Kolom: Teknologi Pembuatan Alat Pelindung Diri

gerak dua dimensi gerak jatuh bebas percepatan kecepatan gaya hukum newton besaran skalar besaran vektor reaksi kimia reaksi fisika perubahan kimia perubahan fisika orang tua sekolah homeschooling cara membunuh virus apd alat pelindung diri virus rna dna termometer inframerah gas lpg tabung meledak lubang hitam black hole teman sekelas sains rubrik mojok.co kolom hasanudin abdurakhman big bang evolusi

gerak dua dimensi gerak jatuh bebas percepatan kecepatan gaya hukum newton besaran skalar besaran vektor reaksi kimia reaksi fisika perubahan kimia perubahan fisika orang tua sekolah homeschooling cara membunuh virus apd alat pelindung diri virus rna dna termometer inframerah gas lpg tabung meledak lubang hitam black hole teman sekelas sains rubrik mojok.co kolom hasanudin abdurakhman big bang evolusi

Hari-hari ini kita makin sering melihat orang memakai baju putih, menutupi seluruh tubuh sampai kepala, memakai masker, sarung tangan, dan sepatu bot. Dalam bahasa teknis baju itu disebut alat pelindung diri (APD). Dalam bahasa Inggris disebut protective wear. Fungsi baju ini adalah untuk melindungi pemakainya dari penularan kontaminan. Baju ini didesain untuk menyelamatkan pekerja baik medis dan non-medis yang menangani pasien, juga korban meninggal, akibat wabah kuman, baik berupa virus dan bakteri.
Sebenarnya pakaian ini ada banyak jenisnya. Ada pula yang fungsinya untuk melindungi pekerja dari bahan kimia dan radiasi yang berbahaya. Bahan yang dipakai berbeda-beda untuk setiap keperluan.

Dalam hal APD untuk antivirus, syarat utamanya adalah tidak bisa ditembus oleh virus. Kita semua tahu bahwa virus dan bakteri itu sangat kecil. Tapi seberapa kecil? Virus ukurannya bervariasi antara 20-400 nanometer. Satu nanometer setara 0,000000001 meter atau satu per 1 miliar meter. Virus yang sekarang menjadi wabah, SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19, berukuran 125 nanometer. Bakteri berukuran lebih besar, 500 nm lebih. Nah, bahan yang dipakai untuk alat pelindung diri harus memiliki pori yang lebih kecil dari ukuran tersebut.

Kain yang sehari-hari kita pakai sebagai bahan baju sekilas terlihat rapat. Tapi dalam dunia virus sangat tidak rapat. Lubang-lubang yang terdapat pada kain itu berukuran sekitar 20 mikron. Satu mikron sama dengan 1.000 nanometer. Artinya, bagi virus yang berukuran 200 nm, lubang pada kain 20 mikron itu sangat besar. Seperti kita berjalan melewati ruangan besar. Jadi kalau orang memakai masker yang terbuat dari kain biasa, tidak ada efeknya. Jadi apa yang dipakai?

Baju dan masker APD sekarang terbuat dari bahan yang disebut non-woven. Apa itu? Non-woven artinya tidak ditenun. Dalam industri tekstil, bahan untuk membuat kain biasanya berbentuk serat (fiber). Yang kita kenal misalnya kapas, sutra, atau rayon. Itu adalah bahan-bahan serat alami. Ada pula serat yang dibuat dari bahan kimia yang disintesa dari minyak bumi, seperti poliester, nilon, dan sebagainya. Serat itu dipintal menjadi benang, lalu ditenun, untuk menjadi lembaran.

Nah, non-woven artinya serat tadi tidak dipintal dan ditenun, tapi ditekan sampai menjadi lembaran. Bayangkan Anda punya segumpal kapas, lalu kapas itu ditekan misalnya dalam lembaran buku. Anda akan mendapatkan suatu lembaran. Seperti itulah bahan non-woven. Ada sejumlah bahan kimia (polimer) yang biasa dipakai untuk bahan dasarnya. Yang lumrah dipakai adalah polipropilena. Proses pembuatannya, bahan yang asalnya berupa bijih plastik (resin) dilumerkan dalam temperatur tinggi, kemudian dengan rekayasa tekanan dan temperatur, diubah bentuknya sampai menjadi serat, kemudian ditekan menjadi lembaran.

