ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Melepas Kuliah demi Menjadi Caregiver di Jepang, Gaji Dua Digit tapi Dicap “Makan Duit Haram” Oleh Tetangga di Rumah

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
17 April 2025
0
A A
Gaji Caregiver di Jepang Besar, tapi Melelahkan dan Penuh Fitnah.MOJOK.CO

Ilustrasi - Melepas Kuliah demi Menjadi Caregiver di Jepang, Gaji Dua Digit tapi Dicap “Makan Duit Haram” Oleh Tetangga di Rumah (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Menyenangkan. Mengharukan. Melelahkan. Tiga hal itulah yang dirasakan Aziza (29) selama menjadi perawat lansia atau dikenal sebagai caregiver di Jepang. 

Dua tahun lamanya, sejak 2018-2020, ia menjadi perawat di sebuah panti lansia Jepang. Setiap hari, ia harus mengurus–menyiapkan makan sampai memandikan para lansia–yang sudah berumur dan memiliki penyakit.

“Kalau ditanya lelah, tentunya lelah, namanya aja kerja. Tapi aku menikmati setiap kegiatan di sana, karena ngasih aku banyak pengalaman,” kata Aziza saat dihubungi Mojok, Rabu (16/4/2025) malam.

“Dan kalau bicara penghasilan, tentu sangat jauh dari yang didapat kalau kerja di Indonesia. Tapi ya namanya orang sukses, pasti ada saja nyinyir dan fitnah tetangga,” imbuhnya.

Rela putus kuliah demi kerja di Jepang

Sebelum menjadi caregiver di Jepang, Aziza adalah mahasiswa. Pada akhir 2017 lalu, ia baru memasuki semester ketiga di salah satu PTS Jawa Timur. Awalnya, meski ada satu-dua hambatan, kuliahnya berjalan lancar. Namun, ketika ia masuk ke semester ketiga, ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia.

Hal itu tak cuma menghancurkannya secara mental, tapi juga ekonomi. Bagi Aziza, akan sangat berdosa baginya kalau menggantungkan hidup kepada ibunya. Sementara ibunya, masih harus menghidupinya dan dua adik yang masih sekolah.

“Dengan berat hati, aku rela mutusin nggak kuliah lagi buat bekerja. Biar yang mencari uang nggak ibu saja,” ujarnya.

Setelah tak kuliah, Aziza ikut ibunya menjadi pekerja rumah tangga (PRT) di rumah orang kaya. Beruntung, ia mendapatkan bos yang baik. Selama kerja di sana, ia mengaku hampir tak merasakan relasi “majikan-pembantu” saking dekatnya dengan pemilik rumah.

Sampai akhirnya, bos Aziza menyarankannya buat mengikuti pelatihan kerja di sebuah lembaga pelatihan kerja (LPK) dengan harapan ia bisa mendapatkan kesempatan yang lebih baik.

“Katanya, aku masih muda, rasanya sayang banget kalau cuma jadi pekerja rumah tangga yang tak terlatih. Makanya aku disuruh ikut pelatihan buat ngasih daya tawar.”

Berangkat ke luar negeri dengan amat berat hati

Aziza menjalani pelatihan kerja selama hampir tiga bulan. Biayanya sangat mahal, yakni hampir Rp20 juta. Untungnya, biaya pelatihan ini bisa dicicil dari gaji bulanannya ketika sudah bekerja nanti.

“Waktu itu rasanya seperti berjudi. Kami benar-benar nggak punya uang. Tapi berbekal janji bakal disalurkan kerja ke luar negeri, ibu meyakinkanku buat ikut aja,” kata dia.

Beruntungnya setelah menyelesaikan program pelatihan, ia benar-benar bakal disalurkan kerja ke luar negeri. Tepatnya menjadi caregiver di Jepang.

Aziza mengaku, saat itu ia amat berat hati meninggalkan ibu dan adik-adiknya. Ada rasa tidak tega harus meninggalkan tanggung jawab di rumah ke tempat yang jauh. Belum lagi, ada nyinyiran-nyinyiran tetangga yang makin mengikis tekatnya.

“Ada yang bilang, ‘orang tua sendiri ditinggal cuma demi ngurus orang tua yang lain’, gitu-gitu. Tapi sekali lagi ibu meyakinkan aku buat berangkat.”

Beratnya jadi caregiver di Jepang, harus memandikan belasan lansia tiap hari

Bagi Aziza, bekerja sebagai caregiver di Jepang adalah pekerjaan yang menguras mental. Bagaimana tidak, ia harus mengurus banyak lansia dengan berbagai karakter dan kebanyakan sudah pikun. 

Tak sekadar menyiapkan makan atau tempat tidur, tapi dia juga harus memandikan belasan lansia setiap harinya.

“Awal-awal itu menjadi hal yang paling berat. Bayangkan saja, kamu menyaksikan orang lain telanjang dan harus memandikannya. Rasanya aneh banget.”

Lama-lama Aziza akhirnya terbiasa juga. Untuk membunuh perasaan sungkannya itu, ia selalu membayangkan sedang mengurus orang tuanya sendiri.

