Aku Susah Punya Pacar karena Tubuhku Gemuk

kenapa kita semua selalu terlambat

Tanya

Sebelumnya saya ucapkan selamat entah pagi, entah siang, entah sore, atau entah malam ketika Kak Agus dan Kak Prim membaca curhatan absurd saya ini. Saya harap, meski tidak dimuat di Mojok, tapi tetap ada balasan, hehe. Saya juga minta maaf kalau curhatan saya ini mbulet dan bertele-tele.

Sebut saja saya Geje karena memang saya nggak jelas, nggak menarik apalagi cantik. Saya seorang cewek overweight (kurang lebih 80 kg, guede buanget kan) yang saya rasa ini sudah bawaan sejak lahir soalnya di keluarga saya banyak yang senasib juga.

Sejak dulu, saya selalu bermasalah dengan kondisi fisik yang begini. Saya menjadi tidak percaya diri dalam banyak hal. Saya selalu merasa kalau saya ini berbeda dengan teman-teman saya yang lain, yang kurus, apalagi yang cantik. Jujur saja, saya selalu iri dan sakit hati dengan orang-orang yang bisa memaki saya dengan seenaknya. Why everyone blames me for eating much food, for sleeping in long time, for having less gym? Padahal mereka bisa dengan sesuka hati males-malesan dan makan apa pun. Mereka tidak pernah tahu rasanya jadi saya yang sebenarnya juga nggak pengin kayak gini.

Well, saya memang belum pernah mencoba diet ketat sampai benar-benar berhasil karena memang saya belum punya motivasi yang cukup. Terkadang saya berpikir, apakah dunia ini tidak menyediakan tempat bagi orang yang benar-benar tulus dan berkualitas tetapi secara fisik tidak good looking?

Karena nyatanya, meski saya sudah belajar mati-matian dan berusaha baik ke semua orang, tapi mereka justru hanya memanfaatkan saya. Mereka tidak pernah benar-benar mau berteman dengan saya karena saya memang tidak menarik di mata mereka. Sering saya merasa bahwa beberapa teman saya bersikap demikian. Oh ya, saat ini saya berusia 20 tahun dan kuliah di salah satu PTN di Jawa Timur.

Oh ya, nambah satu lagi ya, hehe. Permasalahan fisik saya ini berdampak juga pada asmara saya. Menurut Kak Agus dan Kak Prim, normal nggak sih di usia yang sudah kepala dua ini saya nggak pernah sama sekali pacaran dan dekat dengan cowok secara serius?

Saya merasa penyebabnya ya karena kondisi fisik saya yang begini. Bullshit banget tahu nggak sih kalau cowok bilang menyukai cewek tidak memandang segi fisik, tapi melihat hati dan kualitas diri. Karena nyatanya, semua cowok cuma suka sama cewek-cewek langsing yang cantik.

Saya beberapa kali suka sama cowok, tetapi selalu berujung patah hati sepatah-patahnya karena mereka tidak pernah memandang saya. Saat ini saya takut banget buat suka sama seseorang karena menurut saya, menyukai seseorang sama halnya menyiapkan diri untuk dipermalukan di hadapan mereka. Saya  merasa tidak berhak merasakan jatuh cinta karena jatuh cinta hanya diperuntukkan bagi mereka yang cantik dan langsing.

Di sisi lain, saya sering merasa sepi juga. Kadang saya berangan-angan punya seseorang yang selalu mendengarkan curhatan saya, sekadar ngajak ngobrol, jalan dan nonton, nyemangatin pas hampir gila gara-gara tugas, dsb. Jujur, saya juga pengin merasakan berantem sama pacar, mengontrol ego untuk menerima perbedaan dengan pacar, ngambek ke pacar, ya seperti yang dirasakan sama cewek-cewek seusia sayalah. Saya belum pernah merasakan kayak gitu, huhuhu.

Konon kecantikan fisik itu bukan jaminan, tapi nyatanya kecantikan hati dan kualitas diri tidak pernah dianggap penting oleh cowok. Oh iya lagi, sebelum saya ngirim surel ini, saya membaca tulisan di Mojok tentang jomblo yang depresi sampai melakukan hal “edan”: menyiram berbagai tempat ibadah dengan air seni. Mojok mengungkapkan kalau seseorang menjadi jomblo karena empat hal, tapi di dalamnya tidak ada poin jomblo karena nggak cantik dan nggak menarik. Padahal itu yang saya rasakan, hiks. Tolong beri saya pencerahan Kak Agus, Kak Prim.

~ Geje di M.

Jawab

Geje sayang di M.,

saya punya teman lelaki sangat percaya diri dalam segala suasana kecuali satu, ketika sendirian di tempat yang ia anggap mewah.

Ia tidak pernah cerita soal keminderannya itu, tetapi saya sebagai temannya pernah mendengar dan menyaksikan sendiri sehingga saya menyimpulkan demikian.

