Pelatih Kepala MilkLife Soccer Challenge, Coach Timo menyarankan jangan gunakan pelatih yang justru mengajarkan hal-hal seperti bermain kasar, tidak bisa mengontrol emosi dan ego pemain. Apalagi jika menemukan Sekolah Sepak Bola (SSB) yang tidak memberikan rasa aman dan nyaman.
***
Pertandingan skill challenge one on one, tengah mempertemukan SD Muhammadiyah Sapen dan SDN Sleman 5. Satu pemain dari SD Muhammadiyah Sapen terjatuh saat menghalangi lawannya mencetak gol. Badan dan wajahnya penuh debu. Ia berupaya berdiri, tapi terpincang. Rupanya kakinya cedera karena terinjak lawan.
Ia menangis. Air matanya yang tercampur dengan debu membuat pipinya berwarna abu-abu. Ia terus berlari meski dengan tertatih. Kedudukan sama kuat, 5-5. Satu keputusan berat ia lakukan, melanggar lawan di depan gawang menjelang detik berakhir. Penalti untuk lawan.
Ia menangis tersedu. Teman-temannya membantunya keluar dari arena berukuran 3×5 tersebut. Tidak ada yang menyalahkannya. Mereka justru memberi semangat. Dalam tangisnya ia meminta maaf karena merasa kekalahan itu diakibatkannya. Ia langsung memeluk pelatihnya yang menenangkan dan menghiburnya. Pelatih dan teman-temannya memeluk anak tersebut.
Coach Timo Scheunemann yang saat itu sedang ngobrol dengan saya, langsung mengajak mendekat ke tim tersebut. “Ini yang namanya karakter, Mas. Ini yang namanya latihan karakter. Anak ini nangis, tapi sambil main,” kata Pelatih Kepala MilkLife Soccer Challenge.
Skill challenge one on one di MilkLife Soccer Challenge sendiri berupa permainan satu lawan satu. Masing-masing sekolah akan mengirimkan tiga pemain terbaiknya untuk bermain tiga babak secara bergantian. Satu babak akan berhadapan satu lawan satu selama satu menit untuk mencetak gol. Pemenang ditentukan dari banyaknya gol yang diciptakan oleh masing-masing tim.
Mekanisme One on One ini adalah: Masing-masing sekolah akan menurunkan tiga pemain yang akan bermain dalam tiga babak secara bergantian. Di tiap babak, satu anak akan berhadapan dengan satu anak lain.
Kalah nggak papa asal sudah berusaha
Coach Timo menatap mata anak perempuan tersebut. Ia lantas bertanya, “Kamu sudah berusaha?”
Masih dalam kondisi dipapah oleh temannya, sesekali ia masih sesenggukan. Tidak ada suara dari mulut anak tersebut. Hanya anggukan kepala yang ia berikan untuk menjawab pertanyaan Coach Timo.
“Good. Baguss. Kamu, sudah berusahaa,” kata Coach Timo menepuk pundak anak tersebut. Ia juga menyapa pelatih dengan memberi acungan jempol.

Coach Timo mengatakan, pelatih punya peran penting dalam membentuk mental pesepak bola putri. “Makanya saya bilang, pelatih itu harus paham, bahwa dia super penting! Kalau dia mengatasinya tidak benar, anak-anak bisa trauma, dia bisa tidak tertarik lagi pada sepak bola,” katanya.
Di hari berikutnya, setelah kekalahan di one on one, mental luar biasa juga ditunjukkan oleh SD Muhammadiyah Sapen dalam pertandingan 7 on 7. Tertinggal 3-5, mereka bisa comeback hingga memenangkan pertandingan dengan skor 6-5.
Kalah bukan alasan mencari kesalahan pihak lain
Sayang langkah mereka terhenti di perempat final. Usai pertandingan itu, di bawah pohon mahoni di depan Stadion Tridadi, pelatih mereka Didi Sutanto memberikan motivasi. “Jangan mencari-cari kesalahan, dari kekalahan kita, kita fokus latihan lebih intens, supaya daya tahan kita tingkatkan,” kata Coach Didi di depan anak-anak dan orang tua mereka.
“Kalian luar biasa, apalagi saat melawan SD Pujokusuman 1. Kalian bisa mengejar ketertinggalan,” kata Coach Didi. Dari yang Mojok lihat, stamina pemain SD Muhammadiyah Sapen memang sudah terkuras saat melawan MIS Al Islamiyah Grojogan di perempat final. Pertandingan sebelumnya di hari yang sama melawan SD Pujokusuman 1 begitu menguras energi. Bahkan saling berbalas gol.
Coach Didi mengatakan, dalam mental training yang pernah ia pelajari, setiap pertandingan pasti ada yang menang, ada yang kalah. Ada yang juara, ada yang belum juara. Itu yang ia tekankan pertama kali kepada anak-anak.
“Kita juga belajar bahwa keikhlasan harus selalu diutamakan. Menerima kemenangan dengan senang hati dan menerima kekalahan dengan lapang dada,” katanya.