Bahkan, ia pun akhirnya bisa akrab dengan beberapa lansia. Mengurus orang-orang berusia lanjut ini pada akhirnya memberinya pelajaran, bahwa di masa senjanya mereka cuma ingin mendapatkan teman bicara.

Maka dari itu, Aziza menempatkan diri sebagai pendengar yang baik–meski dengan skill bahasa Jepangnya yang belum terlalu sempurna.

“Meskipun ada lucunya. Kebanyakan lansia ini selalu lupa nama aku tiap kali mau kumandiin. Jadi ya nyaris tiap hari kami kenalan ulang.”

Gaji besar, tapi harus siap dihantam gosip miring tetangga

Selain banyak pengalaman berharga, hal lain yang disyukuri Aziza selama menjadi caregiver di Jepang adalah gajinya yang besar. Dalam kurs rupiah, ia mendapatkan gaji Rp12 juta sebulan. Tentunya ini menjadi penghasilan bersih karena tempat tinggal dan makan sudah ditanggung oleh panti lansia tempatnya bekerja.

Alhasil, “utangnya” kepada LPK sudah berhasil dilunasi hanya dalam beberapa bulan saja. Dari hasil kerjanya itu, ia berhasil menghidupi keluarganya, termasuk menyekolahkan kedua adiknya–kini satu di antaranya sudah kuliah.

“Waktu 2020 aku mutusin berhenti, pulang ke rumah karena mau lockdown Covid-19, alhamdulillah tabunganku sudah lebih cukup untuk bikin usaha di rumah,” ujarnya. Kini, bersama calon suaminya, Aziza mendirikan usaha coffee shop di Jawa Timur.

Namun, di balik cerita sukses itu, terselip satu kepiluan. Jujur, Aziza masih sangat sakit hati dengan mulut pedas tetangganya yang kerap melontarkan gosip-gosip miring dan murahan tentang pekerjaannya.

Kalau bagi dia sendiri, ini tak jadi masalah; tinggal tutup kuping saja, katanya. Sialnya gosip-gosip miring ini juga yang selama bertahun-tahun membuat ibunya overthinking soal pekerjaannya.

“Ya gara-gara kerjanya mandiin lansia, orang sini pada mikir macam-macam. Otak mereka ini kebanyakan nonton film porno, sampai nyebar fitnah cuman berdasarkan asumsi mereka aja. Pakai dibilang makan duit haram lah,” kata Aziza.

“Tapi yang namanya hidup ya. Makin tinggi pohon, makin banyak angin yang nerjang.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Kepahitan Kerja di Jepang yang Nggak Pernah Diceritakan Influencer, tapi Masih Lebih Menjanjikan Ketimbang di Indonesia atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 17 April 2025 oleh

Tags: caregivercaregiver di jepanggaji caregivergaji kerja di jepangkerja di jepang
Iklan
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Gaji Caregiver di Jepang Besar, tapi Melelahkan dan Penuh Fitnah.MOJOK.CO
Ragam

Kepahitan Kerja di Jepang yang Nggak Pernah Diceritakan Influencer, tapi Masih Lebih Menjanjikan Ketimbang di Indonesia

18 Februari 2025
Lulus SMK lalu Kerja di LN Lebih Menjanjikan Ketimbang PNS MOJOK.CO
Esai

Pilih Mana: Jadi Lulusan SMA dan Kuliah lalu Kerja Jadi PNS, atau Jadi Lulusan SMK tapi Kerja di LN?

24 Oktober 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Cowok makan kuliner pedas khas Sunda (seblak) diolok-olok. Salahnya di mana? MOJOK.CO

Pahitnya Jadi Cowok Penyuka Seblak: Cuma Mau Makan Pedes tapi Dipandang Aneh dan Dipertanyakan Kejantanannya, Bingung Salahnya di Mana?

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kotak Pandora Politik Terbuka: Gus Romy Ungkap Krisis di PPP

Kotak Pandora Politik Terbuka: Gus Romy Ungkap Krisis di PPP

20 Mei 2025
Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM.MOJOK.CO

Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM Biar Mudah Dipahami

19 Mei 2025
Alumni Unhan RI Jurusan Ekonomi Pertahanan. MOJOK.CO

Kampus di Bawah Kementerian Pertahanan Tak Membuat Saya Menyesal Melepas Beasiswa S2 dari UGM buat Jadi Dosen

24 Mei 2025
Pengusaha di Jogja Kurang Berani Unjuk Gigi dan Terkesan Slow Living, padahal Bisa Ngalahin Jakarta. MOJOK.CO

Pengusaha di Jogja Nggak Berani Pamer dan Terkesan Slow Living, padahal Bisa Ngalahin Orang Jakarta

20 Mei 2025
Modal Dengkul dan Urat, Pak Naryo Bangun Kebun Edukatif yang Bikin Orang Melek Pangan Sehat

Modal Dengkul dan Urat, Pak Naryo Bangun Kebun Edukatif yang Bikin Orang Melek Pangan Sehat

22 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.