Pers Indonesia menuju Era Ninja - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Esai

Pers Indonesia menuju Era Ninja

Eddward S. Kennedy oleh Eddward S. Kennedy
10 Februari 2016
0
A A
Pers Indonesia menuju Era Ninja

Pers Indonesia menuju Era Ninja

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Dalam data yang dilansir Reporters Without Borders (RSF) pada tahun 2015, Indonesia berada di peringkat ke-138 dalam hal kebebasan pers dunia. Melorot enam angka dari peringkat 132 pada tahun 2014. Peringkat Indonesia tersebut lebih buruk dari Thailand (134) yang notabene dipimpin oleh junta militer, bahkan dari Afghanistan (122), sebuah negeri di mana pria dan wanita yang saling bertatapan dapat dipenggal kepalanya di muka umum.

Namun yang jadi pertanyaan adalah: apakah peringkat tersebut memang telah merefleksikan realita kebebasan pers sesungguhnya di Indonesia? Jawabannya ada dua pilihan: iya dan tidak.

Jawaban “iya” adalah betul jika kita melihat–dan tentu saja menganggap–warta hiburan sebagai bagian dari produk jurnalistik.

Bagi saya, apa yang terjadi dalam warta hiburan di Indonesia selama bertahun-tahun ini nyaris telah keluar dari nalar sehat dan etika sosial. Publik seperti terus didesak dengan berbagai macam berita mengenai selebritas setiap harinya: kasus perceraian, pernikahan, perselingkuhan, keributan, bahkan hingga isi tas atau warna behel. Memangnya apa sih yang penting dari isi tas seorang Julia Perez, misalkan? Urgensi macam apa sebenarnya yang hendak disampaikan ke publik lewat kabar Syahrini terpeleset di jalan?

Pertanyaan-pertanyaan itu bukanlah sekadar sinisme, tetapi justru usaha serius dalam merawat kewarasan pikiran. Sebab sejatinya tak pernah ada kepentingan umum dalam tiap pemberitaan tersebut–yang mana merupakan salah satu syarat berita–kendatipun proses peliputannya telah sesuai dengan prinsip dan kaidah jurnalistik. Semua hanyalah market driven yang direkayasa hingga seolah-olah perlu untuk diketahui masyarakat.

Bahwa selebritas merupakan publik figur yang memiliki posisi tawar untuk diberitakan kehidupannya kepada masyarakat, tentu benar. Tetapi jika kemudian itu artinya masyarakat harus perlu tahu berapa kali mereka berak dalam seminggu atau buah apa yang ia kunyah pada hari itu, jelas sudah memang ada kegilaan yang dipelihara dengan sengaja dalam ranah warta hiburan.

Baca Juga:

tv digital mojok.co

Suntik Mati TV Analog, Ini Cara Pindah ke TV Digital

28 Oktober 2022
Azyumardi Azra

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra Meninggal Dunia, Ingatkan Pentingya Kode Etik Jurnalistik

18 September 2022

Saya kira, low taste yang kebangetan absurdnya dalam ranah warta hiburan selama ini memang sudah semestinya dibatasi. Komodifikasi unsur popularitas, intrik, sensasi, dan seks yang dihadirkan warta hiburan di Indonesia terlalu buruk untuk terus disebar. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) saja sudah memberi fatwa haram kepada tayangan warta hiburan sejak 2012 lalu. Saya sebagai warga negara yang patuh fatwa, tidak bisa tidak, tentu harus setuju dengan mereka.

Anda berani mendebat MUI? Sudah siap kena fatwa haram? Kurang ajar betul. Ambil wudhu sana.

Dari sekian hal tadi, adapun yang paling horor dari “jurnalisme” khas warta hiburan adalah: gaya tersebut menular ke dalam pemberitaan yang tak ada sangkut pautnya dengan selebriti. Contoh paling vulgar mengenai hal ini tentu saja dapat dilihat dalam periode Pemilihan Presiden 2014 lalu. Nyaris sebagian besar berita mengenai kedua kandidat, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, dengan begitu tendensiusnya justru diarahkan ke keluarga mereka masing-masing. Pertarungan politik yang semestinya melibatkan intelektualitas dan gagasan, berubah haluan menjadi perang fitnah murahan. Tak ada news value, raibnya prinsip cover both side, hingga pelanggaran privasi yang kelewat batas dilakukan secara kontinu dan telanjang.

Gawatnya, mereka bilang itu semua merupakan bagian dari demokrasi. Puji Tuhan.

Sementara itu, jawaban “tidak” juga betul jika ditilik dari kasus tindak kekerasan terhadap jurnalis.

Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tahun 2014, misalnya, menyebutkan ada 41 kasus tindak kekerasan. Mulai dari kekerasan fisik (18 laporan) hingga gugatan perdata (1 laporan) yang dialami segenap jurnalis di Indonesia. Angka tersebut justru bertambah menjadi 46 kasus pada tahun 2015. Kekerasan fisik tetap yang terbanyak (22 laporan), bahkan termasuk pembunuhan (3 laporan). Hal ini kian mengerikan setelah pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dalam berita yang dirilis Tempo (23/12/15), mengatakan bahwa kemungkinan ada beberapa kasus kekerasan yang tidak/belum tercatat.

Melihat kondisi tersebut, rasanya tepat belaka untuk mengatakan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih menjadi barang mewah. Bahkan salah satu pihak yang kerap melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis adalah kepolisian: institusi yang semestinya menjadi salah satu pilar penting kebebasan pers dan berekspresi. Hal ini tentu terasa ironis mengingat “jualan” Jokowi–sebagai presiden terpilih–ketika kampanye adalah jaminan kebebasan pers.

Sudah, tak usah saling menyalahkan lagi ya, wahai mahluk-mahluk purba. Kalau masih betah gontok-gontokan soal ini, silakan kunjungi lapak Tuan Jonru dan jadilah member gold sekalian di sana sampai spesies manusia punah.

Terlepas dari fakta yang ada, hal menarik yang layak diperbincangkan lebih lanjut adalah: bagaimana upaya agar kemerdekaan pers tidak surplus kebebasan hingga kebablasan?

Penting untuk diakui, bahwa sejak memasuki era pascareformasi, semangat pers untuk memenuhi kebutuhan informasi publik dalam praktiknya kerap menyalahi filosofi jurnalisme. Dapat dikatakan, euforia kebebasan pers tampaknya sudah mencapai titik jenuh hingga memunculkan gejala predatory freedom, kebebasan yang bersifat ganas. Momentum Pilpres 2014 kembali menjadi contoh konkretnya.

Jika pers hanya berpijak kepada kebebasan tanpa disertai peningkatan mutu profesionalitas, etika, dan tanggung jawab, tentu menggelikan. Terlebih jika produk jurnalistik yang dihasilkan tak lebih dari sekadar berita-berita (dengan judul) bombastis, melodrama, mistik, hingga eksploitasi seksual demi memuaskan selera rendah pembacanya. Media macam itu sebaiknya dijadikan peternakan sapi biar lebih bermanfaat bagi umat.

Penyelewangan kebebasan ini bukan tak mungkin akan kembali membawa pers ke dalam lubang hitam bernama sensor. Gejala ke arah sana toh sudah tampak. Mula-mula situsweb porno yang diberantas, lalu yang memuat unsur ekstrimisme, hingga kemudian Sandy, tokoh tupai yang memakai bikini di kartun Spongebob, juga turut diburamkan. Ya, sebab di antara kita ternyata ada yang horny melihat tupai kartun berbikini, saudara sekalian. Fenomenal sekali memang analisis Kemenkominfo kita.

Kelak seluruh stasiun televisi di Indonesia hanya boleh menayangkan film ninja. Jika ada film dokumenter Chairil Anwar, adegan blio saat merokok pastinya juga bakal diedit dengan efek super canggih supaya tampak seperti sedang mengemut lolipop berasap. Lalu media kemudian hanya diizinkan untuk menampilkan press release dan berita yang telah disaring kepentingannya. Dan ini bahkan belum menghitung beberapa kasus pembredelan yang dialami oleh pers mahasiswa.