Produk jadinya adalah lembaran yang sekilas mirip kertas. Selain untuk alat pelindung diri, bahan ini umum dipakai untuk popok bayi, pembalut wanita, juga bisa dipakai sebagai bahan tas. Tentu saja spesifikasi bahannya berbeda-beda, tergantung keperluannya. Karena tidak ditenun, lubang-lubang pada bahan non-woven ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan bahan yang ditenun.

Apakah itu cukup? Tidak. Kuncinya sebenarnya ada lagi, yaitu lembaran film yang diselipkan di antara lembaran-lembaran non-woven tadi. Film inilah yang menjadi penahan utamanya. Apa itu film? Film sederhananya adalah lembaran plastik seperti yang biasa kita pakai sebagai kemasan. Dalam pembuatan film ini bijih plastik juga dilumerkan, tapi diatur sehingga molekul-molekulnya saling bersambungan satu sama lain secara tak terbatas sehingga membentuk lembaran tipis. Film inilah yang jadi bahan inti APD.

Di masa lalu APD justru terbuat dari film saja. Gampangnya, bahannya seperti bahan yang dipakai untuk jas hujan. Jadi bahan itu dibuat baju pelindung. Tapi kenapa diganti dengan non-woven ditambah film? Bahan film yang dipakai di masa lalu selain kedap (tak bisa ditembus) virus, juga kedap udara. Artinya, ketika orang memakainya, tidak ada aliran udara dari dalam pakaian keluar. Panas dan uap air yang dikeluarkan tubuh tertahan oleh baju sehingga sangat tidak nyaman bagi pemakainya.

APD generasi baru dibuat dengan pertimbangan untuk mengatasi masalah ini. Meski sangat rapat, bahannya secara keseluruhan masih memungkinkan adanya aliran udara keluar. Nah, ini keunggulan bahan non-woven. Bahannya bisa diatur sehingga aliran bisa terjadi hanya searah. Misalnya hanya keluar saja, tidak bisa masuk.
Bagaimana menjahitnya? Tentu saja bahan ini tidak dijahit dengan jarum yang menimbulkan lubang. Bahan disatukan dengan ultrasonic welding (pengelasan ultrasonik). Cara kerjanya, molekul-molekul bahan digetarkan dengan gelombang suara berfrekuensi sangat tinggi sampai panas dan bahannya lumer sedikit. Bahan yang lumer ini saling menyatu. Fungsi kancing diganti dengan bahan adesif.

Selain tidak tembus virus dan menjaga kenyamanan pemakai, bahan ini juga harus dipastikan kuat. Jangan sampai saat dipakai bahannya robek atau berlubang. Selain itu juga harus sebisa mungkin tidak kaku, sehingga tidak membatasi ruang gerak pemakai. Desainnya juga dipertimbangkan agar sesuai dengan situasi darurat. Misalnya, baju harus bisa dikenakan dan dibuka oleh seorang pemakai tanpa perlu bantuan orang lain.

Usai dipakai, baju ini harus segera dilepaskan, lalu dimusnahkan, misalnya dengan dibakar, agar virus yang menempel di situ tidak menyebar ke tempat lain. Jadi baju ini adalah baju sekali pakai, tidak bisa dicuci untuk dipakai ulang. Karena itu dari segi biaya penggunaan, ia tergolong mahal.

Perlukah kita orang biasa memakai baju ini? Tidak perlu. Virus pada pada dasarnya tidak bisa menyelinap masuk di kulit kita. Virus hanya bisa masuk melalui kulit yang terluka. Tempat-tempat rawan bagi masuknya virus bukan di badan, tapi pada wajah kita, yaitu mulut, lubang hidung, telinga, dan mata. Bila ada orang sakit yang bersin, misalnya, partikel lendir yang ia keluarkan mengandung virus. Partikel-partikel itu dapat mengapung sejenak di udara. Kalau kita menghirupnya, partikel-partikel tadi masuk ke saluran napas kita melalui hidung dan mulut. Kalau cuma menempel di badan atau baju kita, tidak akan menulari kita.

Apa yang kita butuhkan sebagai orang biasa? Pakailah baju biasa. Tapi segeralah ganti baju begitu tiba di rumah. Juga segera mandi dengan sabun. Segera cuci baju tadi dengan sabun pula. Sabun memiliki bahan kimia yang bisa menghancurkan struktur virus.

BACA JUGA Kolom: Mengapa Virus Membunuh Kita? dan esai sains Hasanudin Abdurakhman lainnya di kolom TEMAN SEKELAS

Exit mobile version