Lini masa Instagram saya belakangan berisi video gaya pernikahan anggota bela diri pencak silat. Entah dari perguruan SH Terate, Kera Sakti, atau perguruan lain.
Gaya pernikahan tersebut, bagi pengunggah video, memang terkesan unik. Misalnya, di sela-sela resepsi, mempelai pria unjuk kebolehan membelah tumpukan batako (dengan tangan atau bahkan kepala).
Ada juga, karena sepasang pengantin adalah sesama anggota perguruan pencak silat, keduanya memeragakan gerak kembangan di atas pelaminan. Termasuk juga, ketika pengantin tengah berjalan menuju pelaminan, disambut dengan barisan anggota perguruan pencak silat dengan atribut khas mereka memeragakan beberapa gerakan.
Lihat postingan ini di Instagram
Kenapa nikah ala SH Terate jadi olok-olok?
Dari akun-akun Instagram yang melintas di ponsel saya, video-video tersebut justru panen olok-olok dan komentar miring lain. Alih-alih menuai apresiasi.
Sebagai anggota perguruan pencak silat SH Terate, Rudianto (25), mengaku bingung kenapa netizen mengolok-olok gaya pernikahan tersebut. Salahnya di mana? Merugikan orang lain nggak? Toh mereka menikah dengan biaya sendiri, tanpa merepotkan netizen.
“Ada yang komen, kalau aku malu sih nikah model gitu. Lah, yang nikah aja nggak gimana-gimana kok,” ujar Rudianto kepada Mojok, Jumat (20/6/2025) pagi WIB.
Ekspresi kebanggaan atas pencak silat
Rudianto menyebut, pencak silat bagaimanapun adalah seni bela diri asli Indonesia. Baginya, jika ada anggota perguruan pencak silat menikah dengan menyajikan kekhasan dari perguruan masing-masing, itu justru merupakan ekspresi kebanggaan atas seni bela diri asli Indonesia tersebut.
Rudianto memang belum menikah. Namun, pemuda asal Jawa Timur tersebut mengaku beberapa kali mengikuti pernikahan teman-teman sepergurannya di SH Terate yang menyajikan pertunjukan pencak silat.
“Seolah-olah yang boleh begitu hanya polisi, tentara. Pencak silat itu sama halnya misalnya di pernikahan ada pertunjukan kesenian Jawa lain,” ungkap Rudianto.
Rudianto menegaskan, pertunjukan pencak silat dalam pernikahan bukan untuk gagah-gagahan karena label pendekar. Melainkan sebuah ekspresi kebanggaan. Maka, bagian mana yang salah sehingga jadi bahan olok-olok?
Lihat postingan ini di Instagram
Media penyambung silaturahmi
Rudianto tidak memungkiri, bahwa ada saja oknum anggota pencak silat yang menyalahgunakan ilmu bela dirinya. Misalnya untuk tawuran dan sejenisnya.
Rudianto bahkan mempersilakan jika publik hendak melayangkan kritik serius pada konteks itu.
Namun, baginya, tidak wajar saja jika olok-olok justru dilayangkan kepada anggota pencak silat—seperti SH Terate—hanya karena mereka unjuk kebolehan di acara pernikahan sesama anggota perguruan.
“Bikin onar nggak di pernikahan? Kan nggak. Justru itu menunjukkan kalau pencak silat, terkhusus SH Terate, tidak selalu identik dengan keonaran. Malah berupaya menyambung silaturahmi dengan baik,” kata Rudianto.
Selain itu, pertunjukan pencak silat di momen pernikahan juga bisa menjadi medium untuk mengenalkan perihal keberadaan sebuah perguruan.
“Bisa jadi karena tertarik dengan estetika gerakan, ada anak-anak muda yang tertarik join. Satu, itu sebagai upaya agar bela diri khas Indonesia ini bisa tetap lestari, Dua, kalau dia gabung di perguruan dengan lingkungan yang tegak lurus pada falsafah “persaudaraan”, maka dia bisa menjadi semacam agen untuk kedepan mengenalkan: pencak silat itu punya nilai luhur,” sambung Rudianto.
Atraksi SH Terate jadi hiburan masyarakat desa
Apa yang dijelaskan oleh Rudianto diamini juga oleh Baskoro (28), juga anggota SH Terate asal Jawa Timur, bahwa pertunjukan tersebut adalah bentuk ekspresi kebanggaan atas seni bela diri khas Indonesia.
Apalagi, pencak silat punya sejarah panjang dan bersinggungan dengan sejarah perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan.
Saat menikah di usia 26 tahun, artinya belum lama ini, Baskoro juga mengundang teman-teman seperguruannya untuk hadir di acara pernikahannya. Dengan atribut lengkap anggota pencak silat, unjuk kebolehan melalui beberapa atraksi.
Lihat postingan ini di Instagram
“Aku nggak ikut (atraksi). Yang kuminta tampil ya teman-teman,” jelas Baskoro.
“Waktu nikahanku, atraksinya ada tiga jenis. Model sparing, adu gerakan, dan ditutup dengan atraksi membelah balok. Jadi diuji, balok satu terbelah nggak. Terus kalau baloknya ditambahi bisa terbelah juga nggak,” sambungnya.
Tidak ada yang memalukan dari semua itu. Justru, kata Baskoro, pertunjukan tersebut menjadi hiburan bagi masyarakat desa, terutama yang datang di acara pernikahannya.
Pencak silat seolah berisi kumpulan orang nganggur
“Kerjanya apa, Mas?” Itu adalah satu jenis komentar yang kerap saya temui di beragam akun Instagram dengan video pertunjukan pencak silat di pernikahan.
Baskoro tertawa sengit saat saya berikan link video yang saya maksud tersebut. Komentar tersebut, bagi Baskoro, bernada sangat merendehkan. Seolah adalah sekumpulan orang nganggur.
“Saya pegawai swasta. Tapi juga anggota pencak silat. Dengan bangga saya sebut nama perguruan saya: SH Terate. Netizen terlalu benci dengan SH Terate sehingga apa yang kami lakukan selalu salah. Sekalipun itu tidak mengganggu mereka. Kami selalu direndahkan,” keluh Baskoro.
Belum lagi, ada saja akun Instagram yang melabeli anggota pencak silat sebagai jamet kabupaten.
Istri merasa punya pelindung
Istri Baskoro bukan berasal dari perguruan bela diri manapun. Dalam momen pernikahan yang mengundang teman-teman seperguruan Baskoro itu, istrinya juga tidak mengaku malu sama sekali.
Kata Baskoro, justru dengan tahu bahwa sang suami punya keterampilan bela diri, sang istri malah merasa lebih aman. Karena merasa punya pelindung.
“Kenapa cara mikirnya nggak gitu? Netizen justru komen, gunanya pencak silat apa, Mas? Biar bias KDRT? Fitnah yang kejam sekali itu,” tegas Baskoro.
Selain itu, istri Baskoro juga merasa dikelilingi banyak “saudara”. Apalagi status Baskoro sebagai salah satu warga SH Terate. Sehingga, suasana guyub kerap tersaji di rumah Baskoro karena sering menjadi tempat jagong.
“Sekarang punya satu anak, cewek, masih kecil. Biarpun cewek, nanti akan kukenalkan dengan bela diri ini. Dia harus bangga dengan seni bela diri leluhurnya. Dia juga harus punya bekal untuk menjaga diri sendiri,” tutup Baskoro.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Duka Jadi Atlet PSHT, Cuma Fokus Latihan tapi Setiap Ada Kegaduhan Ikut Khawatir atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan