Sejak di Jogja, saya baru empat kali mengunjungi Tempo Gelato yang ada di Jalan Kaliurang, toko es krim yang menjual 65 varian gelato khas Italia. Semacam self reward kalau sudah sumpek di perantauan. Namanya juga self reward, jadi tidak terlalu sering.
Oleh karena itu, alasan saya ke sana juga jika ada momen tertentu. Salah satunya mengajak seorang peserta magang Mojok yang betah sekali “berjibaku” di divisi liputan.
Sampai-sampai ia mendapat julukan sebagai peserta magang abadi. Namanya, Ando. Sudah tiga bulan ia magang, tapi minta diperpanjang, hingga tibalah saat perpisahan.
Selain karena sudah banyak membantu saya saat liputan, saya juga sering mendengar kelakarnya soal kehidupan. Terutama krisis moneter yang sering ia alami.
Saya pun cukup kaget saat mendengar pemuda asal Nganjuk itu belum pernah mencicipi es krim Tempo Gelato selama di Jogja. Padahal, makanan ini cukup ikonik, dan sejauh ini hanya ada di Jogja.
Cabangnya hanya ada tiga, yakni di Jalan Tamansiswa, Kaliurang, dan Prawirotaman. Pengunjungnya pun selalu antre. Sayang sekali jika Ando tak pernah merasakannya. Maka, jadilah saya mengajak dan mentraktirnya ke Tempo Gelato sebagai salam perpisahan.
Biasanya makan es krim Rp3 ribu
Saya dan Ando pergi ke Tempo Gelato Jalan Kaliurang selepas maghrib, tapi pengunjung sudah cukup ramai. Untungnya, antrean kami tak sampai keluar pintu tapi masih mengular panjang.
Kebanyakan pengunjung datang beramai-ramai. Saya jarang melihat ada yang duduk sendiri. Mereka biasanya berbincang sambil mencicipi gelato di tangan. Serta tak lupa mengabadikan momen tersebut dengan berfoto.
Melihat pengunjung yang kebanyakan berniat untuk liburan dan memakai baju bagus, Ando jadi malu. Ia merasa bersalah dengan sandal usangnya setelah melihat harga yang terpampang di kasir.
“Aku kayak orang ndeso. Maklum, biasanya aku makan es krim AICE yang harganya cuman Rp3 ribu,” kata Ando, Jumat (13/6/2025).
Ia hanya bisa garuk-garuk kepala saat membeli es krim seharga Rp25 ribu untuk varian dua rasa dengan cup ukuran kecil. Sedangkan saya membeli varian dua rasa dengan cone waffle seharga Rp30 ribu.
Jika ingin menambah tiga rasa, pengunjung bisa merogoh kocek seharga Rp45 ribu. Jika empat rasa, harganya Rp70 ribu dan untuk varian lima rasa seharga Rp120 ribu.
Tempo Gelato cocok buat momen spesial
Mulanya bagi Ando, Tempo Gelato adalah makanan yang hanya bisa dinikmati oleh kaum menengah ke atas sebab harganya tak ramah di kantong. Tapi ia tak menampik jika banyak yang suka, mengingat ramainya outlet di Kaliurang, Jogja.
“Agak kaget sih, ternyata lumayan banyak yang suka. Soalnya saya merasa semua es krim itu rasanya sama saja,” kata Ando.
Setelah kunjungan tersebut, Ando jadi berpikir kalau Tempo Gelato juga cocok dinikmati untuk waktu kapan saja, mau self reward, nongki bareng teman, liburan bareng keluarga, atau nge-date bareng pacar.
“Soalnya tempatnya cozy dan estetik, interior khas Eropa. Lagu yang diputar juga bergenre Folk atau musik klasik, berasa seperti dinner di Italia,” ucap Ando.
“Intinya cocoklah buat Tempo Gelato nge-date, sebab kalau keseringan ya kasihan dompetnya,” lanjutnya.
Baru tahu ada Tempo gelato rasa kemangi
Saya cekikikan saja mendengar pendapat Ando, saya harap dia nggak malu-maluin di depan pacarnya nanti kala betulan nge-date di Tempo Gelato. Setidaknya, dengan memesan varian rasa yang normal.
Saya cuman bisa geleng-geleng kepala saat ia memilih varian kemangi campur coconut choco. Saya pikir, rasa kemangi kurang populer untuk es krim dibandingkan cokelat atau vanilla. Terlebih, saya tidak bisa membayangkan perpaduan rasanya antara kemangi dengan coconut choco.
“Ealah Ndo, Ndo, adoh-adoh tak jak nak Tempo Gelato malah pilih rasa kemangi. Mangan penyetan yo wis isok nyicip. (Duh Ndo, Ndo. Jauh-jauh aku ajak ke Tempo Gelato Kaliurang malah pilih rasa kemangi. Makan penyetan kan juga sudah tahu rasanya),” gurau saya.
“Nah kuwi, biasane kan kanggo lalapan, nak kene malah dadi es krim. Aku kepo rasane. (Nah itu, biasanya kan hanya untuk lalapan. Di sini malah jadi es krim. Aku penasaran rasanya),” jawab Ando.
Ternyata setelah mencicipi rasanya sama saja. Malah, gelato rasa kemangi rasanya lebih strong dibandingkan daun asli untuk lalapan. Saya pun tak kuat menahan tawa saat melihat ekspresi masam wajah Ando.
Tingkah katrok saat mati lampu
Bukan hanya apes soal memilih rasa, saya juga berharap Ando tak katrok bersama pacarnya nanti saat ke Tempo Gelato, Jogja. Bagaimana tidak, saya saja malu melihat tingkahnya saat terjadi mati listrik.
Saya dan Ando memilih kursi di lantai dua dekat kaca hitam yang memiliki ikon jam romawi, khas Tempo Gelato. Kira-kira, baru 7 kali suapan saya mencicipi varian good time dan vanilla di genggaman, terjadilah mati lampu.
Seluruh ruangan menjadi gelap dan musik ikut berhenti. Sayup-sayup hanya terdengar suara cemas dari pengunjung dan pegawai yang buru-buru mencari solusi.
Dari kaca dekat tempat duduk saya, saya bisa melihat toko-toko di seberang Tempo Gelato masih menyala. Saya pun menengok ke pinggiran void dari lantai atas dan beberapa pengunjung masih mengantre.
Karena tak kunjung menyala, Ando berinisiatif menyalakan fitur senter di gawainya. Tapi bukannya malah menerangi bangku kami, Ando malah bermain-main dengan senternya. Ia arahkan senter itu dari void ke pengunjung yang masih antre di bawah.
“Jip ajip ajip ajip ajip!” ucapnya sambil menggoyangkan gawainya. Ia pikir sedang membangun suasana ruangan menjadi diskotik.
Saya sudah mengingatkannya untuk berhenti, tapi malah ikut tertawa melihat tingkahnya. Beruntung, kami tak dapat amarah pengunjung atau diusir oleh petugas keamanan, sebab selang semenit, listrik Tempo Gelato kembali menyala.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Kisah Penjual Kerajinan dan Mainan Tradisional di Malioboro, Pilih Berdagang di Depan Tempo Gelato karena Kebaikan “Bos Prancis” atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.