Nama grup Facebook itu sangat eksplisit: Fantasi Sedarah. Total pengikutnya 40 ribuan. Isinya sangat menjijikkan: Menjadikan anak-anak sebagai objek fantasi seksual dan menormalisasi hubungan sedarah (inses).
Beberapa akun, dengan nama atau tanpa nama (anonim), saling melempar rasa penasaran: Pernahkah ada yang melakukan hubungan sedarah dengan anggota keluarga? Ada juga yang memberi pengakuan pengalamannya saat melakukan hubungan seks terlarang tersebut.
Entah sejak berapa lama grup Facebook Fantasi Sedarah itu beraktivitas di jagat maya. Namun, baru-baru ini grup itu viral di berbagai platform media sosial.
Lihat postingan ini di Instagram
Grup Facebook Fantasi Sedarah: sinyal ruang aman anak makin terkikis
Pakar psikolog anak dari Universitas Muhammdiyah (UM) Surabaya, Holy Ichda Wahyuni menyebut, keberadaan Grup Facebook Fantasi Sedarah merupakan realitas mengerikan.
Tidak hanya mencoreng nilai-nilai moral dan kemanusiaan, tapi juga menjadi sinyal rentannya keamanan bagi anak-anak. Mengingat, grup tersebut menjadi sarang para predator anak (pedofil).
“Orang tua dan pendidik perlu menyadari satu hal yang teramat krusial, bahwa ruang aman anak-anak semakin terkikis, bahkan dari tempat yang seharusnya menjadi paling suci dan aman rumah dan keluarga,” ujar dosen PGSD UM Surabaya itu dalam keterangan yang Mojok terima, Jumat (16/5/2025) pagi WIB.
Grup Facebook Fantasi Sedarah: tanda rumah menjadi tidak aman
Lanjut Holy, rumah yang sejatinya menjadi ruang paling aman kini justru menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual. Pelakunya justru adalah orang-orang terdekat, seperti ayah kandung, ayah tiri, paman, sepupu, atau tetangga.
Situasi tersebut membuat anak-anak sering kali hanya bisa bungkam saat menjadi korban dari orang terdekat sendiri. Sebab, tekanan dan ancamannya ada di depan mata: di rumah sendiri, begitu dekat.
“Saya merasa ini adalah darurat yang nyata dan sudah saatnya seseorang meninggalkan pola pikir lama bahwa isu seksual tabu untuk dibicarakan dalam keluarga,” tutur Holy.
“Justru karena kita terlalu lama bungkam, predator itu leluasa mencari celah. Kita tak bisa lagi menunda edukasi seksual sejak dini,” sambungnya.
Baca halaman selanjutnya…
Orangtua tak jadi “orang yang aman” bagi anak