MOJOK.CO – Sudah saatnya Jogja belajar dari Surabaya terkait pengelolaan transportasi wisata. Masak kota wisata nggak punya bus wisata yang bisa diandalkan.
“Begitu banyak destinasi wisata di Gunungkidul. Tapi kenapa tidak ada transportasi umum atau wisata dari pusat Kota Jogja yang bisa diandalkan untuk menuju ke tempat-tempat pelesir tersebut?”
Pikiran itu kadang mengganggu saya. Terutama ketika hari libur tiba dan ada keinginan untuk bermain ke pantai bareng keluarga kayak orang-orang.Â
Kalau naik sepeda motor, minimal perlu 2 atau 3 unit supaya semua anggota keluarga terangkut. Kalau menyewa mobil, kok rasanya biaya terlalu tinggi.Â
Selain itu, naik motor menempuh jarak jauh itu tidak menyenangkan. Tangan sudah terasa kesemutan untuk perjalanan jauh, dengan trek naik dan turun seperti Gunungkidul. Andai ada angkutan semacam bus dari Kota Jogja, tentu lebih menyenangkan.
Nah, pertanyaan yang kadang-kadang muncul itu sekarang lebih sering muncul. Barangkali karena tempat tinggal saya di sekitar Jalan Wonosari.Â
Jadi, Jalan Wonosari adalah salah satu jalur menuju Gunungkidul kalau dari Kota Jogja. Setiap pagi atau sore, saya menyaksikan betapa jalanan itu menjadi arena balap.Â
Berpuluh atau beratus pengendara memacu kendaraannya untuk mengejar jam kerja di pagi hari. Pemandangan serupa juga kembali terlihat pada jam pulang kerja di sore hari.
Apakah tidak ada sinergi antara Kota Jogja dengan Kabupaten Gunungkidul?Â
Saya juga kadang bertanya-tanya. Apakah tidak ada sinergi antara Kota Jogja dan Kabupaten Gunungkidul? Khususnya untuk masalah transportasi wisata. Bukankah itu akan menguntungkan kedua pihak? Atau sudah ada tapi saya tidak tahu?
Jika ingin mencoba bersinergi, Kota Jogja bisa memperluas jangkauan rute Trans Jogja. Ide ini nggak cuma bermanfaat untuk mereka yang mau plesir saja. Keberadaan transportasi umum yang terurus dengan baik juga memudahkan para penglaju. Bayangkan saja, Jalan Wonosari nggak lagi jadi jalur berbahaya. Para penglaju naik bus umum yang dikelola dengan baik.
Jogja harus belajar dari kreativitas Surabaya
Barangkali kegelisahan saya akan Jogja ini lahir dari oleh kecemburuan. Semua gara-gara pengalaman menikmati layanan transportasi ke Paciran, Lamongan waktu Lebaran kemarin.Â
Paciran adalah salah satu kecamatan di pantai utara Lamongan. Jaraknya sekitar 67 kilometer dari Surabaya dan 52 kilometer kalau dari Gresik.Â
Sejak beberapa tahun lalu, kendaraan utama menuju Paciran, baik dari Surabaya atau Gresik, adalah naik bus mini. Namanya Armada Sakti.Â
Namun, belakangan, layanan Armada Sakti menurun. Mungkin karena jumlah peminatnya juga merosot. Orang-orang lebih memilih menggunakan sepeda motor pribadi. Akhirnya, jumlah bus makin sedikit dan penumpang harus menunggu sangat lama.Â
Lalu, sebuah terobosan muncul. Mulai Februari 2025, Trans Jatim yang selama ini telah beroperasi di wilayah Surabaya, diperluas jangkauannya. Kini, mereka masuk ke wilayah Gresik dan Lamongan, terutama ke Paciran. Namanya adalah Trans Jatim koridor 4, Joko Tingkir. Titik berangkatnya dari Terminal Bunder di Gresik.
