Surat Terbuka Untuk Deddy Corbuzier soal Lucu-lucuan Konspirasi Korona

Surat Terbuka Untuk Deddy Corbuzier soal Lucu-lucuan Konspirasi Korona

Surat Terbuka Untuk Deddy Corbuzier soal Lucu-lucuan Konspirasi Korona

MOJOK.COApa yang mendasari Mas Deddy Corbuzier untuk mengunggah video berjudul “Korona Hanya Sebuah Kebohongan Konspirasi”? Mau buat lucu-lucuan aja?

Apa kabar, Mas Dedy Corbuzier? Semoga selalu dalam lindungan Allah, dan senantiasa dilancarkan monetize-nya dari YouTube.

Four, three, two, one. Close the door!

Nah, hari-hari ini kita senantiasa mencari pembenaran atas apa yang terjadi. Orang-orang saleh percaya bahwa korona adalah tentara Tuhan, mereka yang rindu pada kelestarian alam meyakini bahwa “manusia adalah virusnya”, sedangkan kawan saya yang selalu menyangkut-pautkan pelbagai masalah di alam semesta sebagai dampak dari kentut sapi—yang adalah penyumbang polusi tertinggi—berniat merecoki seluruh peternakan sapi di Indonesia.

Tentu ada banyak spekulasi yang tak kalah ajaib, dan saya kira, itu wajar belaka. Lagian manusia kan emang punya imajinasi tak terbatas dan tak berujung.

Mungkin, di pelosok lain, orang-orang akan menuduh penyebab korona adalah efek berkepanjangan atas hengkangnya Idola mereka, Zara Adhisty, dari JKT48. Selama mereka punya “kecerdasan” otak-atikgathuk dan media yang mumpuni untuk menyebarkan asumsi serampangan itu.

Tapi sayang, mereka bukan Anda, Mas Deddy Corbuzier. Mereka tak punya kecerdasan, dan cara mereka menyebarkan asumsi paling banter ya melalui grup wasap, atau dari gosip tukang sayur ke tukang sayur. Sayangnya, di musim pandemi ini, tukang sayur keliling pun udah mulai jarang keliling.

Semua asumsi itu muncul karena—setidaknya—tiga hal; tak ada transparansi dari pemerintah yang turut mendorong ketidakpercayaan publik, orang-orang sudah kadung panik, dan—ini yang paling berbahaya—memang sudah dari sononya punya passion otak-atik gathuk.

Saya tak tahu, yang mendasari Mas Deddy Corbuzier untuk mengunggah video berjudul “Korona Hanya Sebuah Kebohongan Konspirasi, itu alasan yang mana? Semoga bukan alasan terakhir. Jujur, agak sulit mempercayai sosok yang gemar melabeli personanya, dan orang lain—dalam konteks ini konsumennya di kanal YouTube—sebagai “Smart People”, terjebak pada cocokologi.

Btw, saya bukan Smart People—baik sebagai arti harfiah, atau sebatas konsumen Deddy Corbuzier. Hiya…hiya..hiyaa~

Begini, Mas Deddy. Saya tak akan ambil pusing dengan apa yang Anda ocehkan di kanal YouTube dengan jumlah pelanggan yang melebihi rata-rata UMR di Indonesia itu; 8,5 Juta. Itu hak Anda, lagian orang-orang bisa memilih untuk menonton dan tidak menonton, kan?

Apalagi, kawan berbincang yang Anda undang adalah seorang rapper ternama di Indonesia: Young Lex. Yang mana segala polahnya cukup kompatibel untuk sekadar bercakap-cakap tentang korona dan konspirasi. Apalagi, yang bersangkutan percaya bahwa bentuk bumi itu datar, lengkap sudah. Dokter, akademisi, praktisi, ahli, dan orang-orang yang bergelut di bidangnya tak akan mampu menghadirkan argumentasi yang runut dan logis seperti Young Lex.

Atau, orang-orang tersebut tidak akan mampu menghadirkan sejumlah pengunjung untuk kanal YouTube Anda, dan mereka bukan orang yang tepat untuk itu. Eh~

Anda pernah dengar isu telur rebus di tengah pandemi ini? Di kampung saya, sesaat setelah kabar burung tentang khasiat telur rebus untuk pencegahan korona, para tetangga bertualang mengincar telur. Mereka percaya, itu adalah sejenis pencegahan yang ilmiah.

Kita tahu, hasilnya nihil belaka. Tak ada pembuktian sebutir telur cukup ampuh untuk mencegah sebaran virus. Tetapi setidaknya kita paham, orang-orang begitu mudah percaya ketika mereka cemas. Sama seperti yang Anda bincangkan dengan Mas Young Lex, bahwa “bisnis ketakutan” memang punya pangsa pasar yang menggiurkan.

Dan, dengan logika yang sama, semestinya Anda bisa menarik kesimpulan bahwa unggahan Anda punya dampak yang sama buruknya. Ada 4,5 juta user—ketika saya menulis ini—yang telah menonton video itu, dan jumlah itu akan terus bertambah. Di antaranya, mungkin ada bocah yang belum cukup nalar, para penggemar teori serupa, atau para boomer yang gagap pada teknologi dan informasi.

Di Twitter—atau mungkin di platform yang tak saya ketahui—seseorang telah menceritakan bagaimana mereka yang percaya bahwa korona adalah “Hoaks dan Konspirasi” berulah dan cukup bebal untuk sekadar menjaga diri. Dan ini jadi cukup membahayakan, Mas Deddy.


Mereka bisa aja jadi menolak patuh pada segala anjuran, dan lebih percaya bahwa segalanya adalah siasat dari konspirasi global belaka. Saya tak tahu apakah mereka berpikir begitu setelah menonton video Anda atau nggak, tetapi saya berani bertaruh akan banyak orang-orang yang terbius atau memanfaatkan unggahan Anda, Mas Deddy Corbuzier.

Kita, saya dan Anda, punya tanggung jawab besar berdiri di tengah-tengah mereka, yakni mengedukasi. Anda punya media yang cukup untuk sekadar menyuguhkan konten-konten yang akurat, dan saya—sebagai penulis ala kadarnya—punya kesadaran yang sama.

Tetapi saya tak bisa mengatur apa yang Anda buat, sebagaimana saya enggan diatur. Tetapi, Anda harus siap bertanggung jawab, pada mereka yang mengoceh… “Etdaaah, masih percaya aja sama isu korona, itu kan hoaks dan konspirasi.” Meski Anda akan berdalih mereka salah tangkap, tetapi percayalah, konten Anda rentan disalahgunakan (atau memang sengaja dibikin rentan begitu?).

Dan, sebagai penutup, saya hendak membicarakan dua hal ke Mas Deddy Corbuzier.

Pertama, memang mantap membincangkan konspirasi sembari duduk di ruang ber-AC, dan menerima sejumlah rupiah dari monotize yang menggiurkan untuk itu. Apalagi yang diajak ngobrol adalah ahli konspirasi macam Young Lex. Enak ngobrolnya, enak pula viralnya.

Kedua, sejujurnya saya juga penggemar konspirasi, Mas Deddy Corbuzier. Terutama jika konspirasi ini menyangkut tentang alasan mengapa beberapa tahun terakhir Manchester United bermain begitu buruk rupa. Jangan-jangan semua pemainnya dicolong alien? Atau, ini hanya dampak dari kelakuan elite global saja?

BACA JUGA Simulakra Deddy Corbuzier dan Smart People yang Nggak Smart-Smart Amat atau tulisan Muhammad Nanda Fauzan lainnya.

Exit mobile version