Khotbah Jumat: Unduh Gratis Hikmah Membatasi Nafsu

Assalamualaikum jamaah Mojokiyah yang dirahmati Allah. Dalam khotbah jumat ini semoga kesejahteraan menghampiri panjenengan semua, sebagaimana kesejahteraan yang diterima PNS-PNS negeri ini dalam menanti gaji ke-13 beserta THR-nya. Amin. Amin ya robbal’alamin.

Pada kesempatan yang berbahagia ini izinkan saya untuk memuji dan memuja Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan napas kehidupan serta kuota sehingga panjenengan bisa membuka konten tulisan khotbah di Mojok ini tanpa kekurangan saldo reguler pulsa panjenengan semua.

Yang kedua, tak lupa tentu saja selawat serta salam untuk Nabi Muhammad Saw. yang sudah mengenalkan bagaimana menjadi seorang muslim yang tidak cuma benar, tapi juga muslim yang baik. Tidak cuma jadi muslim yang rajin beribadah, tapi juga muslim yang ber-akhlakul-karimah. Tidak cuma jadi muslim yang pintar ber-mauidhoh-hasanah tapi juga muslim yang ber-uswatun-hasanah.

Dan juga, marilah kita meningkatkan ketakwaan dengan menjauhi segala larangan-Nya sekaligus menuruti setiap perintah-Nya. Salah satunya seperti ibadah puasa yang mengajarkan panjenengan semua untuk bisa bersabar—termasuk pula bersabar membaca tulisan yang tidak biasanya muncul di Mojok seperti ini.

Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk menjelaskan kenapa tiga paragraf di atas tadi terkesan default dan kaku sekali. Ya gimana ya, karena memang sudah diwajibkan dalam setiap khotbah jumat untuk memulai dengan menyampaikan rasa syukur, selawat kepada Nabi, dan ajakan takwa kepada peserta khotbah. Siapalah saya ini, cuma ban vulkanisir-an yang berusaha keras tunduk sama ketentuan-ketentuan-Nya.

Jamaah Mojokiyah yang dirahmati Allah. Sudah jadi kewajiban setiap dari kita untuk menjalankan puasa di Bulan Ramadan yang mulia ini. Seperti yang sudah diperintahkan oleh pencipta mata panjenengan sehingga bisa membaca tulisan ini. Jelas tercantum pada Surat Al-Baqarah ayat 183 (oh iya, mencantumkan ayat begini juga bagian dari rukun khotbah jumat juga lho):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Woy orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa.”

Baiklah Jamaah Mojokiyah yang dirahmati Allah, sudah barang tentu panjenengan tahu bahwa kewajiban berpuasa bukan cuma perkara tidak makan dan minum saja. Ada banyak hikmah yang bisa diunduh secara gratis dari aktivitas selama sebulan ini. Salah satunya yang umum diketahui adalah berpuasa juga mengajari kita untuk belajar mengendalikan nafsu.

Nah, di sini kemudian pertanyaannya; kenapa pula manusia diharuskan belajar mengendalikan nafsunya?

Jadi begini ~

Puasa itu merupakan salah cara biar kita semua terlatih untuk tidak begitu terikat akan kenikmatan duniawi. Soalnya begini Jamaah Mojokiyah, kenikmatan duniawi itu macam candu. Ya termasuk juga dengan makan, minum, update status Facebook yang nge-like banyak, nge-Tweet yang re-tweet banyak, foto Instagram yang kasih “love” banyak, itu semua adalah candu. Candu karena ingin diulang secara terus-menerus.

Ya iya masak ada akun orang yang update status Facebook lalu yang nge-like dan nge-share banyak sampai jutaan tiba-tiba tutup akun, kan mustahil sekali. Sudah semacam jadi hukum alam, jika orang tersebut sudah punya pengikut banyak, maka yang bersangkutan akan update status semakin bagus lagi dari hari ke hari. Agar yang nge-like statusnya makin banyak lagi. Biar yang bersangkutan makin terkenal lagi. Biar yang bersangkutan bisa makin dikenal sebagai seleb—meski cuma di dunia Facebook.

Hal-hal macam begitu itu yang dimaksud dengan candu. Pengen diulang lagi, diulang lagi, seterusnya. Bahkan kalau bisa diulang sampai tak terbatas, kalau perlu sampai antre menanti panggilan di Padang Mahsyar masih bisa mantengin Facebook.

Keinginan untuk mengulangi kenikmatan seperti itu yang mendorong namanya nafsu. Karena saham Facebook tidak selamanya akan selalu bagus juga, dan tidak selamanya juga Mark Zuckerberg bisa bikin inovasi terus dan membuat orang-orang terus tertarik, maka ya kita harus punya persiapan kalau-kalau misalnya Facebook kukut dari dunia seisinya ini. Dan untuk mengatasi hal-hal tersebut, salah satunya adalah dengan membatasi diri update status. Contoh lho ini, contoh.

Dalam kehidupan sehari-hari, hal semacam ini juga berlaku sama lho Jamaah Mojokiyah yang dirahmati Allah. Kenikmatan duniawi itu memang sifatnya pengen diulang. Bikin ketagihan. Misalnya orang yang divonis diabetes, lalu disuruh dokter untuk tidak makan gula.

Kenangan akan nikmatnya makan gula itu yang bakal menyiksa. Rasa pengen mengulang ada manis-manisnya gitu yang sebenarnya justru bikin menderita, bukan malah dari penyakit diabetesnya. Batasan-batasan karena tidak bisa lagi makan manis itu kemudian membuat yang bersangkutan merasa tidak bisa menikmati indahnya dunia. Pada akhirnya yang dirasakan ya menderita.

Nah, nafsu itu yang bikin manusia menderita. Soalnya nafsu memang tidak terbatas Jamaah Mojokiyah. Bahkan nafsu manusia sering kali melebihi kemampuan manusianya. Misalnya, nafsu ingin jadi presiden, tapi ternyata kemampuannya tidak cukup untuk itu, pada akhirnya keinginan yang tidak terlampiaskan membuahkan amarah, berperilaku merusak, sampai-sampai merugikan orang banyak.

Padahal dibandingkan nafsu yang tidak memiliki batas, manusia sebagai induk semang-nya ini punya batas. Dibatasi umur, kemampuan fisik, kemapanan ekonomi, bahkan sampai batas ketampanan visual—misal. Manusia punya banyak keterbatasan. Padahal di sisi lain, nafsu itu tidak punya batas. Pengen ini, pengen itu, pengen begini, pengen begitu.

Oleh sebab itu, agama mengajarkan bagaimana manusia sanggup membatasi nafsu dan salah satunya lewat puasa. Ya harapannya biar kita tidak terlalu merasa menderita kalau tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Soalnya, di dunia memang harus begitu. Tidak semua-semuanya bisa didapat sesuai keinginginan begitu saja je. Mau dari persoalan pekerjaan bahkan sampai pejodohan.

Demikian edisi khotbah jumah Jamaah Mojokiyah. Pesan saya, mohon jangan dibaca ketika kothib di mimbar sedang khotbah ya? Ya kalau udah telanjur baca, ya itu urusanmu sendiri. Masa apa-apa jadi urusan saya juga. Semoga bermanfaat dan jangan lupa untuk tetap berbuka—meskipun panjenengan pura-pura puasa.

Makan manggis dibuang kulitnya.

Dimakan bareng Nella Kharisma.

Maaf kalau ada salah-salah kata.

Sampai jumpa minggu depan.

Wassalamualaikumwarohmatullahiwabarakatuh.

Exit mobile version