Perubahan karakter anak-anak setelah bermain sepak bola
Ia mengatakan nggak papa menangis, tapi ia selalu mengingatkan hati harus tetap kuat dan terus berjuang untuk jadi lebih baik ke depannya. Ia mengatakan, perubahan karakter anak-anak sangat terasa setelah mengikuti sepak bola.
“Kiki, dulu setiap satu sesi latihan itu selalu menangis. Bahkan sampai 7-8 kali, tapi lama kelamaan nggak lagi. Dia menangis kalau trauma atau cedera, seperti kemarin. Dia merasa disakiti, jadi menangis,” kata Coach Didi. Kiki yang dimaksud, adalah pemain yang dalam one on one saya saksikan bersama Coach Timo tetap bermain dengan tertatih karena cedera.
“Setelah ini, anak-anak akan berlatih lebih keras lagi. Insya Allah kami akan bersiap untuk menyambut MilkLife Soccer Challenge di Oktober 2025. Kami perlu regenerasi karena akan ditinggalkan oleh anak-anak kelas 6 yang sudah lulus. Harapannya prestasi kami bisa meningkat,” katanya.
Peran penting pelatih dan SSB untuk pemain sepak bola putri di Indonesia
Bagi Coach Timo, sepak bola bukan sekadar soal teknik. “Ini bukan cuma soal cara main bola, tapi tentang membentuk karakter. Dan ini berlaku bukan hanya buat anak-anak putri, tapi juga buat anak-anak laki-laki,” tambahnya.
Menurut Coach Timo, bermain sepak bola untuk anak-anak bukan sekadar teknik, tapi juga mengembangkan karakter. MLSC memperlihatkan itu. Banyak anak yang berubah karakternya setelah main sepak bola, seperti menjadi lebih percaya diri, lebih berani, bisa bekerjasama dan punya cara komunikasi yang lebih baik.
“Ini juga berlaku buat anak-anak cowok sebenarnya. Peran penting itu ada di pelatihnya,” kata Coach Timo. Kalau pelatih memberi contoh yang baik, bicara yang baik, anak-anak akan mendengar dan meniru. Mereka datang ke pelatih dengan senang hati, tanpa paksaan. Nah, jangan sampai mereka justru jadi nggak suka bola gara-gara trauma.
“Anak-anak itu mendengarkan pelatih, bahkan kadang lebih dari mereka mendengarkan guru atau pemuka agama,” katanya
Lebih lanjut ia mengatakan, anak-anak bisa nggak suka sepak bola bila diajari yang nggak benar, seperti mencuri umur, bermain kasar, atau nggak bisa mengontrol ego dan emosi. Kadang juga pelatih membiarkan anak yang jago bertingkah seenaknya, tapi tetap dimainkan. Itu tanggung jawab pelatih.
“Kalau pelatihnya nggak beres, dampaknya negatif buat sepak bola. Tapi kalau pelatihnya baik, pasti budaya di dalam timnya juga positif, dan karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik,” katanya.
Masih ada SSB yang meremehkan pesepak bola putri
Saya lantas mengkonfirmasi tentang masih adanya Sekolah Sepak Bola (SSB) yang meremehkan pemain putri ketika akan mendaftar ke SSB tersebut.
BACA: Seorang Ayah yang Menolak Tawaran Tiga Klub Sepak Bola yang Ingin Meminang Anak Perempuannya
Pelatih Timo Scheunemann mengatakan seharusnya SSB memanfaatkan MilkLife Soccer Challenge (MLSC), untuk mencari murid. Pelatih Kepala MilkLife Soccer Challenge ini mengatakan bahwa, ia terbuka jika SSB buka booth untuk mencari murid.

Sehari sebelumnya saya sempat wawancara orang tua pemain yang masih kesulitan mencari SSB yang belum terbuka menerima murid perempuan. Atau pun kalau ada, belum bisa membedakan bagaimana cara melatih anak-anak perempuan dan cowok.
“Memang belum semua SSB terbuka menerima murid perempuan. Karena kita (MLSC) mulai dari nol. Jangankan SSB (perempuan) pemainnya saja kan nggak ada. Karena itu kita bikin ini. Istilahnya orang Jawa itu itu seperti buka alas. Jadi saya nggak heran kalau masih ada SSB yang seperti itu,” ujar Coach Timo.
Sebenarnya bukan cuma terjadi di cewek, cowok pun ia selalu ingatkan orang tua untuk hati-hati memilih SSB. “Fasilitas itu penting, tapi yang lebih penting adalah pelatihnya. Pelatih itu harus bisa baik sama anak-anak, bisa bikin yang nggak bisa jadi bisa, dan yang sudah bisa jadi lebih baik,” ujarnya.
Coach Timo, sarankan pemain ikut SSB untuk tingkatkan kemampuan
Termasuk juga lingkungan temannya. Misalnya, Claudia Scheunemann (pemain timnas putri Indonesia yang juga keponakan Coach Timo) itu main bareng anak cowok terus, tapi karena teman-temannya baik semua, dia nyaman. “Kalau ketemu SSB yang lingkungannya nggak mendukung, ya pindah saja. Cari tempat yang nyaman,” kata Coach Timo.
Menurutnya, dari MilkLife Soccer sendiri, mereka nggak merekomendasikan SSB tertentu. Bebas. Mau SSB putri, mau SSB putra, silakan, yang penting cocok. “Yang penting ikut SSB supaya perkembangan mereka cepat. Kalau hanya mengandalkan latihan di sekolah, kurang cepat,” ujarnya.
Coach Timo meyakinkan bahwa gelaran MilkLife Soccer Challenge bukan program jangka pendek, tapi jangka panjang. Sekali lagi, ini bukan sekadar program turnamen sepak bola, tapi membangun karakter anak-anak menyongsong masa depan mereka.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Haru dan Dramatis Sepak Bola Putri di Lapangan Tridadi: Tubuh-tubuh Mungil Tumbangkan Lawan Lebih Besar atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.