Urusan asmara membuat seorang mahasiswa memilih tinggalkan skripsi hingga kuliah berantakan dan berujung DO. Namun akhirnya berujung menyesal karena abikan pesan ibu, sehingga harus menjalani hidup dengan kesusahan.
***
Panggil saja namanya Denden (30-an). Dia enggan disebut nama aslinya. Pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur. Denden mengaku baru mengalami masa sulit karena bisnis toko sayur yang belum lama dia rintis terancam gulung tikar.
Jika merefleksikan kondisi hidup yang dia alami, sering kali timbul penyelasan karena mengingat masa-masa saat menjadi mahasiswa dulu. Sebab, alih-alih mengikuti pesan ibu untuk kuliah sungguh-sungguh, dia malah hanyut dalam urusan asmara yang berujung membuat skripsi dan kuliahnya berantakan.
Abaikan pesan ibu untuk sungguh-sungguh kuliah
Kuliah di Surabaya pada 2016, Denden yang berlatar belakang keluarga agamis sebenarnya mendapat pesan khusus dari sang ibu. Yakni agar dia tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Pacaran saja ibunya melarang karena takut Denden lebih sibuk berkencan ketimbang mengurus kuliahnya.
“Aku ingat, dulu zaman SMP dan SMA, aku ketahuan punya pacar sama ibu. Wah langsung dimarahi habis-habisan, Rek. Diceramahi berjam-jam,” ungkap Denden, Kamis (19/6/2025) pagi WIB.
Tapi Denden memilih abai. Pasalnya, selama pacaran di masa SMP dan SMA, nyatanya sekolahnya baik-baik saja. Tidak terganggu sebagaimana yang sang ibu khawatirkan.
Selama pacaran di masa SMP-SMA pun Denden juga kerap mengalami putus cinta. Tapi rasanya ternyata tidak semenyakitkan ketika pacaran di masa mahasiswa.
Menyusun rencana setelah tuntas sebagai mahasiswa
Sejak semester 3, Denden menjalin hubungan asmara dengan seorang mahasiswi di fakultasnya. Hubungan itu berlangsung hingga setidaknya semester 6.
“Sampai kapan ibu bakal melarangku pacaran? Kupikir aku sudah gede kan,” kata Denden. Toh, Denden masih bisa fokus kuliah. Keberadaan sang pacar tidak mengganggu kuliahnya. Malah justru menyuntikkan semangat.
Kalau diingat-ingat memang geli sendiri. Dulu selama masih mahasiswa, Denden dan pacarnya kerap berangan-angan perihal masa depan mereka setelah lulus kuliah.
Misalnya, kapan akan menikah? Jika sudah menikah bakal kerja sebagai apa? Bakal tinggal di mana? Punya anak berapa? Bahkan membayangkan kehidupan yang hangat sebagai sepasang suami istri.
Intinya, perasaan Denden ke pacarnya sudah terlanjur sangat dalam. Dia bahkan berencana lekas mengenalkan pacarnya ke sang ibu. Siapa tahu, dengan mengenal pacarnya itu, ibunya jadi luluh dan malah mendukung. Pikiran yang sungguh masih sangat kekanak-kanakan kalau kata Denden sendiri.
Saat teman-teman sibuk skripsi, malah berkutat dengan patah hati
Singkat cerita, pada semester 7, hubungan Denden kandas. Pacar Denden tiba-tiba mengajak putus, tapi tanpa alasan yang jelas sama sekali.
“Itu masa-masa habis KKN. Kalau dia kecantol mahasiswa lain saat KKN kan aku nggak tahu,” kata Denden.
Denden waktu itu mengiba-iba agar hubungan mereka dipertahankan. Tapi sang pacar menolak.
Dari situlah kuliah Denden mulai berantakan. Dia galau setengah mati. Kuliah jadi ogah-ogahan. Apalagi saat itu dia memasuki masa-masa mengerjakan skripsi.
Alhasil, di saat teman-temannya sudah mulai sibuk mengurus skripsi, Denden malah berkutat pada patah hati.
Skripsi ditinggalkan, kuliah berantakan, berujung DO
Situasi itu berlangsung secara berlarut-larut. Berkali-kali dia dicari dosen walinya untuk lekas mengurus skripsi. Akan tetapi, Denden tak peduli.
