Usai Razia Buku, Terbitlah Razia Pikiran untuk Rocky Gerung

MOJOK.CO – Rocky Gerung dilaporkan ke kepolisian karena pernyataannya yang menyebut kitab suci itu fiksi. Razia buku isunya udah kelar, razia pikiran dimulai.

Belakangan ini ada banyak sekali razia di negeri kita; mulai dari razia kendaraan, razia petasan yang terbilang wajar, sampai razia buku yang mungkin patut disebut kurang kerjaan. Uniknya proyek razia ini tidak berhenti di situ.

Baru-baru ini media sosial juga mengabarkan bahwa akan ada “razia pikiran” terhadap “filsuf ILC” yang dikenal luas baru-baru ini, yakni Rocky Gerung. Saya kira razia disebut terakhir ini terbilang unik dan mendebarkan.

Akan tetapi sebelumnya saya coba tegaskan dulu bahwa saya ini bukan pengagum Rocky Gerung. Bagi saya hidup ini akan sangat sia-sia dan mubazir jika hanya terperosok untuk mengagumi sosok seperti Rocky Gerung. Kepada Marx, Nietzshe, dan Freud saja saya ogah untuk kagum, apalagi kepada Rocky Gerung yang suka sekali pakai jurus harimau terbang di hadapan orang-orang yang tak paham silat.

Rocky Gerung dilaporkan oleh Sekjen Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian ke kepolisian. “Filsuf” kita Rocky dianggap telah melakukan penistaaan agama dalam pernyataannya yang menyebut kitab suci itu fiksi.

Pernyataan Rocky Gerung itu sendiri sempat menimbulkan pro-kontra yang membelah publik kepada dua kutub berlainan. Uniknya, kedua kutub itu membelah diri sesuai pretensi politik masing-masing dan bukan berdasarkan kualifikasi intelektual.

Di tengah hiruk-pikuk itu, seorang penulis kawakan, Goenawan Mohamad menulis status menarik sekaligus menggelikan di laman Facebooknya. Menurut Goenawan, kasus Rocky tidak perlu ditangani Polisi karena pernyataan itu bersifat opini dan bukan kriminal.

Pendapat Goenawan Mohamad ini terbilang menarik. Tapi tidak hanya berhenti di situ. Goenawan Mohamad juga bilang bahwa Rocky Gerung melontarkan opini dangkal dan sok keren. Di bagian inilah pendapat penulis Catatan Pinggir itu lumayan menggelikan dan bahkan menggelitik menurut saya.

Sebelum masuk terlalu jauh, baiknya kita komentari dulu pendapat Goenawan yang menyebut Rocky Gerung sok keren.

Dengan mengumpulkan keberanian untuk bilang ini; saya melihat beliau juga sudah tidak lagi sekeren dulu. Apalagi sampai menyebut orang lain dengan istilah “sok keren”. Saya tak habis pikir kok bisa Goenawan Mohamad menilai Rocky Gerung sebagai sok keren?

Padahal, seperti Goenawan Mohamad tahu sendiri bahwa Rocky hanya satu dari berpuluh atau beratus-ratus orang sok keren di negeri ini. Apa Bung Goenawan menyangka Ahmad Wahib dan Soe Hok Gie juga tidak sok keren?

Baik, untuk sekadar mengingatkan Bung Goenawan, saya terpaksa menyalin beberapa pernyataan dari Wahib dan Gie. Moga-moga memori Bung Goenawan bisa kembali terpantik untuk ingat lagi. Coba disimak pernyataan Wahib yang saya salin dari Catatan Harian Ahmad Wahib yang pernah disiarkan LP3ES berikut ini:

“Kadang-kadang hatiku berpendapat bahwa dalam beberapa hal ajaran Islam itu jelek. Jadi ajaran Allah itu dalam beberapa bagian jelek dan beberapa ajaran manusia, yaitu manusia-manusia besar, jauh lebih baik. Ini akal bebasku yang berkata, akal bebas yang meronta-ronta untuk berani berpikir tanpa disertai ketakutan akan dimarahi Tuhan.” (hal. 21)

Apakah menurut Bung Goenawan tulisan Wahib ini tidak sok keren? Wahib sampai menyebut ada ajaran manusia yang lebih baik dari ajaran Tuhan. Hm, masih kurang sok keren, ya? Oke, masih ada. Banyak.

