Mulanya, menjadi pegawai Kereta Api Indonesia (KAI) bukanlah impian Miftakhul Hasan (23). Beberapa kali ia mengikuti tes untuk masuk akademi kepolisian, tentara, hingga pramugara, tapi selalu gagal. Di sisi lain, ia ingin mencoba pekerjaan sebagai pegawai negeri.
Oleh karena itu, saat mendaftar sebagai petugas KAI, Hasan panggilan akrabnya, sebetulnya tak punya ekspektasi tinggi. Namun, pemuda asal Surabaya itu pun tak menyangka bisa lolos pada Mei 2023 lalu. Ia merasa senang, meski harus mengeluarkan banyak biaya.
Tak lolos syarat KAI
Meskipun tak punya niatan kerja di Kereta Api Indonesia (KAI), tapi Hasan tetap punya harapan tinggi. Berkat dorongan teman-temannya pula yang juga mendaftar ke KAI, Hasan akhirnya memberanikan diri.
Namun, karena kuota pendaftaran di Surabaya sudah penuh, ia memutuskan pergi ke Semarang. Tak sampai disitu, Hasan harus melalui jalan buntu. Meski sudah jauh-jauh dari Surabaya ke Semarang, formulirnya lagi-lagi ditolak.
“Mereka hanya membuka rekrutmen untuk siswa lulusan SMA yang jurusan IPA,” ucap Hasan, Minggu (9/2/2025).
Sementara, ia berasal dari jurusan IPS di salah satu sekolah swasta di Surabaya. Sebagai informasi, syarat melamar untuk pegawai KAI yang berijazah SMA/SMK harus memiliki NEM/UAN rata-rata minimal 6,5. Namun, saat itu tidak dijelaskan bahwa jurusan SMA haruslah IPA. Hasan akhirnya pulang ke Surabaya dengan perasaan kecewa.

Meski berkali-kali gagal pendaftaran sebagai pegawai negeri, Hasan tetap menjalani aktivitasnya dengan bekerja di salah satu produk kosmetik. Jam kerjanya pun fleksibel. Setidaknya, ia bisa menabung dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Habis uang jutaan untuk daftar KAI
Di sela-sela kesibukannya, Hasan masih sering membayangkan bagaimana rasanya bekerja di Kereta Api Indonesia (KAI). Pikirannya mulai riuh dan keinginannya membuncah. Ia pun sering berselancar di media sosial karena tak bisa tidur saat malam hari.
Pada suatu malam, saat scrolling TikTok, Hasan tak sengaja menemukan informasi pendaftaran KAI yang bisa diikuti oleh semua jurusan. Tanpa babibu, ia langsung mengecek berkas-berkasnya dan kemudian mendaftar di KAI Semarang.
“Saat itu juga saya registrasi, tapi tak ada satupun niatan untuk lolos di tahap administrasi,” ucap Hasan yang masih pesimis pada mulanya.
Beberapa hari kemudian, Hasan dinyatakan lolos tahap administrasi. Ia pun lanjut ke tahap berikutnya, yakni tes kesehatan. Di tahap itu, ia lagi-lagi pesimis karena sebelumnya saat mendaftar menjadi polisi, tentara, maupun pramugara, tes itulah yang menjadi momok.
Tak dipungkiri, saat mendaftar KAI Hasan juga mendapat koreksi terhadap kesehatannya. Beruntung, ia masih diberi kesehatan untuk memperbaiki dan datang lagi. Untuk memperbaiki kesehatannya, Hasan sampai menghabiskan uang banyak untuk perawatan gigi dan telinga.
“Jika ditotal untuk pendaftaran dan cek kesehatan seluruhnya, kurang lebih aku habis Rp3 juta,” ujarnya.
Tak ikut tes MCU, tapi tetap lolos
Usaha Hasan untuk memperbaiki kesehatan tidak sia-sia, sebab ia dinyatakan lolos ke tahap ketiga yakni psikotes. Di situlah Hasan menemui tantangan baru karena sebelumnya ia tak pernah tes psikotes. Oleh sebab itu, Hasan belajar secara mandiri selama dua minggu menjelang tes.
