelesaikan konflik di KPK, baik konflik antarpimpinan, konflik antarpegawai dengan pimpinan. Pak Firli harus bisa menyelesaikan, kalau nggak sanggup kami nggak akan dukung Bapak jadi pimpinan KPK,” kata Anwar Rachman.

Selamat ya, Pak Firli Bahuri dan Bapak/Ibu Dewan. Namun ingat, seperti kata Oce Madril, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM, menilai DPR bisa digugat saat memilih sosok bermasalah jadi petinggi KPK.

Keputusan pengangkatan Firli Bahuri dan empat pimpinan ini berisiko digugat. DPR tidak mengindahkan ketentuan Pasal 29 UU KPK, bahwa pimpinan tidak pernah melakukan perbuatan tercela, cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik.

“Keputusan itu melanggar syarat yang ada di Pasal 29 di UU KPK. Jika ada pimpinan yang terpilih tidak memenuhi syarat bisa saja ada orang-orang yang memperkarakan itu ke jalur hukum, jadi ini risiko hukum yang akan dihadapi,” kata Oce. Bakal ramai, nih….

(yms)

 

BACA JUGA Surat Terima Kasih Untuk DPR dan Jokowi Atas Revisi UU KPK atau tulisan rubrik KILAS lainnya.

Exit mobile version