Fokus Pemerintah Terus Berubah-Ubah, dari Ekonomi-Kesehatan, Kesehatan, dan Balik Lagi ke Ekonomi-Kesehatan

MOJOK.CODari fokus ke ekonomi-kesehatan, kesehatan, dan kembali lagi ke ekonomi-kesehatan 

Salah satu aktivitas yang paling melelahkan di masa-masa sekarang ini boleh jadi adalah mendengarkan pidato Presiden tentang penanganan pandemi corona. Bukan apa-apa, namun dalam beberapa waktu terakhir, pernyataan-pernyataan Presiden memang terus memberikan arah yang berubah-ubah dan terkesan mencla-mencle.

Pada akhir Juni lalu, misalnya, Jokowi menyatakan bahwa pemerintah menggunakan metode rem dan gas dalam menangani pandemi. Metode ini mengacu pada keseimbangan kepentingan ekonomi dan kesehatan.

“Dalam mengelola manajemen krisis ini, rem dan gas ini harus betul-betul seimbang,” terang Jokowi saat itu. “Tidak bisa kita gas di urusan ekonomi, tetapi kesehatannya menjadi terabaikan. Tidak bisa juga kita konsentrasi penuh di urusan kesehatan, tetapi ekonominya menjadi sangat terganggu.”

Imbasnya, pemerintah kemudian dinilai setengah hati dalam menghadapi pandemi karena masih dianggap masih terlalu mempertimbangkan kepentingan ekonomi.

Per tanggal 3 September lalu, jumlah penambahan angka positif harian corona selalu di atas angka 3 ribu. Jumlah total kasus positif per hari ini pun sudah tembus 200 ribu kasus, tepatnya 200.035. Tentu saja itu jumlah yang sangat mengkhawatirkan. Butuh 5 bulan untuk mencapai 100 ribu kasus pertama dan hanya butuh 1,5 bulan untuk menambah 100 ribu berikutnya.

Hal tersebut tampaknya cukup mengubah pemikiran pemerintah terkait metode yang mereka pakai. Pemerintah pun kemudian mulai terang-terangan akan fokus pada kesehatan dan tak lagi membagi fokus penanganan pada sektor ekonomi. Hal tersebut dikatakan oleh Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna untuk Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi Tahun 2021 yang disiarkan secara langsung di akun Youtube Sekretariat Presiden pada Senin, 7 September 2020.

“Kunci dari ekonomi kita agar baik adalah kesehatan yang baik. Kesehatan yang baik akan menjadikan ekonomi kita baik. Artinya fokus kita tetap nomor satu adalah kesehatan,” terang Jokowi. “Sekali lagi saya ingin perintahkan jajaran komite penanganan covid dan pemulihan ekonomi, menkes, TNI/Polri, betul-betul agar yang berkaitan dengan urusan covid menjadi fokus kita, ekonomi akan mengikuti. Jangan sampai kita urusan kesehatan, urusan covid belum tertangani dengan baik, kita sudah men-starter, restart di bidang ekonomi. Ini sangat berbahaya.”

Namun pada akhirnya, omongan tinggallah omongan. Harapan para ahli dan epidemiolog yang sempat mengira pemerintah akan benar-benar melakukan pengetatan yang serius seiring dengan pernyataan presiden yang akan mengutamakan kesehatan alih-alih ekonomi ternyata bertepuk sebelah tangan.

Kini pemerintah secara terang-terangan menyatakan akan kembali mencari titik keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi.

Hal tersebut disampaikan oleh Jokowi melalui sebuah video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden mengenai strategi penanganan Covid-19 pada Minggu, 4 Oktober 2020 kemarin.

“Saya paham masih banyak tantangan, namun tidak sedikit yang telah kita kerjakan. Singkatnya, strategi pemerintah sejak awal adalah mencari titik keseimbangan,” terang Jokowi, “Jika kita korbankan ekonomi, sama saja kita mengorbankan puluhan juta orang. Ini bukan opsi yang kita ambil, kita harus cari keseimbangan yang pas.”

Pernyataan Jokowi tersebut tentu saja sangat membingungkan, sebab ia seakan menghapus pernyataan Jokowi sebelumnya tentang fokus pemerintah terhadap kesehatan masyarakat.

Kebijakan lockdown yang sempat disarankan berulang-ulang oleh para epidemiolog pun kemungkinan besar tak akan diambil oleh pemerintah.

“Tidak perlu sok-sok-an akan me-lockdown provinsi, me-lockdown kota, atau me-lockdown kabupaten, karena akan mengorbankan masyarakat. Kita serius mencegah wabah supaya tidak meluas,” ujar Jokowi.

Ah, selayaknya angin, pemerintah pun mudah sekali berubah arah.

jokowi

BACA JUGA Epidemiolog Usulkan Indonesia Lockdown Demi Menekan Angka Penyebaran Corona dan artikel KILAS lainnya. 

Exit mobile version