Daripada Blunder, Mending Prabowo Pilih Jaja Miharja Atau Bolot Jadi Wagub DKI

MOJOK.CO – Entah apa yang ada dipikiran Prabowo, memilih Wagub DKI aja lamanya MasyaAllah.

Saya baca di media daring arus utama, kotak hitam pesawat Lion Air JT610 yang kemarin jatuh di perairan Utara Karawang sudah ditemukan oleh Sertu Hendra, anggota tim penyelam TNI AL. Semoga saja dengan ditemukannya kotak hitam itu, akan membantu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan pesawat tersebut sebelum akhirnya terjatuh ke dalam laut.

Harusnya ya, Gerindra itu, atau kita sebut saja Pak Prabowo, belajar kepada Sertu Hendra. Kotak hitam yang tersembunyi di kedalaman 30 km di dasar laut saja bisa ia temukan, apalagi untuk sekadar mencari pengganti Bang Sandi yang harus meninggalkan kursi orang nomor dua di DKI, demi menggapai cita-cita yang lebih tinggi. Eaaak~

Dengan menemukan pengganti yang tepat, tanpa ada unsur “sesuatu” di dalamnya, bukan mustahil Pak Prabowo akan mampu menarik simpati lebih besar lagi dari masyarakat, dan tentu saja bisa membuat tersenyum banyak warga DKI. Khususon warga PKS, kalau memang kadernya yang akhirnya dipilih, tanpa harus mengandalkan seorang mantan… ah sudahlah.

Sebagai seorang yang pernah melewati pekan demi pekan nan syahdu dengan PKS, melingkar bersama kader-kadernya yang luar biasa itu, bergantian membaca kitab suci, lantas saling menyemangati menjalankan agenda harian—meskipun saya nggak rajin-rajin amat jika dibanding kader-kader lainnya. Melihat kondisi PKS saat ini, yang seperti dipermainkan oleh rekan koalisinya. Rasanya kebuangetan sekali kalau saya nggak ikut masygul.

Saya betul-betul nggak habis pikir. Apa coba, kurangnya kader-kader PKS ini? Toh, Ahmad Heryawan sebagai kader elite PKS bisa dijadikan contoh yang nyata, bahwa PKS juga punya kok, kader-kader yang bisa diandalkan.

Buktinya, Kang Aher—begitu ia biasa disapa—mampu memimpin Jawa Barat sampai dua periode dengan ratusan penghargaan yang ia terima atas berbagai prestasinya dalam membangun provinsi yang jumlah penduduknya paling besar di antara provinsi-provinsi lain di negeri ini. Termasuk prestasi pamungkasnya, membangun hingga selesai Bandara Kertajati di Majalengka, yang disebut-sebut sebagai Bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno Hatta—menurut Wikipedia.

Atau ada juga anak Minang kelahiran Yogyakarta, Prof Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat saat ini, di kali kedua periode kepemimpinannya, sejak 2010. Seorang tokoh yang nyaris nggak tersorot media arus utama, tapi telah meraih ratusan penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia. Mewarisi darah Minang dari ayahnya, beliau salah satu kader kebanggan PKS yang termasuk dalam jajaran asabiqunal awwalun-nya partai yang awalnya bernama Partai Keadilan ini.

Lah, gubernur tetangganya nggak disebut, Mas? Yang juga dari PKS lho itu!

Hmmm… hmmm… maksudmu, Gatot? Kalau yang itu, nanti saja kita bicarakan. Lagipula ini kan sedang dalam posisi bargaining politik, toh? Masa kasih contoh produk gagal. Ya, ora mashoook.

Itu artinya, jika lantaran belum adanya sosok yang pas dan kompeten untuk menggantikan posisi Wagub DKI yang ditinggalkan oleh Bang Sandi dijadikan sebagai alasan mengapa sampai saat ini posisi tersebut masih kosong. Kiprah Kang Aher di Jawa Barat atau Uda Irwan Prayitno di Sumatera Barat rasanya sudah cukup untuk mematahkan argumen itu.

Ya, tapi masa Kang Aher yang jadi wakilnya Pak Anies? Turun jabatan dong. Bukannya PKS sudah menyebut dua nama?

Barangkali, Pak Prabowo masih meragukan kompetensi dua nama itu. Kang Aher pun jadi, kenapa nggak? Antum lupa? Waktu mencalonkan diri jadi Gubernur DKI, Pak Hidayat Nur Wahid itu sebelumnya menjabat sebagai Ketua MPR. Beliau oke oke saja. Nggak ada masalah. Gini lho, Mas, Mba, yang baik dan lembut hatinya. Buat PKS itu, kemaslahatan umat di atas semuanya. Paham?

Jadi, apa sebetulnya alasan Pak Prabowo sampai-sampai beliau seolah enggan mengambil kader PKS sebagai pengganti Bang Sandi? Lantas apa hebatnya ketua Gerindra DKI yang… ah sudahlah itu?

Dengan membiarkan PKS dalam kondisi seperti ini, tidakkah Pak Prabowo mengetahui seperti apa totalitas perjuangan kader-kader PKS di akar rumput? Jangankan kawan, bahkan, lawan politik PKS pun tahu, semilitan apa saksi-saksi PKS saat menjaga dan mengawal lembar c1 di setiap perhelatan Pemilu. Makanya saya ingin mengingatkan akhwat-akhwat nan salihah di luar sana, jika ada seorang ikhwan dari PKS Ingin mengkhitbah kamu, terimalah dengan sukacita. Yakinlah, dia akan menjaga dan mendampingimu jauh lebih kaffah dibanding saat ia menjaga lembar c1. Yakinlah!

Mengorbankan militansi kader-kader PKS untuk seorang mantan koruptor—jika itu benar-benar terjadi—adalah blunder terburuk Pak Prabowo. Ibarat orang main bola, udeh masuk semifinal, eh die berani-beraninye ganti kiper andalan dengan mantan striker yang seringnya masukin bola ke gawang kendiri. Muke gilee bener!

Nggak ape-ape juga sih, kalau pengganti Sandi bukan dari PKS. Tapi ya jangan si Plaud ntu juga keles. Ane bingung aje, ape hebatnya die. Udeh jelas-jelas mantan… ah sudahlah. Kok masih ngotot pengin jadi orang nomor dua di DKI. Hadeuh, di Jepang yang model kayak die, udeh harakiri, nggak sanggup menanggung malu. Masih mending Haji Jaja Miharja dah, yang udeh ketauan setia ame bini.

Kok tahu?

Lah, itu dia yang bilang sendiri, “Walaupun Madonna cantik, Marlyn Monroe juga cantik, tetapi bagiku lebih cantik Nyai.”

Udeh, udeh, entar aje nyanyinye!

Atau kalau nggak, Haji Bolot juga boleh. Ane super yakin, die nggak bakal korupsi. Siapa juga yang mau ngajak korupsi orang kurang denger begitu. Bisa-bisa belon dapet duit, tangan ente udeh diborgol duluan. Mane bisa die diajak ngomong bisik-bisik atawa pelan-pelan, kite teriak aje die kagak denger!

Exit mobile version