Cerita tentang Pencuri Sandal di Masjid

MOJOK.COMana yang lebih baik: meninggalkan sandal di luar masjid untuk membantu orang yang berniat mencuri agar belajar menahan godaan, atau membawa sandal masuk masjid agar tidak ada godaan sama sekali bagi pencuri sandal yang dibayangkan itu?

Dua orang laki-laki saleh yang terkenal sama-sama budiman sedang berjalan memasuki satu masjid. Lelaki saleh pertama melepas sandalnya di depan pintu masjid. Ia menata dan meninggalkan sandalnya secara rapi di luar baru kemudian memasuki masjid. Lelaki saleh kedua melepas sandal lalu mencangkingnya masuk ke dalam masjid.

Sementara itu di luar masjid berkumpullah sekerumunan orang yang sangat mengagumi kesalehan kedua lelaki tersebut. Mereka sejak tadi duduk-duduk di serambi masjid, mengamati perilaku dua orang itu saat memasuki masjid. Terjadilah diskusi dan perbantahan di antara mereka tentang manakah yang paling benar dan baik dari perilaku dua orang saleh itu. Mereka ingin menentukan, perilaku siapa yang lebih pantas untuk diteladani.

“Bukankah saat orang memasuki masjid, alangkah bijaknya jika ia meninggalkan sandal maupun sandalnya di luar? Bukankan memang saat memasuki masjid orang sudah semestinya melepaskan alas kakinya?” kata seorang dalam kerumunan itu.

“Namun, kita juga harus mempertimbangkan, bisa jadi lelaki yang membawa sandalnya masuk berpikir hal tersebut akan membantunya untuk khusyuk saat salat,” timpal seseorang lain.

Tak beberapa lama dua lelaki yang sedang diperbincangkan telah menyelesaikan salatnya dan keluar menuju serambi. Kerumunan orang yang membincangkan perilaku mereka kemudian menanyai keduanya. Mereka kemudian menyatakan pendapat masing-masing.

Lelaki saleh pertama berpendapat, “Saya sengaja melepas dan meninggalkan sandal di luar karena kebiasaan saja. Atau lebih karena alasan pada umumnya. Dengan menaruhnya di luar, bagi siapa pun yang punya kesempatan mencuri sandal tersebut, bisa menjadi semacam latihan bagi dirinya untuk menaham diri dari godaan mencuri meski tidak sedang dijaga. Dengan menaruhnya di luar saya telah membantu seseorang yang meski punya kesempatan mencuri, ia bisa menahan diri. Jika nanti sandal saya akhirnya dicuri, saya memang sudah ihlaskan dari awal.”

Kerumunan orang benar-benar kagum dengan jawaban laki-laki saleh pertama. Mereka takjub dengan pertimbangan yang berdasar pada kepasrahan menghadapi takdir yang tak terduga.

Kini giliran lelaki saleh kedua untuk mengungkapkan pendapatnya. “Saya sengaja membawa sandal ke dalam masjid karena Jika saya menaruhnya di luar, menurutku itu akan memancing dan menggoda orang yang hendak mencuri maupun orang yang sebelumnya tidak berpikiran mencuri untuk kemudian mencuri sandal tersebut. Sebab, kesempatannya ada di depan mata. Dengan cara membawanya ke dalam masjid, saya telah menjauhkan godaan dan kesempatan orang untuk mencuri. Bukankan menjauhkan godaan untuk melakukan sebuah dosa itu sebuah kebaikan?”

Kerumunan orang di serambi masjid terkesima untuk kedua kalinya mendengar jawaban lelaki saleh kedua. Tiba-tiba seorang arif nan bijaksana dari kerumunan tersebut menyeletuk.

“Sebentar, sebentar. Sementara di antara kalian ada dua orang yang sedang berusaha mempercantik dan memperindah wejangan-wejangannya untuk mendapat kekaguman dari penggemar dan pengagumnya lalu mengajari contoh-contoh yang cuma diandaikan dan dibayangkan saja, sebenarnya terdapat sesuatu yang nyata dan benar-benar terjadi di masjid ini, yang justru tidak kalian perhatikan,” ujar lelaki tua asing itu.

“Apa maksudmu dengan sesuatu yang benar-benar terjadi?” tanya kerumunan penasaran.

“Sesuatu yang benar-benar terjadi adalah hingga detik ini, faktanya tidak ada yang tergoda untuk mencuri sandal. Atau minimal belum ada yang tergoda. Pencuri yang dari tadi dibayangkan mungkin ada, ternyata tidak ada.

“Justru yang nyata terjadi adalah ada seseorang lelaki yang datang ke masjid ini, masuk tanpa membawa alas kaki apa pun sejak dari rumahnya. Lelaki ini tentu bukan dua lelaki yang kalian barusan perdebatkan. Ia memasuki masjid tidak membawa sandal, oleh karena itu, ia juga tidak menaruh sandalnya di luar maupun membawanya ke dalam. Ya karena ia memang tak punya sandal.

“Tak ada satu pun dari kalian yang memperhatikan tingkah laku lelaki ini. Lelaki ini tidak memikirkan apa akibat yang akan menimpanya jika ada seseorang yang mengawasinya ataupun tidak mengawasinya saat memasuki masjid. Ia tidak berpikir tentangnya. Namun, karena ketulusan dan keihlasannya, ibadah sembahyangnya di masjid ini justru sangat membantu orang-orang yang hendak mencuri maupun orang yang punya kesempatan untuk mencuri, tetapi berhasil menahan godaan itu.”

Seusai mengatakan semuanya, lelaki tua itu melenggang meninggalkan kerumunan.

Dinukil, disadur, dan dikembangkan dari Idries Shah Tale of Dervish, 1969.

Baca edisi sebelumnya: Baik atau Buruk, Ia Tetaplah Ibumu dan artikel kolom Hikayat lainnya.

Exit mobile version