Bus wisata yang bisa memanjakan penumpang
Bus Joko Tingkir ini bersih dan dingin. Sopir dan kondekturnya berpenampilan seperti pilot dan pramugari/a. Kotak P3K menempel di dinding, ada kamera CCTV, dan palu pemukul kaca.Â
Pengelola Bus Joko Tingkir juga memisahkan penumpang. Perempuan di bagian depan dan laki-laki di belakang. Untuk semua fasilitas itu Trans Jatim memasang tarif flat. Jauh-dekat Rp5.000 untuk umum dan Rp2.500 untuk pelajar yang bisa dibayar menggunakan QRIS atau uang tunai. Untuk naik dan turun, harus dilakukan di shelter atau tempat pemberhentian bus yang telah disediakan di sejumlah titik.Â
Karena tidak ada tuntutan mengejar uang setoran, kondektur tidak akan memaksa menaikkan penumpang. Jika kapasitas penumpang terpenuhi, 20 penumpang duduk dan 20 berdiri, dari balik kaca, kondektur akan membuat tanda silang dengan kedua lengannya. Sopir tidak akan menghentikan busnya di shelter.
Tapi penumpang tidak perlu menunggu kehadiran angkutan terlalu lama. Bus Joko Tingkir dari Surabaya ini akan tersedia setiap 30 menit. Kita juga bisa memantau kedatangan bus dari aplikasi. Kabar baik lainnya, Trans Jatim Joko Tingkir ini beroperasi mulai pukul 05.00 pagi dan terakhir pada pukul 19.00 (di koridor lain sampai pukul 21.00).
Di sela-sela iringan musik, pengelola transportasi akan mengulang-ulang informasi kepada penumpang tentang keberadaan jalur ini. Kapan ia mulai beroperasi, alasan pemberian nama Joko Tingkir, lama perjalanan, dan beberapa tujuan wisata yang akan dilewati selama perjalanan. Misalnya seperti Pasir Putih di Delegan, Makam Sunan Drajat di Drajat, Makam Maulana Ishaq di Kemantren, atau Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Paciran.
Trans Jogja pasti bisa
Pengalaman menikmati Trans Jatim inilah, sekali lagi, yang barangkali membuat saya berharap Trans Jogja memperluas rute dan memberi akses ke tempat-tempat wisata yang jauh. Bisa dicoba ketika hari-hari libur dulu.Â
Banyak yang perlu dibenahi Jogja. Misalnya dengan merapikan jadwal, menambah jumlah armada, memperbaiki shelter yang sudah hancur di beberapa titik. Saya yakin, Jogja dan Gunungkidul akan menikmati hasilnya. Wisatawan akan lebih mudah menjangkau tempat plesir dan penglaju punya andalan untuk kerja.
Sejauh ini, dari penuturan sejumlah teman, Trans Jatim di koridor baru tidak pernah sepi. Ia telah menjadi pilihan baru yang nyaman dan murah.Â
Seperti halnya Trans Jogja, ia terkoneksi dengan jalur-jalur lain. Penumpang bisa berganti bus jika ingin pindah ke jalur lain tanpa membayar lagi sepanjang tidak keluar dari halte.Â
Untuk Trans Jatim sendiri sedikit berbeda polanya. Jadi, tiket Trans Jatim memiliki masa berlaku 2 jam. Dan selama itu, penumpang bisa berganti bus tanpa membayar.
Sebagai alumni UIN Sunan Kalijaga, saya membayangkan sistem transportasi ini seperti pendekatan integratif-interkonektif yang diusulkan oleh Prof. Amin Abdullah. Khususnya untuk menghubungkan dan mempertemukan berbagai disiplin ilmu. Menarik bukan? Sama-sama untung, kok. Ya pasti menarik.
Penulis: Muhammad Zaid Sudi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Trans Jatim Surabaya-Mojokerto Menyelamatkan Warga Pinggiran Jawa Timur yang Mendambakan Transportasi Umum dan catatan menarik di rubrik ESAI.