Teman saya ini memang lahir dari keluarga tidak berada, walau dari ceritanya, keluarganya sangatlah ceria dan bahagia. Mungkin waktu kecil dia tidak punya tivi untuk nonton Keluarga Cemara sehingga lupa bahwa ada lirik yang bunyinya, “Harta yang paling berhargaaa… adalah keluargaaa.”

Selepas lulus dari SMA yang biasa-biasa saja, teman saya ini kerja serabutan. Mulai dari jaga warnet, hampir jadi sales tuksedo, sampai (juga nyaris jadi) tukang parkir mal.

Sekarang, ia hidup dengan ekonomi lebih baik. Penghasilannya dari menulis dan menjadi pembicara sudah lumayan untuk ngambil KPR. Ia juga sudah bisa membalas dendam kepenginan masa kecilnya yang dulu tidak pernah kesampaian. Misalnya, memakai odol merek Close Up atau membeli snack sepuasnya.

Dia juga bisa dibilang jauh lebih sukses dari teman-teman lain yang punya latar belakang keluarga lebih berada. Dia terkenal dan sudah menulis beberapa buku dengan namanya sendiri, hal yang banyak teman belum bisa lakukan.

Suatu hari, ia cerita kalau ia habis makan dengan pacarnya di Pizza Hut. Katanya, saking takutnya kelihatan norak, ia sampai tidak berani ambil sambal dan saos sendiri.

Di kali lain, saya dan dia janjian bertemu di sebuah kafe yang lumayan mewah di Jogja. Ini jenis kafe yang daftar menunya pakai bahasa Inggris dan bangunannya berkonsep industrial dengan dinding-dinding kaca transparan.

Kebetulan ia datang duluan. Lewat WA saya bilang, “Kamu masuk dulu aja, aku masih di jalan.” Tapi, ketika saya tiba di sana, ia justru sedang menunggu di seberang kafe itu.

Ngopo kok ora mlebu?” Kenapa nggak masuk, tanya saya.

Aku isin.” Malu, dia bilang.

Nama teman saya yang menjawab “aku malu” itu Agus Mulyadi. Selebritas media sosial dengan 33.326 follower di Facebook, 24.100 di Twitter, pernah masuk Trans TV dan Net., dan bolak-balik jadi pembicara di kampus-kampus besar, serta pernah mengisi acara di Kementerian Keuangan.

Gimana, Mbak, perasaanmu kalau jadi aku ketika mendengar jawaban Agus kayak gitu? Aku ini sarjana lo, lulusan universitas yang masuk 10 besar PTN terbaik di Indonesia, pemimpin redaksi Mojok, tapi paling mentok diundang ngisi acara diklat jurnalistik mahasiswa.

Sampean tahu, aku pernah mengundang Agus rapat dan dia jawab, “Sek, Cik, aku isih syuting.” Congkak betul.

Kalau sampean sama geregetannya dengan saya, Mbak akan bisa paham kenapa saya akan menjawab masalah sampean begini.

Sampean itu kayak Agus. Ruwet sama keminderan sampean sendiri. Padahal, seperti kasus Agus, orang di sekitar sampean tahu, sampean atau Agus itu ruwet sama hal yang orang lain aja nggak memikirkannya. Dan akhirnya, karena ruwet bundet itu, semua masalah sampean hubung-hubungkan sama persoalan fisik yang tidak dibanggakan itu.

Punya teman oportunis? Nadya Hutagalung juga punya, Mbak. Umur 20 belum pacaran? Mbak, teman saya, gantengnya nggak karu-karuan, bodi, intelejensi, harta, semuanya tersedia, orang macam itu punya pacar pertama di umur 28 tahun.

Bahwa cowok nggak semuanya memandang fisik itu benar adanya. Buktinya, masih ada orang yang suka menggunjing teman lain, kok dia mau ya sama si itu, kan nggak cantik. Kok dia mau ya sama ini, kan nggak ganteng. Pergunjingan kayak gitu banyak. Di kantor aja kami kadang masih suka istigfar, kok ya Arman Dhani yang 11-12 sama Baymax itu bisa punya pacar.

Bercanda tentu saja. Tapi serius. Tapi bercanda.

Sudahlah, nggak selesai-selesai kalau saya beberin contoh-contoh bahwa standar cantik dan ganteng orang beda-beda. Itu, masalah utama sampean yang sampean cantumkan sudah saya tebalkan. Bukan gemuk yang jadi masalah, tapi mindernya.

Cobalah sampean membangun karisma sampean sendiri. Karisma sebagai perempuan yang pede, rendah hati, berprestasi, dan disayang calon mertua. Pasti sampean pernah menemukan, ada orang yang secara tampang standar saja, tapi gestur dan karismanya memukau. Dan bagaimana supaya karisma sampean memukau? Bukan dengan kurus, tapi dicuci dan dioles KIT pengilap bodi motor.

Bajingan. Garing banget.

Salam sayang,

~ Cik Prim yang pernah susah punya pacar karena garing

Exit mobile version