Ketika Wahib membicarakan kebaikan dua orang Romo yang sangat menyayanginya, beliau menulis: “Aku tak tahu, apakah Tuhan sampai hati memasukkan dua orang bapakku ke dalam api neraka. Semoga tidak.” (hal. 41)

Lihat bagaimana Wahib bercanda dengan Tuhan, masih belum sok keren?

“Saya heran, mengapa Tuhan tidak menurunkan lagi seorang Nabi ke dunia ini. Apakah perbedaan kualitatif antara masa Isa dengan masa Muhammad jauh lebih besar daripada masa Muhammad dengan masa abad 20? Saya rindukan seorang Nabi yang bisa menjawab kemelut-kemelut idiil dalam Islam kini, yang bisa berbicara dalam level internasional selain memiliki besluit internasional.” (hal. 72)

Wahib merindukan Nabi yang punya besluit? Gimana, nggak sok keren?

“Andaikata Tuhan sendiri juga berpendapat bahwa inti dari Islam itu tauhid, apakah itu tidak menunjukkan bahwa Tuhan itu egoistis? Saya kira pertanyaan macam ini wajar-wajar saja. Bukan pertanyaan gila dan bukan pula pertanyaan sederhana.” (hal. 100)

Coba perhatikan bagaimana Wahib menuduh Tuhan egoistis. Masih belum keren?

“Seorang filsuf itu sebetulnya tidak perlu beragama dan tidak boleh beragama. Begitu dia beragama, begitu dia berhenti menjadi filsuf.” (hal. 56)

Gimana? Kayak begitu masih kurang sok keren juga?

Baik, sekarang kita simak bagaimana tulisan Gie dalam Catatan Seorang Demonstran yang juga pernah disiarkan LP3ES:

“Kalau Tuhan ada, dan Ia makhluk yang aktif maka aku kutuki Tuhan. Ia bagai raja yang mahakuasa, lalu Dia cipta manusia-manusia, semuanya ini dan kalutlah semuanya. Dia seolah-olah bergurau dan iseng-iseng.” (hal. 82)

Coba lihat bagaimana garangnya Gie mengutuk dan menuduh Tuhan. Bagaimana liarnya Wahib bermain-main dengan agama. Tapi, apakah Bung Goenawan pernah memasukkan nama keduanya dalam daftar orang-orang sok keren di Indonesia? Atau masih yakin kalau yang sok keren itu cuma Rocky Gerung?

Mungkin masih untung Wahib dan Gie sudah meninggal dunia sebelum tulisan-tulisannya diterbitkan dan dibaca khalayak luas. Seandainya mereka masih hidup di zaman ini, boleh jadi mereka juga akan hilir-mudik ke kantor polisi sebab mereka tidak hanya “menista” agama, tapi juga “menista” Tuhan.

Akan tetapi, sekali lagi, mereka beruntung tidak hidup di zaman yang penuh dengan laporan. Tidak hidup dalam “peradaban anak-anak” yang kalau kesentil kata saja, sedikit-sedikit lapor mama-papa.

Jujur saya turut bingung menyaksikan pemandangan-pemandangan sok keren di negeri ini, di mana pikiran juga turut dirazia. Saya khawatir ke depan akan ada juga razia terhadap jurnal-jurnal di kampus yang pembahasannya dianggap “nyeleneh” dan tidak maenstream.

Betapa kita harus siap membayangkan nasib para penulis jurnal atau peneliti yang akan digelandang ke kantor polisi karena proyek pikiran yang tak terpahami publik. Sekali lagi, hanya karena laporan.

Kalau nggak percaya, kamu bisa berkaca dari kasus Arswendo yang menyajikan data tokoh idola Indonesia tahun 1990. Dari data yang dipilih masyarakat kemudian keluar hasil bahwa Presiden Soeharto berada di urutan pertama sedangkan Nabi Muhammad di urutan ke-11.

Lalu apa yang terjadi? Arswendo yang dipenjara, Bung.

Kita tidak tahu apakah “peradaban laporan” adalah pertanda berakhirnya dialektika intelektual di Indonesia. Atau mungkin kita telah masuk dalam babak Indonesia baru dengan semakin “otoriternya” sebuah laporan yang bermuara pada razia pikiran?

Diawali dari razia pikiran untuk Rocky Gerung lalu bermuara ke razia pikiran para pemikir lainnya di negeri ini. Kalau sudah begini, saya jadi paham kenapa BJ Habibie memilih tinggal di Jerman ketimbang di Indonesia.

Exit mobile version