Ironi PSI, Katanya Anti Politik Dinasti, tapi Siap Dukung Anak Jokowi Jadi Walkot Solo

gibran kaesang

MOJOK.COPSI siap dukung jika dua putra Jokowi, Gibran Rakabuming atau Kaesang Pengarep, tertarik jadi calon Wali Kota Solo 2020. Hm, katanya anti politik dinasti?

Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, dua putra Presiden Jokowi, sangat populer di Indonesia. Selain masih muda, Gibran dan Kaesang dikenal cukup punya jarak dengan dunia politik bapaknya. Hal ini tak bisa dimungkiri meningkatkan sentimen positif publik terhadap keduanya.

Wajar saja sih, soalnya publik sudah merasa jengah dengan politik dinasti. Misalnya, si bapak jadi bupati, gubernur, atau wali kota lalu si anak jadi anggota DPRD-nya. Bahkan ada juga daerah di mana bapaknya nggak bisa nyalon bupati karena sudah dua periode, eh, yang maju gantian istrinya. Muter-muter gitu aja.

Sikap Gibran dan Kaesang yang ogah ikut dunia politik bak angin segar di Indonesia. Bagaimanapun, keberadaan mereka menjadi contoh bahwa saat si bapak sukses jadi presiden, keturunannya tak perlu latah jadi pejabat pula.

Masalahnya, beberapa waktu silam Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi (Unisri) mengumumkan nama Gibran sebagai tokoh yang diunggulkan dalam survei bursa Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo untuk periode 2020-2025.

Nggak main-main, popularitas Gibran bahkan mencapai 90 persen, meski secara elektabilitas belum tentu sama tingginya. Ya iyalah, jejak politik putra sulung Jokowi ini kan sama sekali nggak ada. Wajar kalau menang populer doang.

Di sisi lain, popularitas Gibran yang gede banget ini segera disambut oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Seolah nggak ingin kehilangan panggung, PSI mengaku siap mendukung kalau Gibran Rakabuming atau Kaesang Pengarep mau maju jadi Calon Wali Kota Solo.

“Jadi PSI pasti akan mendukung, di Solo kami punya kursi. Apabila nanti pada saatnya melalui mekanisme, kalau salah seorang itu (Gibran atau Kaesang) maju, PSI pasti akan dukung,” kata Sekjen PSI, Raja Juli Antoni.

Pernyataan ini jelas agak membingungkan. Maklum, sebagai partai baru, PSI dikenal sebagai partai dengan gaya dan gagasan anak muda. Masa hanya mentang-mentang Gibran dan Kaesang masih muda dan putra presiden PSI mendadak mau dukang-dukung kayak gitu.

Sudah begitu, tidak ada penjelasan memuaskan kenapa PSI mau mendukung Gibran atau Kaesang.

“Kita nggak tahu persis (mana yang potensial), saya kira dua-duanya baik ya. Iya. Dari personality dua-duanya oke. Kriteria misalkan dari integritas, (bebas) KKN itu ada,” kata Raja Juli Antoni.

Masalahnya, Raja Juli Antoni sendiri empat tahun silam pernah mengutarakan bahwa PSI sangat membenci politik dinasti.

Saat itu, PSI menganggap politik dinasti menghambat masyarakat dari berbagai latar belakang untuk maju menjadi pejabat. “Dengan lahirnya politik dinasti itu justru mengingkari makna demokrasi itu sendiri,” kata Raja Juli Antoni pada 2015.

Terang saja pernyataan ini dianggap mencla-mencle. Kalau kata orang Jawa, pagi dele, sore tempe, malem bacem. Nggak konsisten. Tapi menurut PSI, menjagokan Gibran Rakabuming atau Kaesang Pengarep ini nggak sama dengan konsep politik dinasti.

PSI menyoroti bahwa selama ini Gibran Rakabuming tak pernah menggunakan fasilitas negara. Iya juga sih, nggak pernah ada berita memang kalau tamu negara dijamu pakai katering Chili Pari-nya Gibran atau martabak dari Markobar.

Hal ini kemudian dianggap sudah cukup memberi garis batas jelas bahwa dukungan PSI tidak sama dengan upaya mendirikan politik dinasti di Solo.

“Saya kira akan sangat baik apabila memang Mas Gibran dan Kaesang tertarik di politik untuk memulai seperti yang dilakukan Pak Jokowi, mulai dari Wali Kota Solo. Nanti proses pembelajaran politik yang luar biasa. Kita berharap suatu saat Mas Gibran dan Kaesang menjadi pemimpin nasional, tapi bukan karena politik dinasti, tapi dari kualitas jati diri yang mereka miliki,” kata Antoni lagi.

Padahal, popularitas Gibran dan Kaesang ini bisa seperti sekarang adalah karena dua-duanya tidak terlibat langsung dalam politik praktis. Akan jadi persoalan besar ketika PSI cuma melandasi kepopuleran keduanya sebagai modal utama. Lha wong, mereka ini populer justru karena nggak terjun ke politik, lha ini kok malah mau dicemplungin ke politik, bijimana sih?

PSI sepertinya lupa ingatan, saat Jokowi maju menjadi Wali Kota Solo pertama kali pada 2005, Jokowi dipilih bukan karena popularitas. Melawan Slamet Suyanto dari petahana, Jokowi suaranya juga menang tipis-tipis. Baru pada periode berikutnya, Jokowi menang telak di Solo. Itu pun karena faktor kinerja—bukan semata-mata popularitas.

Kalau memang PSI mau mendukung Gibran Rakabuming dan Kaesang Pengarep jadi Wali Kota Solo berdasarkan asal populer doang, sebenarnya ada nama lain yang jauh lebih dahsyat. Nama ini bahkan sudah jelas bisa mengalahkan keduanya (soal popularitas). Sama-sama orang Solo asli lagi.

Apalagi orang ini tidak punya darah politik. Keluarganya juga nggak ada yang jadi politisi. Masih segar. Nggak kayak Gibran dan Kaesang yang bakal kena sentimen negatif karena bakal dianggap menunggangi keberhasilan bapaknya doang. Sudah begitu, orang ini digilai oleh banyak anak muda dan kaum sepuh—wabilkhusus mereka yang di Solo.

Siapa dia? Yaktul, “The Godfather of Broken Heart” Didi Kempot.

BACA JUGA Gibran Rakabuming Sebaiknya Belajar dari Ibas Yudhoyono dan Tommy Soeharto

Exit mobile version