Ketika Ratna Sarumpaet Dicurigai oleh Tim Prabowo karena Sering Coreng Citra Kubu Oposisi

MOJOK.CO – Hidayat Nur Wahid heran dengan keputusan Tim Prabowo-Sandi yang sempat merekrut Ratna Sarumpaet. Padahal dulu Ratna punya rekam jejak sebagai pendukung Jokowi-Ahok pada Pilgub 2012.

Kebohongan pemukulan Ratna Sarumpaet masih jadi perkara yang bikin pusing Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Bagaimana tidak? Dibanding mengutungkan Tim Prabowo-Sandi, Ratna malah lebih banyak bikin bikin masalah dan malah sering kali memperburuk citra Prabowo sebagai calon presiden dan Partai Gerindra secara umum.

Beberapa kontroversi Ratna Sarumpaet tidak hanya terjadi ketika kebohongannya menjerumuskan Prabowo, Fadli Zon, sampai Amien Rais sampai melakukan blunder politik. Pada April 2018, Ratna sempat membuat Anies Baswedan harus siap menerima anggapan negatif karena masalah sepele.

Gara-gara mobilnya diderek karena dinilai melanggar aturan, Ratna Sarumpaet malah mengancam Petugas Dishub yang menindak mobilnya dengan melaporkan tindakan ini ke Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Bahkan ketika berdebat dengan petugas yang akan menderek mobilnya, Ratna sempat berujar, “Oke saya telepon Anies sekarang yah.”

Tindakan ini kemudian dinilai sebagai tindakan arogan. Ratna diketahui kemudian melakukan somasi karena menganggap Dishub sudah berlaku sewenang-wenang menderek mobilnya. Akan tetapi bukan tindakan somasi yang disayangkan oleh banyak pihak, melainkan ancaman yang akan melaporkan secara langsung ke Gubernur hanya karena Ratna punya kedekatan secara personal.

Sikap ini tentu membuat citra Anies jadi agak kurang baik karena kelakuan Ratna. Sebagai Gubernur dari koalisi Gerindra, sikap ini juga sedikit mencoreng Gerindra karena bertindak SKSD (sok dekat sok kenal) kepada pejabat tinggi ketika sedang mengancam petugas di lapangan yang melakukan tugasnya.

Selain itu, pada Agustus 2018, Ratna Sarumpaet kembali bikin kontroversi ketika mengritik pelaksanaan pembukaan Asian Games 2018 yang megah. Menurut Ratna, tidak selayaknya Presiden Jokowi melakukan upacara semegah itu mengingat Indonesia sedang dilanda bencana duka akibat gempa Lombok.

Di saat banyak pihak memuji pembukaan Asian Games 2018 dan aksi sepeda motor Presiden Jokowi, Ratna Sarumpaet justru menyebut bahwa aksi tersebut sangat norak.


Meski begitu, untuk soal ini, bisa dibilang tidak cuma Ratna yang melemparkan kritik terhadap bagusnya pembukaan Asian Games 2018, melainkan semua politisi di pihak oposisi juga melakukan tindakan serupa.

Tak selesai di sana, sebulan setelahnya, pada September 2018, Ratna kembali mencak-mencak kepada pemerintah. Alasannya, ada uang sebesar Rp23,9 triliun dari seorang bernama Ruben yang hilang dari rekeningnya begitu saja setelah ditransfer dari Bank Dunia.

Tanpa mengecek kebenarannya lebih lanjut, Ratna menuduh bahwa hanya Pemerintah yang punya kekuatan untuk membekukan rekening seseorang sehingga melemparkan tuduhan menyerang kepada Pemerintahan Jokowi. Padahal Kementerian Keuangan sudah memberi penjelasan bahwa tidak mungkin ada rekening pribadi yang ditransfer oleh Bank Dunia, apalagi dengan nilai 1/3 dari APBD DKI Jakarta pada 2018.

Beberapa kontroversi ini memang dimaksudkan untuk menaikkan citra oposisi bagi Ratna, hanya saja yang didapat malah kontraproduktif. Bukannya membuat kubu oposisi semakin baik citranya di masyarakat, sikap Ratna Sarumpaet justru sering malah memperburuk. Dan yang paling keras mencoreng oposisi adalah kebohongan pemukulan yang membuat banyak politisi oposisi harus ramai-ramai membuat klarifikasi karena tanpa sengaja menyebar hoax.

Untuk itu, Hidayat Nur Wahid, mengaku tidak mengerti bagaimana sosok Ratna Sarumpaet bisa masuk menjadi timses Prabowo-Sandi. Apalagi jika melihat track record Ratna sebelumnya, Hidayat mengaku tahu betul bahwa Ratna ini dulunya merupakan seorang Ahokers pada Pilgub DKI 2012 silam.

“Bu Ratna itu, saya juga agak aneh ya, kok dia masuk ke… menjadi timses. Karena kan kalau ukurannya dengan koalisi PKS dan Gerindra melalui Pilgub di DKI, lah kan beliau pendukung Ahok,” ujar Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini.

Bahkan Hidayat juga mengaku pernah melihat bagaimana Ratna sempat berkampanye untuk pihak Jokowi-Ahok saat Pilgub DKI Jakarta 2012. “Beliau pakai baju kotak-kotak dengan anaknya, berbangga hari begini [salam tiga jari] menyatakan akan memenangkan Ahok. Ada foto dia dengan Ahok dan sebagainya. Saya juga heran kok dia bisa masuk sebagai timses [Prabowo-Sandi],” ujar Hidayat Nur Wahid lagi.

Soal pindahnya haluan dukungan Ratna ini sebenarnya sudah pernah dibuka oleh yang bersangkutan pada 2016. Saat itu Ratna mengakui berpindah dukungan karena Ahok sudah mulai berani mengurusi urusan agama Islam.

“Dulu dia [Ahok] datang ke rumah saya, dia minta dukungan saya waktu dia masih mengumpulkan KTP. Sebelum ketemu Jokowi dan saya orang yang langsung salam dia justru karena dia minoritas,” kata Ratna pada 2016 silam.

“Nggak lama memerintah, malah urusan agama saya diacak-acak. Soal korban lah dicampuri, dan itu saya mulai terganggu. Tetapi yang paling menggangu saya adalah kekerasan di Kampung Pulo,” kenang Ratna.

Sejak saat itu Ratna kemudian membelot dan akhirnya jadi pihak yang paling kritis terhadap segala kebijakan pemerintah provinsi. Sampai kemudian, tak beberapa lama, Ratna tidak hanya kritis kepada Ahok dan Pemprov DKI Jakarta, melainkan juga kepada Jokowi yang menjadi Presiden Republik Indonesia.

Meski begitu, Tim Pemenangan Prabowo tampaknya sudah tak ingin lagi menggunakan “jasa” Ratna Sarumpaet yang memang dikenal sangat vokal. “Itu kan beliau sangat vokal tuh, mungkin orang jadi amat sangat apresiasi dengan beliau,” kata Hidayat yang merupakan bagian dari koalisi Gerindra.

Beberapa pihak oposisi pun balik mengecam Ratna Sarumpaet karena aksi kebohongan ini malah menjerumuskan mereka. Fadli Zon yang dikenal sempat begitu keras “membela” Ratna, akhirnya harus siap mencabut segala kecaman sebelum-sebelumnya.

Bahkan Wakil Ketua DPR ini pun menyesalkan sikap Ratna Sarumpaet. Tidak hanya Fadli Zon yang mengecam, Hanum Rais yang sempat membela mati-matian pun harus menanggung malu karena kebohongan ini.

Atas tindakannya, Ratna akhirnya dipecat dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi karena sudah mencoreng koalisi oposisi yang dikomando oleh Partai Gerindra.

Mengingat “kontribusi” Ratna kepada pihak oposisi yang malah kontraproduktif, tentu semakin banyak yang mempertanyakan sebenarnya Ratna ini mendukung siapa untuk Pilpres 2019 tahun depan? Kenapa malah menjerumuskan capres yang didukungnya dan malah mengutungkan capres lawan—yang dalam hal ini adalah kubu Jokowi-Ma’ruf Amin sih?

Tolong jawab, Bu Ratna. Sampeyan itu sebenarnya “orang”-nya siapa sih? Tolong dijawab, plis.

Exit mobile version