Oh, betapa keren, persis seperti hidup di zaman bapak yang opo-opo penak itu.

Pun demikian, saya pribadi menilai, efek paling mengerikan dari semuanya adalah bukan sekadar karena rezim sensor itu bakal muncul kembali, melainkan ketika pers sudah tidak mendapatkan kepercayaan publik. Dan, lagi-lagi, bukankah kecenderungan seperti itu juga sudah mencuat? Sentimen negatif terhadap beberapa media sudah jamak terlihat. Bahkan ada satu media–Anda tentu tahu media mana yang saya maksud–yang kehadirannya dianggap hanya untuk menebar kontroversi. Kasihan sekali. Padahal memang betul.

Persoalan pers hari ini pada akhirnya bukanlah menyangkut kebebasan semata, tetapi bagaimana cara merawat kebebasan tersebut agar tidak menjadi doktrin yang banal dan omong kosong yang diulang-ulang. Apapun itu, jika kelak pers kembali dibungkam, saya kira sebaiknya kita lupakan saja Seno Gumira Ajidarma. Sebab di era ini, sastra(wan) justru dilarang bicara.

Bukan begitu, Kak Saut?

 

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: jurnalistikkemenkominfoMUIpersPersmaSaut Situmorangsensor
Eddward S. Kennedy

Eddward S. Kennedy

Artikel Terkait

tv digital mojok.co
Ekonomi

Suntik Mati TV Analog, Ini Cara Pindah ke TV Digital

28 Oktober 2022
Azyumardi Azra
Kilas

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra Meninggal Dunia, Ingatkan Pentingya Kode Etik Jurnalistik

18 September 2022
kebocoran Data Kartu SIM Mojok.co
Hukum

Cek Kebocoran Data Kartu SIM, Situs Ini Bisa Digunakan 

2 September 2022
judi online mojok.co
Hukum

Polri Bersih-bersih Judi Online, Pelaku Ditangkap di Berbagai Daerah

23 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Jangan Sepelekan Ahmad Dhani

Jangan Sepelekan Ahmad Dhani

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja MOJOK.CO

Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja

21 Januari 2023
Pers Indonesia menuju Era Ninja

Pers Indonesia menuju Era Ninja

10 Februari 2016
Xiaomi 13 Series: Monster Baru dari Xiaomi, Hape Terbaik 2023 MOJOK.CO

Xiaomi 13 Series: Monster Baru dari Xiaomi dengan Senjata Kamera Leica Berpotensi Jadi Hape Terbaik 2023

20 Januari 2023
mie ayam takeshi bantul yang ayamnya ora umum!

Mie Ayam Takeshi Bantul, Ekstra Ayamnya Ora Umum!

22 Januari 2023
nasi kapau dan nasi padang punya banyak perbedaan

Gulai Tambusu dan Hal-hal lain yang Membedakan Nasi Kapau dengan Nasi Padang

23 Januari 2023
chatgpt mojok.co

Mengenal ChatGPT, Benarkah Bakal Akhiri Era Google?

24 Januari 2023

Terbaru

PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
Kepala BPID Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ivanovich Agusta dan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X di Kepatihan, Kamis (26/01/2023) menyampaikan tidak ada lagi desa tertinggal di DIY MOJOK.CO

Disebut Provinsi Termiskin, DIY Tak Punya Desa Tertinggal

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023
teror ular kobra

Tolak Safari Politik Anies di Banten, Oknum Lempar Sekarung Ular Kobra

26 Januari 2023
perangkat desa di diy mojok.co

Ribuan Perangkat Desa Geruduk DPRD DIY, Tolak Disamakan dengan Kades

26 Januari 2023
perempuan penyelenggara pemilu

Kenapa Keterlibatan Perempuan Sebagai Penyelenggara Pemilu Masih Rendah?

26 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In