Ibunya juga terus bertanya, sudah mau semester 14 kok kuliah belum beres-beres?
“Aku sempat membentak ibu, malahan. Dia kan menduga kalau kuliahku molor gara-gara sibuk pacaran. Aku langsung nyolot. Wah langsung ibuku lapor bapak. Bapak ngancam nggak bakal kasih uang lagi,” ungkap Denden. Karena bagaimanapun, saat itu Denden memang bergantung penuh pada orangtuanya perihal keuangan.
Entah setan mana yang merasuki Denden waktu itu. Dia mengaku benar-benar tidak berfikir panjang. Hubungan asmaranya berakhir serasa membuatnya hidupnya juga berakhir.
Oleh karena itu, dia los saja ketika meninggalkan skripsi, membiarkan kuliahnya berantakan, hingga akhirnya drop out (DO).
“Sekarang baru sadar, itu 14 semester yang sia-sia. Karena kuliah nggak selesai. Keluar dari kampus sebagai mahasiswa DO, nggak punya ijazah,” tutur Denden.
Naik turun kehidupan
Selepas DO, Denden sempat menganggur lama. Alih-alih lekas mencari kerja, dia merasa perlu menyembuhkan lukanya terlebih dulu. Dia jarang di rumah. Lebih sering keluar kota. Entah untuk naik gunung atau touring.
“Awal-awal agak beruntung. Tanpa ijazah S1 pun aku masih bisa kerja enak waktu itu. Lewat relasi temen pas zaman mahasiswa, aku bisa lah kerja di sebuah kantor provider di Surabaya,” ucap Denden.
Namun karena sistemnya kontrak, ada masa ketika kontraknya habis dan tidak diperpanjang lagi. Sementara relasinya tersebut tidak bisa membantu banyak.
Setelahnya, Denden mengaku menjalani berbagai pekerjaan secara serabutan. Sopir ekspedisi pernah. Satpam perumahan juga pernah. Dengan gaji yang lumayan lah untuk hidup sendiri.
Tapi pandemi Covid-19 mengubah segalanya. Denden kehilangan pekerjaan, membuatnya nganggur cukup lama sebelum akhirnya mencoba peruntungan sebagai driver pesan-antar makanan dari aplikasi oren di Surabaya.
Sisa rasa kecewa di wajah ibu
“Terus 2024 lalu lah, kuputuskan bikin toko sayur di Mojokerto. Gobloknya, aku utang bank. Nggak mungkin aku minta bapak. Dia mesti nggak punya uang banyak,” ujar Denden.
Tapi bisnisnya tersebut berjalan lesu. Terlalu banyak pesaing. Hingga kini terancam gulung tikar.
“Ya bingung mau berbuat apa lagi. Apalagi masih utang di bank,” ucapnya.
Di titik inilah Denden menyesali kebodohannya dulu saat mahasiswa. Hanya gara-gara putus cinta, malah mengorbankan skripsi dan kuliahnya. Akhirnya kini dia repot sendiri.
Sialnya, Denden juga mengaku malas untuk menjalin hubungan lagi. Takut sekali jatuh cinta, terus perasaannya terlanjur dalam. Kalau ditinggalkan lagi, Denden bisa lebih gila dari masa mahasiswa dulu.
“Sementara sekarang kena tekanan dari saudara-saudara dengan pertanyaan, ‘Udah umur segini kok nggak nikah-nikah?’,” katanya.
Di lain sisi, Denden merasa sangat bersalah pada ibunya. Sebenarnya hubungannya dengan sang ibu terasa masih baik-baik saja. Ibunya masih sangat peduli dengan Denden.
Hanya saja, Denden masih bisa melihat sisa-sisa kekecewaan di wajah sang ibu. Jika melihat wajah sang ibu, Denden langsung terngiang-ngiang masa silam: Kala wajah ibu diselaputi amarah dan air mata yang menyiratkan kekecewaan mendalam karena kuliah Denden yang berantakan dan berakhir DO.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Setia Temani Pacar dari Gagal CASN hingga Nganggur Lama, Setelah Jadi ASN Malah Ditinggal Bahagia sama Orang Lain atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan