Dari biji sesawi, lalu kian tumbuh menjadi pohon tempat burung-burung bernaung. Jika dipribahasakan, kira-kira begitulah gambaran yang pas untuk Gereja Paroki Santa Maria Fatima Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah.
Gereja Paroki Santa Maria Fatima Banyumanik, Semarang, baru saja memeringati HUT ke-43. Sebagai wujud rasa syukur, umat gereja melangsungkan Misa dan Pesta Syukur di halaman Gereja Santa Maria Fatima Jalan Kanfer Raya, Banyumanik, Semarang, Minggu (12/10/2025).
Acara Misa dan Pesta Syukur HUT ke-43 Paroki Santa Maria Fatima Banyumanik berlangsung meriah dengan perayaan misa syukur, pemotongan tumpeng, pemberian penghargaan bagi tokoh umat. Selain itu ada juga penampilan beragam hiburan dari remaja, orang muda Katolik, hingga kelompok lansia yang turut memeriahkan suasana malam penuh syukur tersebut.
Gereja Paroki Banyumanik: Rumah bagi 5000 umat
Perayaan tersebut turut dihadiri oleh Wali Kota Semarang, Agustina Wilujen. Dalam sambutannya, Agustina mengenang masa-masa ketika paroki tersebut masih berpindah-pindah tempat ibadah.
Itu terjadi sebelum memiliki gedung gereja seperti sekarang. Menurutnya, perjalanan itu menjadi bagian penting yang membentuk nilai-nilai spiritual dan pengabdian dalam hidupnya.
“Perjalanan Gereja Banyumanik mengingatkan kita pada perumpamaan biji sesawi yang tumbuh menjadi pohon tempat burung-burung bersarang,” ujar Agustina.
“Gereja ini dulunya kecil, tetapi kini berakar kuat dan menjadi rumah bagi sekitar lima ribu umat,” sambungnya.

Refleksi HUT Gereja Paroki Banyumanik Semarang
Agustina berharap gereja terus menjadi pelita kasih dan mitra pemerintah dalam membangun harmoni di tengah masyarakat. Selain itu, HUT Gereja Paroki Banyumanik itu bisa menjadi refleksi tentang kesamaan nilai antara pembangunan kota dan kehidupan beriman.
“Saya sering merenung bahwa tugas membangun Kota Semarang dan tugas membangun gereja sejatinya adalah sama, sama-sama menumbuhkan sebuah kehidupan. Sehingga kota yang beriman tidak diukur dari tingginya gedung, tetapi dari kehidupan harmonis antar warganya,” beber Agustina.
“Saya percaya, Gereja Santa Maria Fatima telah menjadi oase rohani yang menebar damai dan menguatkan keluarga. Mari terus berkarya, karena kota yang beriman tidak diukur dari tingginya gedung, tetapi dari harmoni antar warganya,” sambungnya.

Pemimpin bertanggung jawab atas semua umat
Dalam posisinya sebagai Wali Kota Semarang, Agustina menegaskan bahwa tanggung jawab seorang pemimpin tidak boleh berhenti pada satu golongan tertentu.
“Ketika saya dilantik, saya matur kepada Monsinyur Rubiyatmoko dan beliau berpesan, bahwa warga Katolik mengibahkan Ibu Wali Kota, untuk tidak hanya mikirke wong Katolik. Maka sekarang ini tugas saya untuk semua warga Kota Semarang,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Agustina menyampaikan bahwa kehadirannya malam itu bukan hanya sebagai kepala daerah, melainkan juga sebagai bagian dari keluarga besar Paroki Banyumanik. Sebab, baginya, menjadi pemimpin artinya harus memimpin semua umat, tanpa terkecuali dari golongan tertentu.***(Adv)
BACA JUGA: Merajut, Kegiatan “Terapi” bagi Emak-Emak di Semarang agar Sehat Jasmani dan Ekonomi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan











