Pengalaman pertama naik pesawat malah berujung malu. Bersikap sok berani padahal takut ketinggian, malah jadi aib tongkrongan gara-gara terjadi hal-hal di luar dugaan.
***
Sebagai orang yang takut ketinggian, pesawat adalah “musuh” Dani (24). Bukan karena pernah celaka atau apa, tapi sekadar membayangkan benda besi seberat ratusan ton terbang di ketinggian puluhan ribu kaki saja cukup membuat bulu romanya berdiri.
“Pernah nonton film judulnya ‘Fall’, yang dua perempuan kejebak di atas tower itu? Nah, aku nonton itu di laptop saja kakiku basah semua karena gemetar lihat ketinggian,” ujarnya, bercerita kepada Mojok, Sabtu (14/5/2025).
Sebagai anak yang hidup di desa, sewaktu kecil Dani suka melihat pesawat yang melintas. Namun, membayangkan berada di dalamnya sebagai penumpang, baginya itu adalah hal yang menakutkan.
Apalagi ketika menyaksikan berita kecelakaan pesawat dengan kemungkinan selamat amat kecil, membuat ketakutannya makin besar.
“Makanya, ke mana-mana aku paling senang pakai transportasi darat. Bahkan buat pulang kampung ke Lampung, aku lebih suka naik bus, 4 hari di jalan nggak masalah asal selamat,” kata mahasiswa Jogja ini.
Pengalaman pertama naik pesawat karena prestasinya di kampus
Meskipun sebisa mungkin menghindari naik pesawat dalam hidupnya, takdir berkata lain. Pengalaman pertama naik pesawat itu terjadi saat ia masuk kuliah.
Dani sendiri merupakan siswa berprestasi di kampusnya. Ia sering ikut lomba antarmahasiswa, baik itu tingkat regional maupun nasional dan beberapa kali ia memenangkannya.
“Paling sering ikut lomba LKTI (karya tulis ilmiah) sama debat mahasiswa. Alhamdulillah sering menang,” kata dia.
Dani mengaku sangat menikmati proses ini. Sebab, dengan mengikuti berbagai lomba, ia bisa jalan-jalan ke berbagai kampus di Indonesia.
Gara-gara ikut lomba, banyak kota yang belum pernah dikunjungi akhirnya bisa ia datangi. Seperti Malang, Surabaya, hingga Bandung dan Bali.
Namun, gara-gara ikut lomba juga, Dani harus berhadapan langsung dengan musuh terbesarnya: pesawat. Dani dan kawan-kawannya lolos seleksi untuk lomba debat di Padang. Mau tak mau, untuk datang ke lokasi, mereka harus naik pesawat–hal yang paling ditakuti Dani dalam hidupnya.
Bersikap sok berani dan bohong ke teman biar nggak kelihatan norak
Sebenarnya, waktu mendengar kabar kalau tim debatnya bakal ikut lomba ke Padang, Dani sudah memikirkan berbagai skenario. Termasuk bagaimana caranya ia bisa pergi ke kota itu tanpa harus naik pesawat.
Kendati demikian, sangat tidak mungkin kalau ia dan teman-temannya kudu naik bus selama berhari-hari. Sebab, energi dan tenaga bakal habis di perjalanan.
“Makanya, aku pasrah aja kalau harus naik pesawat,” kata dia.
Namun, Dani tak mau terlihat “norak” apalagi takut di hadapan teman-temannya. Ia berusaha bersikap sewajar mungkin. Kepada teman-temannya ia juga mengaku kalau sudah sering naik pesawat–padahal aslinya sangat ketakutan.
“Kan nggak mungkin juga aku bilang ke teman-temanku kalau aku takut.”
Tidak bisa tidur nyenyak
Malam sebelum keberangkatan, Dani mengaku tidur tidak nyenyak. Bayangan pesawat oleng, mesin mati di udara, atau amit-amit jatuh, terus menghantuinya.
