Iklan Gedein Penis dan Telat Haid Adalah Wajah Pendidikan Seks di Indonesia

MOJOK.COTempelan iklan gedein penis dan telat haid di tiang listrik pinggir jalan ternyata mengandung unsur pendidikan seks yang cukup intens.

Ada dua iklan yang selalu menarik perhatian saya setiap kali berhenti di perempatan besar di jalan raya. Iklan itu tidak dipajang dalam baliho besar seperti iklan rokok, bakpia, perumahan mewah, atau biro perjalanan umrah.

Dua iklan tersebut biasanya hanya dicetak di kertas HVS dan ditempel di tiang bangjo atau tiang listrik, berebut tempat dengan iklan bekam, iklan bantu skripsi, atau sedot WC. Dua iklan yang saya maksud itu adalah iklan telat haid dan iklan gedein penis.

Iklan telat haid pernah dianggap misterius, tapi tidak dengan iklan memperbesar penis. Bahasa yang digunakan dalam iklan telat haid memang misterius. Ia hanya berisi tulisan TELAT HAID dan diikuti nomor telepon.

Tidak ada penjelasan mengapa jika seseorang mengalami telat haid harus menghubungi nomor tersebut? Itu nomor siapa? Suami, orang tua, dokter, dukun, atau siapa? Tidak jelas.

Penjelasan atas misteri iklan tersebut pernah saya peroleh dari surat pembaca yang dikirim oleh aktivis perempuan. Ia pernah menelusuri nomor-nomor tersebut dan menemukan fakta bahwa angka-angka itu menghubungkan ke penyedia jasa aborsi.

Ya, iklan layanan telat haid ditujukan kepada para perempuan yang tidak menghendaki kehamilan dan ingin menggugurkannya. Segmennya mungkin luas, mulai pengantin baru yang belum siap punya momongan, perempuan yang sedang giat meniti karier, korban pemerkosaan, atau lainnya.

Adapun iklan gedein penis, meski sama-sama singkat tapi tidak terlalu misterius. Iklan itu sudah segera dapat dipahami maksudnya. Semacam modifikasi penis agar ukurannya menjadi lebih gede.

Meski bukan selalu dipandang sebagai aib, memiliki penis kecil kadang mempengaruhi harga diri seorang lelaki. Faktor ini yang banyak mendorong para lelaki memenuhi panggilan iklan untuk menggandakan ukuran penis mereka.

Apalagi gedein penis bukan fenomena khas Indonesia. Sebuah penelitian bahkan pernah membuat rangking warga negara mana saja yang juga gemar dengan modifikasi zakar tersebut. Hasilnya Jerman menempati rangking pertama disusul kemudian oleh Inggris. Indonesia entah nomor berapa, saya lupa.

Adanya hasrat kaum Adam untuk memperbesar penis ini biasanya diasosiasikan dengan simbol maskulinitas.

Premis yang dipercaya adalah menjadi pria perkasa harus punya penis besar. Penis adalah senjata dalam pertempuran purba di mana ukuran senjata dipandang menjadi penentu kemenangan dan keberhasilan dalam pertempuran.

Begitu kira-kira yang dibayangkan, meski para dokter tidak sepakat soal ukuran sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan dalam hubungan seks.

Pemasangan kedua iklan yang sering berdempetan itulah membuat saya merasa heran. Bahwa keduanya ibarat mur dan baut barangkali iya, tetapi kedua iklan itu juga menunjukkan kedalaman ironi karena keduanya saling bertentangan.

Iklan gedein penis sedang mempromosikan keperkasaan, dominasi, dan cara instan untuk meraih kejantanan dengan segera. Sementara iklan telat haid justru seperti hendak mengabarkan tentang akibat buruk dari hasrat dominasi dalam iklan gedein penis di sebelahnya.

