Serupa Hantu, Palu Arit dan Uang Mulai Mengejar Korban-Korbannya

Serupa Hantu, Palu Arit dan Uang Mulai Mengejar Korban-Korbannya

Serupa Hantu, Palu Arit dan Uang Mulai Mengejar Korban-Korbannya

Mendengar Bapak Rizieq Syihab, Imam Besar Front Pembela Islam, bakal menjadi tersangka karena uang dan palu arit, saya jadi teringat hantu.

Puluhan tahun palu arit dijadikan hantu. Untuk mengungkap suatu peristiwa, baik pelik maupun tidak, cara paling mudah dan petama-tama adalah menghubungkannya dengan palu arit. Islam selalu kalah dalam pertarungan pemilu yang demokratis karena ulah palu arit. Banjir menyapu banyak kota juga karena ulah palu arit. Macet mulai menjadi viral dan kesenangan baru bagi kota-kota di luar kota megapolitan pun didesain pengrajin palu arit. Perut kembung dan penyakitan, alih-alih pergi beli obat cacing di warung, malah ngamuk enggak keruan karena ada kiriman palu arit lewat lubang anus.

Takhayul betul.

Nah, itu dia, karena gabungan hantu dan takhayul itulah tak tanggung-tanggung Imam Besar Rizieq Syihab dengan heroisma yang warbyasa bahkan menantang lembaga keuangan terbesar di Indonesia, Bank Indonesia, sebagai agen penyusup palu arit. BI adalah pengedar takhayul dan pemelihara tuyul. Bangsat, BI! Sampah, BI!

Sebagaimana marwah palu arit yang bekerja dalam remang-remang, dalam lipatan-lipatan lembab tersembunyi, tuduhan palu arit di kode-kode uang kertas yang rumit yang dibikin Bank Indonesia seakan suatu temuan jeniyes. Betapa tidak, Imam Besar Rizieq Syihab menjadi penemu terbesar rahasia-rahasia yang warbyasa sulitnya ditemukan orang-orang awam para penghamba uang yang bekerja siang-malam untuk mendapatkan jumlah lembaran ala kadarnya. Ikhtiar penemuan Imam Besar Rizieq Syihab mungkin setara dengan Marcopolo dan James Cook yang menemukan Benua Amerika dan Australia.

Tapi kali ini berbeda. Tahun 2017 jelas berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bukan palu arit yang melakukan pembalasan karena setengah abad lebih dijadikan hantu dan segala penisbahan sampah, melainkan Bank Indonesia. Bank sentral yang bernama De Javasche Bank di zaman Hindia Belanda ini tak terima disebut bersekutu dengan tuyul-tuyul palu arit. Emoh.

Aih, siapa pun tak pernah mau–kapan pun–dinisbahkan dekat-dekat dengan palu arit yang gaib itu. Palu arit adalah hantu, dan siapa mau bersekutu dengan hantu? Bahkan para pemburu hantu di program-program hantu di layar televisi pun setahu saya dari ratusan episode yang sudah mereka buat tak satu pun berani melakukan perburuan hantu palu arit.

Sebagaimana para pemburu hantu di televisi yang ogah memburu hantu palu arit, rezim Bapak Joko Widodo ini pun emoh dong dengan segala tuduhan-tuduhan reseh palu arit. Ngeyel? Jemput dan jebloskan ke penjara!

Semua ingin suci dari palu arit, semua ingin bersih dari palu arit, semua ingin aman dari tato palu arit; bahkan hanya dalam pikiran.

Imam Besar Rizieq Syihab adalah pemburu hantu palu arit yang blak-blakan, setelah Kanda Kivlan Zen tentunya. Ups, lupa, ada juga penulis buku Jokowi Undercover itu. Anda sudah tahu tentunya seperti apa mereka yang terlalu kencang memburu palu arit. Kanda Kivlan ditangkap di bulan akhir 2016 dan Bambang Tri M. awal 2017, sementara Imam Besar Rizieq Syihab bersiap menjadi tersangka.

Akhirul kalam, pesan saya ini, Sob, memburu palu arit itu mesti perlahan-lahan, atau kipas-kipasilah dengan melihat arah angin. Jangan terlalu bersemangart, jangan terlalu reguler, terlalu harian. Contohlah Natal. Pas dan terukur. Sekali setahun. Toh, sebagaimana si Natal, kebutuhan menghantukan palu arit adalah tugas hingga akhir zaman. Simpanlah tenaga.

Hantu palu arit–atau bahkan hantu mana pun–kalau tiap hari digituin, ya, emoh. Ya, ngejar dan mbales!

Exit mobile version