3 Kebaikan dalam Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi dan Ma’ruf Amin

3 Kebaikan dalam Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi dan Ma’ruf Amin

3 Kebaikan dalam Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi dan Ma’ruf Amin

MOJOK.CODalam satu tahun kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin ada banyak hal baik yang terjadi. Kami rangkum beberapa di antaranya.

Satu tahun sudah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin Indonesia. Sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 silam ada banyak hal baik yang terjadi. Setidaknya, beliau berdua telah membawa Indonesia menjadi negara yang kuat dalam melawan rakyatnya sendiri.

Meski ada beberapa pihak yang menyebut Jokowi dan Ma’ruf Amin cenderung layak mendapat rapot merah dalam kepemimpinan (baik dari pakar maupun parpol oposisi), tapi sebagai bangsa yang selalu suka berhusnuzan, mari kita lihat saja prestasi-prestasi satu tahun Jokowi dan Ma’ruf Amin.

Sukses meredam potensi konflik horizontal

Polarisasi yang menjadi sampah sejak Pilpres 2014 harus diakui cukup bisa diredam selama satu tahun Jokowi dan Ma’ruf Amin. Dengan menggandeng duo-Prabowo ke dalam koalisi, Jokowi sukses meredakan “sedikit” potensi konflik horizontal dari pihak yang kalah pada Pilpres 2019.

Dengan masuknya nama Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan, Jokowi sebagai pemimpin sukses mengawinkan pucukan kepala cebong dan kepala kampret. Ini jelas prestasi besar yang pantang untuk diremehkan.

Hal ini pun memperjelas visi seorang pemimpin, bahwa ketimbang terjadi konflik horizontal, lebih baik konfliknya itu terjadi secara vertikal saja. Artinya, dalam satu tahun Jokowi dan Ma’ruf ini terlihat jelas bagaimana Pemerintah rela mengorbankan dirinya menjadi common enemy.

Hm, hebat kan?

Merangsang rakyat buat sering demo

Demonstrasi merupakan salah satu indikator sebuah negara punya sistem demokrasi yang bagus. Jika sebuah negara kok sampai tidak pernah ada demonstrasi, maka bisa berarti ada dua hal.

Pertama, pemerintah di negara itu emang sudah kebangetan bagusnya jadi nggak perlu ada yang didemo; atau kedua, sebaliknya, pemerintah di negara itu sudah sebegitu tirani pemerintahannya.

Hal ini rupanya yang ingin diajarkan dalam satu tahun Jokowi dan Ma’ruf Amin ke seluruh rakyat Indonesia, sekaligus menunjukkan kepada dunia internasiyinil bahwa demokrasi di Indonesia sedang baik-baik saja.

Apalagi, secara terbuka Jokowi sendiri pernah ngomong secara terbuka kalau dirinya kangen didemo ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Solo pada Juli 2012. Dan puji Tuhan, permohonan Pak Jokowi ini akhirnya mustajab beberapa periode kemudian.

Setidaknya, kalau kita mau fokus pada satu tahun Jokowi dan Ma’ruf Amin, ada dua demonstrasi besar-besaran yang terjadi. Pertama soal revisi UU KPK dan kedua soal Omnibus Law UU Cipta Kerja. Bahkan saat demonstrasi soal revisi UU KPK Presiden Jokowi belum dilantik untuk periode kedua. Benar-benar warbiyasa.

Ini jelas hal baik dari Presiden kita tercinta, bahwa ketika rakyat mendidik penguasa dengan demonstrasi, penguasa malah berharap rakyatnya untuk demonstrasi.

Kalau soal kenapa yang demonstrasi itu tidak pernah disambut (atau minimal didengar) Jokowi, ya kan yang penting ada demo. Perkara aspirasinya didengar kan itu soal lain.

Siapa saja berpeluang jadi pejabat

Dalam masa satu tahun Jokowi dan Ma’ruf pula kita bisa melihat bagaimana peluang seorang rakyat jelata bisa menjadi pejabat jadi memungkinkan. Contoh itu bahkan sudah terwakilkan dari perjalanan karier Jokowi dan Ma’ruf Amin sendiri.

Coba ngana perhatikan. Rakyat bisa dengan gamblang melihat bagaimana seorang pengusaha mebel biasa akhirnya bisa jadi presiden, atau seorang pengajar ngaji yang mendalami ilmu agama bertahun-tahun juga bisa menjadi wakil presiden.

Bahkan kalau kamu masih belum percaya bahwa siapapun bisa jadi pejabat di negeri ini, kamu bisa melirik ke kota Solo.

Di sana, ada seorang calon wali kota yang memiliki latar belakang sebagai tukang jahit yang berpasangan dengan seorang Ketua RW. Dengan pengalaman politik yang nol, keduanya berniat maju mencalonkan diri menjadi Wali Kota Solo.

Uniknya, lawan tukang jahit dan Ketua RW itu pun bukan seorang politisi tulen. Blio masih muda dan masih awam pula di dunia politik. Bahkan tidak seperti calon-calon pejabat pada umumnya, calon wali kota yang jadi lawannya ini hanya seorang pedagang martabak dan pengusaha katering kecil-kecilan.

Tukang jahit versus penjual martabak. Hm, asyik banget kan?

Dari hal tersebut kita bisa belajar bahwa hanya pada periode ini saja, semua orang berpeluang* jadi pejabat di negara ini. Warbiyasa sekali memang pemerintahan periode ini.

Terima kasih Pak Jokowi, terima kasih Pak Ma’ruf Amin.


*) Syarat dan ketentuan berlaku.

BACA JUGA Satu Tahun Kepemimpinan Jokowi-Amin, Masih Banyak Terjadi Pelanggaran HAM dan tulisan POJOKAN lainnya.

Exit mobile version