Kedua anaknya lolos UTBK-SNBT, menjadi sarjana, lalu lulus langsung bisa bekerja. Hati Wanto, sebagai seorang bapak, tentu saja lega. Hanya saja, kadang kala ada perasaan “sesal”. Sebab, perantauan membuat kedua anaknya lupa pulang.
***
Rasa-rasanya hanya ketika Lebaran hati Wanto terasa plong. Sebab, laki-laki paruh baya itu bisa menyaksikan dua anaknya ada di rumah.
Setelah libur lebaran usai, rasa sesak akan kembali memenuhi ruang batinnya. Tatkala kedua anaknya pamit untuk kembali ke perantauan masing-masing.
“Harusnya saya senang anak-anak dikasih kemudahan sama Allah. Tapi saya kadang membatin, keputusan menguliahkan mereka sebenarnya sudah tepat ndak? Karena itu membuat kami jadi jauh dengan mereka,” tutur Wanto saat saya nongkrong di warung kopi kecilnya di Jombang, Jawa Timur, pada libur Lebaran 2025 lalu.
Seorang bapak yang kesepian
Sebelum libur Lebaran, kantor meminta setiap kru harus membawa oleh-oleh khas daerah masing-masing untuk dibawa ke kantor nantinya. Berhubung saya mudik di kampung istri di Jombang, saya terpikir untuk mencari Coffee Beer: minuman bersoda produk Jombang.
Dalam pencarian, saya tanpa sengaja melihat deretan botol Coffee Beer di warung kopi—yang kemudian saya tahu nama pemiliknya adalah Wanto. Maka saya mampir di sana pada Sabtu (5/4/2025) siang yang terik.
Wanto tampak duduk sendiri (tampak melamun) di area luar warung kopinya. Lantaran panas terik Jombang, saya memutuskan tak langsung pulang. Saya memesan es Coffee Beer untuk menyegarkan tenggorokan.
“Masnya masih kuliah?” Tanya Wanto. Seperti orang-orang di desa saya di Rembang, masih banyak yang menganggap saya masih kuliah. Wajah saya mungkin tidak terlalu meyakinkan untuk diasumsikan telah bekerja.
“Saya sudah kerja, Pak. Tapi dulunya kuliah di Surabaya.”
“Owalah. Lah sekarang kerja di mana? Masih di Surabaya?”
“Kerjanya di Jogja.”
“Wah, anak saya juga kerja di Jogja. Kemarin (Jumat (4/4/2025) baru balik.” Obrolan lalu mengalir hingga pada bagian ketika Wanto menceritakan kebingungan di jagat batinnya.
Bingung dan bangga ketika anak lolos UTBK-SNBT
Sejak menikah—yang Wanto lupa persis tahunnya—tidak pernah ada dalam bayangannya bisa menguliahkan anak. Apalagi dia hanya seorang pengelola warung kopi.
Tapi masa itupun tiba. Pada 2016, anak pertamanya (laki-laki) mengutarakan keinginannya untuk daftar UTBK-SNBT (saat itu namanya masih SBMPTN). Teman-teman sekolahnya banyak yang kuliah. Anak Wanto pun juga ingin kuliah demi harapan hidup lebih baik di masa depan.
“Bingung ya bingung. Biayanya nanti bagaimana? Tapi anak kan pengin sekali kuliah,” ucap Wanto.
Tapi akhirnya Wanto merestui keinginan anak pertamanya. Anak pertamanya lalu lolos UTBK-SNBT di sebuah kampus di Jogja. Meski bingung, tapi Wanto tidak menampik perasaan bangganya.
Lalu pada 2019, giliran anak keduanya (perempuan) yang keterima kuliah di sebuah kampus di Bali. Pada dasarnya Wanto tak sampai hati melepas anak perempuannya sejauh itu. Tapi itulah pilihan anak keduanya. Wanto hanya bisa mendukung.
Baca halaman selanjutnya…
Utang hingga jual tanah demi anak kuliah, setalah sarjana lupa pulang