Ia sudah browsing dan mencari informasi di internet. Disebutkan bahwa pesawat adalah transportasi paling aman; probabilitas atau kemungkinan kecelakaannya kecil. Dalam situasi turbulensi hebat sekalipun, sangat kecil kemungkinan pesawat jatuh.
“Tapi itu nggak membantu. Gambaran pesawat jatuh dan ketakutan-ketakutan itu jauh lebih besar,” ungkapnya.
Pagi harinya, sesampainya di bandara, Dani mengaku kakiknya amat lemas. Rasanya ingin kembali saja dan mundur dari lomba.
Pemeriksaan yang super ketat bikin dia makin tegang. Apalagi, saat melewati gerbang menuju boarding, ia bilang “rasanya seperti melangkah ke pintu gerbang menuju alam lain.”
Memasuki pesawat, suara mesinnya yang mulai terdengar bikin peluhnya bercucuran. Asam lambungnya juga naik; rasanya aneh, seperti ingin muntah sekaligus buang air besar.
“Waktu duduk itu rasanya aku sudah pasrah aja. Kayak mau berdoa aja rasanya nggak sanggup.”
Pengalaman pertama naik pesawat yang bikin malu
Pesawat mulai bergerak pelan. Makin lama, lajunya makin cepat. Ketika pesawat hendak lepas landas, Dani mengaku hanya bisa memejamkan mata dan mencengkeram lengan kursi sekuat tenaga. Bagi dia, sensasi lepas landas seperti tengah dicabut nyawanya.
“Badan rasanya kayak didorong-dorong kuat ke jok, tapi perut rasanya ketinggal di belakang. Mana kuping bising banget sama mesin. Itu rasanya campur aduk,” kata dia.
Situasi membaik ketika pesawat sudah berada di ketinggian. Dani mengaku berusaha bersikap biasa saja, sewajar mungkin. Ia melihat beberapa temannya ada yang bermain ponsel, dan ada juga yang tengah membaca materi untuk lomba.
Namun, setelah melewati “masa tenang” tadi, tiba-tiba pesawat dihantam turbulensi. Pesawat yang ia tumpangi bergetar hebat. Kata Dani, seperti mobil melewati jalanan rusak parah.
“Tapi ini beda. Pesawat tuh kayak ditarik ke atas dan ke bawah terus-terusan,” kata dia.
Perasaan Dani tak karuan. Ia menangis karena takut. Ia juga tak ingat doa apa saja yang dibaca, saking banyaknya.
Untungnya, turbulensi berakhir. Getaran hebat tadi lenyap. Namun, begitu situasi kembali tenang, Dani muntah di lantai pesawat. Muntahan itu ikut membasahi sepatu teman Dani yang duduk di sampingnya.
“Itu aku malu banget sumpah.”
Jadi aib di tongkrongan
Akhirnya, Dani sampai di Padang dengan selamat. Kendati demikian, ia mengalami jetlag sangat parah. Di saat teman-temannya yang lain jalan-jalan menyusuri Kota Padang, ia memilih buat tidur di hotel seharian untuk memulihkan tenaga.
Awalnya, Dani merasa kalau “kejadian konyol” itu cuma bakal jadi rahasia di antara mereka. Sialnya, sekembalinya dari Padang, ternyata itu jadi jokes tongkrongan.
“Aku dijulukin tukang muntah,” kata dia. “Kalau kita ada agenda main ke mana gitu, walaupun motoran, pasti pada bercandanya ‘awas, nanti Dani muntah’,” imbuhnya.
Pada awalnya, bercandaan itu sangat mengganggunya. Namun, kini ia merasa sudah berdamai dengan lawakan itu. Toh, kini dia makin sering naik pesawat–meskipun tiap naik perasaan takut itu masih ada.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Coba-coba Naik KA Airlangga Jakarta-Surabaya: Bahagia Tiketnya Cuma Seharga 2 Porsi Pecel Lele, tapi Berujung Tak Tega sama Penumpangnya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.