Dampak Sandiaga Uno Nyapres pada Nasib Kami

MOJOK.COBerbagai deklarasi capres dan cawapres makin tidak masuk akal bagi orang awam. Tapi, kalau sampai Sandiaga Uno nyalon juga, mungkin nasib kami tak akan lama lagi.

“Sewaktu saya naik bus jalur 15 pulang sekolah, ada penjual koran masuk bus langsung menawarkan korannya. Karena tidak laku, penjual itu turun sambil teriak: ‘Koran, koraaaaan, siapa lagi yang tidak mau beliiiii.’”

Kedaulatan Rakyat yang merupakan koran tertua di DI Yogyakarta punya satu rubrik legendaris. Namanya “Sungguh-Sungguh Terjadi”. Kisah di atas adalah salah satu yang pernah dimuat di rubrik tersebut. Kiriman Dimas Pangesta, siswa SMP Taman Dewasa Jetis, Yogyakarta, tayang pada edisi 1 Februari 2011.

“Sungguh-Sungguh Terjadi” atau SST diletakkan di halaman terdepan KR, begitu koran itu biasa disebut. Walau posisinya nyempil di pojok bawah, pembaca yang sudah mengenal KR justru membacanya paling pertama sebelum masuk ke headline dan berita lain-lain.

Sebagaimana namanya, kisah yang dimuat di SST adalah cerita kiriman pembaca yang pendek saja, tapi lucu dan kadang sulit dipercaya. Walau begitu, sekonyol dan setidak masuk akal apa pun cerita di sana, nama rubriknya sendiri terus meyakinkan pembaca bahwa kisah-kisah bukan fiksi apalagi fiktif.

Saking legendarisnya rubrik ini, sampai muncul guyonan: semua tulisan di KR bohongan, yang nyata cuma “Sungguh-Sungguh Terjadi.”

Kisah lain yang pernah dimuat di SST misalnya ini.

“Di Desa Tanjungsari, Kec Wanasari, Kab Brebes ada anak gemar makan kertas, oleh teman-temannya dijuluki ‘manusia pemakan kertas’. Bila minta makan kertas, ibunya selalu menyediakan buku tulis baru, yang olehnya langsung dimakan habis seketika.” (Kiriman Ekadila Kurniawan, Jalan Raya Barat Pos No. 13, Ajibarang, Banyumas, Jateng.)

Siapa pun yang awalnya punya ide menciptakan rubrik itu, SST jelas punya tempat di hati pembaca. Ampuh membuat tersenyum sebagai selingan ketika berita-berita nasional dan lokal malah bikin frustrasi.

Resep sejenis juga berlaku di koran lain. Di Kompas, ada rubrik cerita lucu bernama “Kawat Sedunia”. Konsepnya juga cerita pendek yang konyol dan nyata. Bedanya, yang dimuat Kompas adalah berita-berita unik dari berbagai negara.

Rubrik-rubrik model begini jelas belum bisa ditandingi rubrik mana pun di media online. SST cuma KR punya. Dan setan alas memang, ketika media online termasuk Mojok perlu menggoreng tulisan dengan judul-judul clickbait (yang sungguh, ini dilakukan dengan terpaksa), rubrik SST tanpa memakai judul pun pembacanya tetap membludak.

Mengikuti berita seminggu terakhir ini membuat saya teringat SST. Sampai-sampai saya berkesimpulan, sebenarnya berita-berita yang berseliweran di media online hari ini sebenarnya SST semua saking lawaknya.

Misalnya ketika membaca liputan tentang betapa sulitnya Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2018.

Dulu, saban Ujian Nasional, kita akan menemukan berita tentang siswa yang menangis histeris atau pingsan. Kalau perlu bikin, sekolah bahkan akan membuat acara doa dan tobat massal. Tapi, tahun ini benar-benar berbeda. Menghadapi ujian yang bikin berkeringat dingin, siswa se-Indonesia justru mengungkapkan rasa frustrasi mereka dengan bikin pelesetan viral di media sosial.

@emilhanif: pak tadi saya ke sekolah niatnya mau ngerjain soal mtk, kok malah jadi soal mtk yang ngerjain saya?

@umahhoudini: Waduh pak dadu di kocok 600 kali . Itu tangan atau blender?

@rfaelzlkn: WOI PAK GIVE AWAY NILAI DONG.

Saya curiga, komen terakhir itu siswa yang nyambi buka online shop.

Bukan cuma berita UNBK, mulai dari berita selebritas, berita daerah, sampai politik nasional, semua mencerminkan kisah-kisah ala “Sungguh-Sungguh Terjadi”.

Terutama memang berita politik. Ceramah Pak Amien Rais yang menyebut partai Allah dan partai setan, contohnya. Itu kan kalau dibikin jadi cerita SST bisa jadi seperti ini.

“Di Indonesia, pemilu yang masih setahun lagi sudah bikin pusing KPU. Setelah Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia awalnya dinyatakan tidak lolos verifikasi dan ujung-ujungnya lolos juga, muncul Partai Tuhan dan Partai Setan yang mendaftar juga nggak, apalagi mengumpulkan KTP anggota, tahu-tahu kok sudah jadi partai. Kalau benar dua partai ini akan ikut pemilu, lalu siapa juru kampanyenya? Roy Kiyoshi?”

Berita lain yang tidak kalah lawaknya datang dari jagat capres dan cawapres.

Hingga awal 2018, calon kuat presiden Indonesia di pemilu 2019 hanya dua nama. Jokowi dan Prabowo. Walau bukan hal baru, sontak dua nama ini mengulang lagi dan lagi perseteruan dua kubu cebong dan kampret yang memang sudah memanas sejak 2012. Benar-benar mengulang kayak kaset kusut.

Menariknya, kemudian muncul nama-nama medioker yang ingin ikut berkontestasi di pemilu 2019, tapi tidak cukup pede mengumumkan diri sebagai kandidat capres. Perlu saya sebut namanya? Tidak? Sebut aja ya, ya, ya? Tidak, tidak, tidak? Bisa jad—halah, malah jadi kuis.

Ya, tidak lain dan tidak bukan si bapak yang balihonya bikin mendung itu.

Ketika Cak Imin menyatakan diri sebagai cawapres frustrasi yang mau jadi wakil siapa saja capres yang mau menggaetnya, orang berpikir, apakah ini yang namanya guyonan cawapres berdikari?

Tapi, rupanya kenekatan Cak Imin bukan sebatas buang-buang duit pasang baliho. Ia selangkah lebih nekat lagi ketika minggu lalu memutuskan membuat deklarasi: Jokowi-Cak Imin untuk capres-cawapres 2019 dengan slogan JOIN.

Posko relawannya bahkan sudah dibikin, saudara-saudara.

Jangan-jangan JOIN ini satire? Atau kata SpongeBob, ironi di atas ironi? Bagaimana tidak, wong Jokowi-nya sendiri bahkan nggak join di dalam JOIN.

Sudah cukup gila? Belum. Setelah JOIN terbentuk, justru muncul kelompok lain yang membuat deklarasi baru.

Sabtu dan Minggu kemarin, kelompok Pro-1 dan Forum Komunikasi Ustazah (Fokus) membuat deklarasi mendukung Jenderal Gatot Nurmantyo berpasangan dengan Cak Imin sebagai capres dan cawapres 2019.

Kedua deklarasi tersebut tidak dihadiri baik oleh Pak Gatot maupun Cak Imin sendiri.

Sementara Cak Imin dan kelompok-kelompok tersebut sibuk membuat deklarasi, Gus Romy Ketua PPP yang belum pede untuk semasif Cak Imin membuat baliho turut turun gelanggang, membuka front baru. Ia melempar wacana bahwa ada kemungkinan Jokowi akan berpasangan dengan Prabowo sebagai capres dan cawapres 2019.

“Mungkin saja,” komentar Puan Maharani, menteri yang pernah menyarankan warga miskin menghadapi harga beras mahal dengan cara diet nasi itu.

Sungguh, berbagai peristiwa tak masuk akal tapi sungguh-sungguh terjadi belakangan ini sebenarnya bikin Mojok minder untuk tetap bertahan sebagai situs web yang dikenal dengan tulisan-tulisan satire. Dasar tukang rebut lahan orang, berita politik sekarang malah jadi tak kalah satirenya. Apalagi setelah melihat Zulkifli Hasan ikut bertebaran balihonya, padahal beliau sudah dikatai “Not funny” oleh aktor Indiana Jones Harrison Ford. Kok malah ter-encourage buat semakin ngelawak sih?

Semua satire ini akan semakin tidak tertahankan kalau sampai muncul kabar Sandiaga Uno maju pilpres 2019. Sebagai capres atau cawapres, sama saja. Daripada kalah lucu, lebih baik kami tutup lagi.

Bye!

Exit mobile version