Kabar buruk lain juga sering terdengar dari berita-berita tentang tingginya angka kekerasan seksual. Dan akibat kekerasan itu, kita tahu, memiliki buruk yang panjang bagi korbannya. Sayangnya, meski trennya cenderung meningkat tapi kita tidak memiliki pendidikan seks untuk anak yang memadai.

Dalam kurikulum sekolah tidak pernah ada pengajaran soal itu. Seks dianggap bukan urusan sekolah. Mungkin karena pendidikan seks dipahami sebatas urusan persetubuhan.

Bahkan istilah seks itu sendiri sudah menimbulkan resistensi karena selalu diasosiasikan dengan sesuatu yang negatif. Padahal cakupan persoalan seks sangat luas dan terkait dengan persoalan hidup sehari-hari kita.

Persoalan tentang tubuh, rasa aman, tentang pakaian, perjodohan, pernikahan dini, konsep diri adalah sebagian tema yang menjadi bahasan dalam pendidikan seks.

Dengan pendidikan seks anak-anak, sedikitnya, akan memahami tentang tubuhnya sendiri, mengerti pertumbuhan yang dialaminya baik fisik maupun mental. Mereka jadi tahu bagaimana menghargai tubuhnya sendiri dan orang lain.

Karena tidak punya panduan tentang pendidikan seks, anak-anak kemudian mencari sendiri. Jawabannya kemudian ditemukan di Internet, dan sebagian besar jawabannya bakal mengarahkan mereka kepada tayangan pornografi. 

Seks kemudian hadir semata dalam imaji-imaji tentang persetubuhan yang serba-indah, nikmat, dan memesona.

Masalahnya, dalam imajinasi ini, ada banyak hal yang tidak disampaikan. Seperti misalnya: kenikmatan yang mungkin hanya berlangsung 5, 10, sampai puluhan menit itu memiliki efek yang bisa mengubah nasib manusia dalam 5, 10, sampai puluhan tahun ke depan.

Problemnya, ketidakpahaman soal risiko inilah yang kerap kali terjadi dan berakibat fatal.

Soal “efek samping” kayak begini, saya jadi ingat dengan cerita ketika mengikuti sebuah acara TPQ yang dihadiri oleh pegawai KUA. Dalam sambutannya, beliau menceritakan tentang dua acara pernikahan ganjil yang pernah blio hadiri.

Satu perkawinan itu terjadi antara seorang lelaki dengan tiga wanita sekaligus. Perkawinan itu dilaksanakan dengan terpaksa, karena kedua mempelai wanita sudah hamil duluan. Sebenarnya, masih ada perempuan lain yang juga menjadi korban lelaki tersebut. Tetapi orang tuanya tidak sudi punya menantu buaya.

Perkawinan lain terjadi dengan komposisi sebaliknya. Pasangan ini juga terpaksa dinikahkan. Si perempuan sudah hamil, tapi ia tidak yakin benih siapa yang ia kandung di rahimnya. Sebab ia mengaku pernah berhubungan dengan tiga lelaki yang menjadi pacarnya.

Karena tidak mungkin menjadikan ketiga lelaki sebagi suaminya sekaligus, maka ditempuh cara lain. Ketiga pacarnya itu dihadirkan. Lalu berdasarkan kesepakatan keluarga diputuskan wanita itu memilih laki-laki yang diingingkan jadi suami dan bapak dari bayinya kelak.

Sementara itu, kedua laki-laki lainnya diwajibkan membantu semua biaya pelaksanaan pernikahan.

Miris.

Dari sana, saya pikir, risiko itulah yang bisa dibaca dari pemasangan iklan gedein penis dan telat haid pada satu ruang iklan bersama di tiang listrik. Bahwa gedein penis doang tanpa gedein otak, bisa bikin kamu harus memakai jasa di sebelahnya.

Dan mungkin inilah satu-satunya iklan yang berani langsung ngasih tahu efek samping produknya, literally di sampingnya.

BACA JUGA Menguak Rahasia Pelanggan Toko Obat Kuat di Jogja dan tulisan Muhammad Zaid Sudi lainnya.

Exit mobile version