Sambil bekerja, ia sering menonton Youtube untuk belajar, tapi karena kurang paham dengan materi perhitungan ia jadi meminta bantuan temannya, khususnya yang jago Matematika. Setelah belajar dengan maksimal, Hasan pun dinyatakan lolos dan lanjut ke tahap wawancara.

Sampai titik itu, Hasan baru bilang ke keluarganya jika ia mendaftar ke KAI, agar mendapat restu. Sebelumnya ia tidak berani, karena selama ini selalu gagal saat mendaftar menjadi pegawai negeri.
Berkat usaha dan doa, Hasan akhirnya mencapai tahap lima yakni tes kesehatan akhir. Di mana, ia harus melakukan medical check up (MCU). Kali ini, Hasan punya harapan yang besar agar diterima, sehingga ia berusaha mencari rumah sakit dengan fasilitas yang bagus di Surabaya.
Namun, ia tak menyangka jika biayanya mahal. Sementara, tabungannya sudah habis untuk perawatan kesehatan di tahap ke dua. Karena orang tuanya juga tidak punya biaya, mereka menyarankan Hasan agar tidak ikut MCU.
“Mereka cuman bilang nggak papa, nggak usah MCU. Apapun hasilnya itu sudah menjadi yang terbaik,” kata Hasan mencoba menirukan kalimat orang tuanya saat itu.
Tidak disangka, ternyata Hasan dinyatakan lolos di tahap terakhir tersebut. Kebetulan, saat itu keluarganya juga sedang berkumpul di momen Idul Fitri. Reaksi mereka begitu bahagia kaena dari lima saudaranya, Hasan menjadi anak satu-satunya yang bisa menjadi pegawai negeri. Sebuah pekerjaan yang diidam-idamkan di masyarakat.
“Pandangan sebagai pegawai negerikan kesejahteraannya selalu terjamin ya. Khususnya sebagai pegawai KAI, istri, anak, orang tua, bahkan mertua bisa dapat potongan reduksi sebesar 50 persen,” kata Hasan.
Ditempatkan di Lampung, Sumatera Selatan
Setelah lolos dan dinyatakan menjadi pegawai KAI, Hasan harus mengikuti persiapan orientasi kerja (POK), di mana ia harus mengetahui seluruh tugas pokok dan fungsi yang ada di bagian kereta. Barulah ia mendapat pembagian kerja menjadi operasional petugas langsir di Lampung, Sumatera Selatan.
Jujur saja, Hasan tak pernah membayangkan sebelumnya jika harus hidup di sana. Ia pikir penempatannya berada di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan sebagainya.
“Aku kaget karena aku kira di Sumatera tidak ada kereta, tapi ada Babaranjang, kereta terpanjang dengan 60 gerbong,” ujar Hasan.
“Sehingga panjang kereta tersebut menarik perhatian orang, mereka menikmati perlintasan kereta dengan menghitung jumlah gerbong yang sudah lewat,” lanjutnya.
Tak hanya bagi orang lain, Hasan juga merasa pengalaman tersebut menyenangkan. Ia merasa usahanya kini terbayarkan. Sebab berbicara soal gaji, KAI Induk memberikan upah sesuai pendidikan maupun jenjang jabatan pegawai.
“Misalnya, untuk lulusan SMA, D4/S1, itu sudah berbeda. Untuk gaji SLTA take home pay sendiri di atas UMR Jakarta,” kata dia.
Bisa diperkirakan, Hasan yang merupakan lulusan SMA mendapatkan gaji sebesar Rp6 juta dari pekerjaan sebagai PPKA, mengingat UMR Jakarta adalah Rp5,4 juta. Sementara, seorang masinis bisa mendapat gaji Rp5-9 juta.
Sebagai perbandingan, rata-rata gaji polisi dengan pangkat terkecil, lebih rendah dari petugas KAI. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) 17 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua belas atas PP 29 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, gaji untuk golongan I atau Tamtama hanya berkisar Rp1,6 hingga Rp3 juta, golongan II (Bintara) rata-rata Rp2,1 hingga Rp4 juta. Barulah pada golongan IV (Perwira Tinggi), polisi mendapat gaji sebesar Rp3,3 juta hingga Rp6 juta.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Sulitnya Menjadi Penjaga Jalan Lintasan Kereta Api, Harus Tahan dengan Kelakuan Pengendara Menerobos Palang atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.