MOJOK.CO – Ada sebuah kampus di Jogja yang kalau saya sebut namanya, reaksi orang pasti, “Hah, di mana?” Nah, itulah kampus saya yang manusiawi.
Tak seperti kampus lain yang mahasiswanya datang dari berbagai daerah, kampus di Jogja ini justru kebanyakan diisi oleh mahasiswa dari Timur. Khususnya NTT. Nah, di situlah saya belajar. Dan dengan begitu, beginilah rasanya kuliah di universitas swasta, kecil, tidak terkenal, dan banyak orang NTT-nya.
By the way, saya ini pandai berkhusnudzon. Jadi inilah sisi-sisi lain dari kampus di Jogja yang rasa-rasanya tidak pernah dibanggakan oleh mahasiswanya sendiri.
Barang biasa kalau mahasiswa luar tidak tahu kampus ini
Ketika berkegiatan di luar, ketemu teman baru, tidak heran kalau setelah saya menyebutkan nama kampus saya, mereka menjawab, “Hah, di mana?” Tapi, kalau mereka tahu, justru saya yang histeris, “Hah, tahu kampus itu?”
Sebuah anugerah ketika ngampus di sini dan ketemu sesama orang Jogja. Apalagi sesama orang Kulon Progo. Semacam ada rasa lega, “Akhirnya manusia ujung kulon yang sebenarnya terdapuk dalam kata “istimewa”-nya Jogja ini, bisa merasakan keistimewaannya. Ya, kuliah!”
Teman-teman dari NTT
Sebagai anak Kulon Progo yang kuliah di sini, saya agak syok melihat diri saya sendiri berdiri di antara orang-orang yang membuat kulit saya tampak lebih terang. Namun, soal rancak, saya kalah banyak. Kenapa kampus di Jogja ini banyak sekali mahasiswa dari NTT? Begitu pikir saya awal kuliah dulu.
Pasalnya, orang-orang NTT ini punya saudara yang dulunya atau bahkan sekarang, mengenyam pendidikan di kampus ini. Jadi, setiap saudara membawa saudaranya kuliah di sini. Entah kakak kandungnya, entah sepupunya.
Mungkin, yang menyebabkan adalah kampus di Jogja ini berbasis kesehatan. Kondisi sosial-geografis di sana, menyebabkan mereka berbondong-bondong masuk universitas kesehatan. Tapi itu dulu. Sekarang, universitas ini sudah berkembang membentuk fakultas lain dan orang-orang NTT juga mengenyam pendidikan di fakultas lain itu.
Soal rasanya punya teman NTT di kampus di Jogja ini seperti apa? Awalnya, ya rada takut. Anak desa seperti saya tiba-tiba berteman dengan suku, menurut saya paling kuat di Indonesia.
Tapi, ternyata tidak semengerikan itu. Saya selalu siap mengacungkan jempol kepada kampus di Jogja ini. Di sini tidak ada diskriminasi pada orang timur karena mahasiswa di sini memang sangat solid.
Baca halaman selanjutnya: Nggak terkenal, tapi menyenangkan.