Ajeng (11), seorang atlet sepak bola putri dari tim Muhammadiyah Sapen B, Jogja tampak cemberut melihat kondisi sepatunya yang rusak. Saat pelatihnya memberikan arahan di kala istirahat, Ajeng tak bisa fokus.
Ia tatap dalam-dalam alas sepatunya yang menganga usai pertandingan MilkLife Soccer Challenge (MLSC) edisi ketiga di Jogja pada Rabu (18/6/2025).
“Tadi kakiku kena tendang, mangkanya sepatuku rusak. Pergelangan kakiku jadi agak sakit,” kata Ajeng mengadu ke pelatihnya.
Setelah mendengar keluhan itu, sang pelatih lekas bertanya ke atletnya, apakah ada yang mempunyai sepatu ukuran 37 agar bisa dipakai Ajeng di babak selanjutnya?
Salah seorang atlet yang usianya lebih tua dari Ajeng menawarkan sepatu hitamnya. Ia menyuruh Ajeng mencobanya lebih dulu. Khawatir, jika Ajeng tidak nyaman dengan sepatu miliknya.
“Pas kok, makasih ya Kak. Nanti aku kembalikan sebelum kakak main,” kata Ajeng di depan Stadion Tridadi, Sleman.
Tiga puluh menit lagi, Ajeng dan tim putri Muhammadiyah Sapen B akan lanjut bertanding di babak berikutnya, setelah sebelumnya memperoleh skor seri dengan tim Ungaran. Di sela-sela menunggu itu, sang pelatih memberikan arahan sekaligus dukungan untuk timnya.
Sering dievaluasi pelatih, tapi tak bikin mental ciut
“Coach lihat, kalian kelihatan nggak ada nyali waktu bertanding sama tim lawan. Ada yang nggak fokus dan cuman berdiri diam. Mangkanya bisa kebobolan,” kata Didi Susanto, salah satu pelatih dari tim Muhammadiyah Sapen B, Jogja.

“Nashita!” kata dia lagi memanggil Aisha Nashita, kapten tim Muhammadiyah Sapen B, Jogja.
Nashita yang dari tadi duduk sambil menunduk melihat tanah langsung menengadah, menatap pelatihnya yang sedang berdiri di hadapannya. Seolah tertangkap basah karena tak fokus mendengarkan sang pelatih.
“Kamu harus menyemangati teman-temanmu. Jangan takut. Suruh mereka tendang bola yang keras. Nek iso, gawange ambrukke. (Kalau bisa gawangnya sampai ambruk),” kata Didi.
“Kayak Ajeng misalnya, sudah bagus dia mainnya. Walaupun kakinya kena tendang, dia tetap maju terus!” lanjutnya.
Nashita bukannya tak sadar. Sepanjang permainan tadi, namanya memang sering disebut oleh sang pelatih. Didi menyadari ketidak fokusan Nashita selama pertandingan MLSC Jogja edisi ketiga. Tanpa bermaksud mengecilkan hati, ia memberikan semangat kepada seluruh atlet agar bertanding dengan baik di babak selanjutnya.
“Coach nggak mau mental kalian lemah, karena orang yang begitu nggak akan bisa maju,” ujarnya.
Nggak pernah menangis, kecuali saat kalah
Sebetulnya, kata Nashita, ia tidak takut menghadapi lawan. Hanya saja, di pertandingan MLSC Jogja edisi ketiga tadi, Nashita mengaku nge-blank. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan saat bola datang ke arah lain. Bukan di sisi lapangan, tempat ia berjaga.
“Kami sudah atur strategi untuk jaga posisi masing-masing. Tapi pas bola datang, tim lawan itu langsung berkerumun. Kami jadi bingung,” kata pemain sayap itu kepada Mojok, Rabu (18/6/2025).

Namun, setelah mendengar arahan dan motivasi dari pelatihnya, Nashita jadi makin sadar untuk memperbaiki permainannya bersama tim. Sebagai kapten yang punya tanggungjawab lebih besar, ia akan merasa bersalah jika timnya gagal menuju final.
“Aku nggak pernah menangis sih, kecuali momen saat kami kalah. Nah, di momen itu aku baru merasa benar-benar bersalah kepada timku. Berkat coach juga, aku jadi sadar untuk mengevaluasi kekuranganku dan berusaha lebih baik lagi untuk kemenangan tim,” tutur atlet sepak bola putri asal Jogja itu.
Gol terjadi berkat kekompakan tim sepak bola putri Jogja
Nashita pun berhasil membuktikannya. Di pertandingan MLSC Jogja selanjutnya, ia berhasil mencetak gol dengan angka akhir 1-0. Dengan begitu, timnya bisa maju ke babak selanjutnya. Selain membawa kemenangan, Nashita juga membawa bengkak di kakinya.
“Engkel ku tadi kena tendang waktu di kotak penalti, tapi nggak papa bisa bikin juara,” selorohnya.
Nashita juga tak khawatir selama pertandingan MLSC Jogja edisi ketiga, karena temannya ikut mengingatkan saat ia tiba-tiba hilang fokus di lapangan. Ia merasa bebannya sebagai kapten ikut berkurang. Ia jadi sadar bahwa sepak bola adalah olahraga tim yang menjunjung tinggi kekompakan.
“Aku bangga banget sama timku, terutama waktu Wilda, penjaga gawang kami menepis bola dari lawan berkali-kali. Keren banget!” kata Nashita yang disambut sepakat oleh pemain lainnya.

Bagi Nashita dan timnya, sepak bola tidak hanya membentuk mental tapi juga melatih kekompakan dalam tim, saling percaya dan mendukung satu sama lain, serta menjaga sportivitas dengan tim lawan.
Di Jogja, sepak bola putri adalah olahraga yang “mahal” nilainya
Nashita mengaku memiliki teman di luar sekolahnya yang sama-sama bergabung dalam klub sepak bola Putri Mataram. Saat bertemu di pertandingan MLSC Jogja edisi ketiga, mereka pasti saling menyapa. Sepak bola juga mengajarkannya untuk peduli terhadap sesama.
“Dia contohnya Kak (menunjuk salah satu teman di sampingnya), dulu dia pendiam banget tapi teman-teman sering ajak ngobrol dia. Walaupun nggak seramai seperti kami, tapi dia jadi lebih sering ketawa bareng kami,” ucap Nashita.
Ajeng yang juga dikenal pendiam dalam tim, kata ibunya, sudah pandai bersosialisasi dengan teman-temannya. Buktinya saat insiden sepatu rusak tadi, Ajeng jadi berani mengekspresikan diri atau mengemukakan pendapatnya.
“Banyak sekali perubahan dari anak saya, yang tadinya pendiam kini mentalnya bahkan jauh lebih kuat,” ucap Warti (40) di samping anaknya Ajeng, yang tersenyum mendengar pendapat ibunya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Lintang dan Ayla, Dari Pertanyaan “Perempuan Kok Main Bola” Jadi Inspirasi Sepak Bola Putri di Jogja atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.