Di tengah kompetitifnya mencari kerja dan pemutusan hubungan kerja (PHK), CASN seolah menjadi harapan terakhir. Meski animo masyarakat tahun 2024 sempat menurun dibandingkan lima tahun lalu, tapi jaminan aman secara finansial masih terasa menggiurkan. Setidaknya begitu bagi seorang mahasiswa S3 yang rela melepas kuliahnya demi menjadi ASN.
***
Badan Kepegawaian Negara (BKN) hingga kini belum mengeluarkan kebijakan resmi soal pengadaan seleksi CASN 2025. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini sempat mengungkapkan jika pemerintah masih harus menghitung jumlah kebutuhan ASN dan pemetaan jabatan tahun ini.
Setidaknya ada 48 kementerian yang mereka data. Namun, hingga kini perhitungan itu belum selesai, sebab Rini menyebut masih akan ada kementerian baru.
“Nanti kan mereka harus melakukan pemetaan jabatan lagi, nah nanti baru kami hitung lagi tapi kan formasinya belum semuanya diisi,” ujarnya dikutip dari CNBC, Jumat (13/6/2025).
Keterlambatan jadwal pengumuman bukan sekali ini terjadi. PANRB sempat menunda pengangkatan CPNS 2024 yang seharusnya dilakukan Maret 2025 menjadi Oktober 2025. Sontak, keputusan dari pemerintah itu menimbulkan tanda tanya, terutama bagi mereka yang sudah terlanjur resign. Mereka yang lolos CPNS merasa rugi secara materiel, waktu, bahkan morel.
Usai pengumuman, PANRB masih harus berjibaku mengatasi masalah 1.967 CASN yang mengundurkan diri padahal sudah lolos proses seleksi. Disinyalir, alasan mereka mengundurkan diri karena tugas penempatan yang tidak sesuai saat lamaran di awal.
Tak masalah jika penempatan ASN tak sesuai
Begitu pula dengan Anwar (30) yang lolos seleksi CASN 2024 dan mendapat penempatan yang tak sesuai. Awalnya, Anwar memilih posisi sebagai dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, tapi hasil pengumumannya menyatakan kalau ia ditempatkan di ISI Surakarta.
Namun, keputusan itu tak membuatnya mundur seketika sebab Anwar masih mentolerir jarak antara Jogja dan Surakarta yang tidak terlalu jauh. Ia justru bersyukur bisa lolos CASN pada percobaan pertama dengan kualifikasi yang sebetulnya tak memenuhi standar.
“Kalau dilihat secara peringkat, saya sebetulnya nggak masuk kualifikasi. Skor kandidat lain yang juga daftar di DKV kebanyakan melampaui punya saya baik dari SKD maupun SKB. Itu pun cukup signifikan seleksinya, walaupun kami semua lolos passing grade,” kata Anwar kepada Mojok, Rabu (16/4/2025).
Mahasiswa yang sedang mengejar gelar PhD itu juga sempat berpikir kalau status pendaftarannya bakal otomatis gugur. Beruntung, pada skema optimalisasi CASN, ia masih memenuhi syarat hingga dinyatakan lolos.
ASN adalah pilihan realistis untuk saat ini
Tentu saja Anwar senang saat mendengar pengumuman jika ia dinyatakan lolos CASN 2024, tapi di sisi lain ia ragu menerimanya. Bukan karena penempatan tugas, tapi justru perasaan bimbang terhadap keinginannya. Mengingat, ia juga sedang menjalani studi PhD di Belanda.
Namun, setelah melakukan diskusi dengan beberapa mentor di kampusnya ia jadi yakin untuk menerima pengumuman CASN sebagai dosen. Salah satu temannya juga mengingatkan tentang peluang karier yang bisa ia ambil.
Jika dilihat dari latar belakang akademiknya, Anwar berharap bisa berkarier sebagai dosen atau peneliti. Kalau tidak, ya aktif di lembaga swadaya masyarakat atau menjadi jurnalis.
“Tapi, dilihat dari situasi akhir-akhir ini, baik lokal, nasional, maupun global, pilihan menjadi dosen lebih realistis dan sesuai dengan profesi yang saya inginkan sejak dulu,” kata Anwar.
Berbagai isu soal PHK massal, efisiensi anggaran, hingga sulitnya mencari pekerjaan di zaman sekarang menjadi pertimbangan Anwar. Ia tak mengelak jika ASN memberikan gaji stabil dibandingkan menjadi dosen biasa.
Meskipun tren ikut CASN tahun 2024 berkurang dibandingkan lima tahun yang lalu. BKN mencatat total pelamar yang telah mendaftar sebanyak 3,9 juta orang. Sedangkan, tahun 2019 ada 5 juta orang pendaftar.
Kesempatan tak datang dua kali
Agar hatinya mantab, Anwar berunding dengan orang-orang di sekitarnya. Salah satu mentor sekaligus gurunya, Savic Ali juga bilang kalau opsi dosen ASN memang seharusnya ia ambil. Sembari berharap masih ada kesempatan kedua untuk kuliah S3.
“Apalagi studi PhD. Supervisormu bakal lebih mendukung pekerjaanmu sebagai dosen gelar S3. Itu akan meyakinkan dia kalau kamu memang belajar buat mengabdi pada ilmu pengetahuan,” kata Anwar menirukan nasihat Savic Ali lewat sambungan telepon.
Beberapa temannya juga mendorong pilihannya sebagai dosen. Dorongan itu pun membuat Anwar berpikir. Belum tentu juga kesempatan menjadi dosen dengan status ASN akan ia dapatkan lagi, meski dengan gelar doktor.
“Jadi kalau tujuan yang sebenarnya sudah ada di depan mata, kenapa kamu harus berputar-putar dulu buat kuliah S3?” kata Anwar menirukan kalimat temannya saat itu.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Nestapa Para Guru yang Nyaris Menyerah Daftar CPNS, Kesejahteraan Makin Jauh dari Harapan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.