Dari Amien Rais sampai Fadli Zon, Gimana Jika Tim Prabowo Jadi Sebuah Kesebelasan?

MOJOK.CO – Apa jadinya bila Tim Prabowo disusun menjadi sebuah kesebelasan? Kalau striker utama jelas Pak Prabowo Subianto sendiri, lha kalau kiper sama gelandang bertahan siapa?

Setelah sebelumnya Mojok Institute menyusun kesebelasan yang berdasar orang-orang di sekitar Presiden Jokowi sebagai Tim Jokowi, kali ini demi jadi media yang cover both side kami akan menyusun calon lawan Jokowi untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang, yakni dari sisi Tim Prabowo Subianto.

Komposisi Tim Prabowo memang tidak bisa sekompleks punya Tim Jokowi, hal ini bisa dilihat dari formasi yang dipakai dengan menyesuaikan materi pemain. Jika Tim Jokowi diharuskan memakai formasi 3-5-2, maka Tim Prabowo akan menggunakan formasi tidak familiar, yakni 1-2-3-1-2-1.

Salah satu sebabnya adalah Tim Prabowo tidak memiliki pemain kidal murni dalam skuadnya. Hampir semua pemain Tim Prabowo sangat kuat di sisi kanan. Tapi itu tidak masalah, sebab menurut Feng Shui, lebih baik bisa nyerang dari sisi kanan daripada tidak bisa nyerang sama sekali.

Untuk itulah, dengan skuad yang kuat di satu sisi, kami sodorkan kepada Anda bagaimana jadinya jika Tim Prabowo merupakan sebuah kesebalasan.

Kiper (Sandiaga Uno)

Kiper adalah posisi krusial bagi sebuah tim sepak bola. Hanya saja itu terjadi dalam dunia profesional. Kalau dalam dunia sepak bola anak-anak, posisi kiper adalah posisi untuk anak yang paling nggak bisa main bola, tapi tetap diajak karena unsur nggak enak kalau nggak diajak main. Apalagi kalau anak ini adalah anak paling tajir sekompleks, wah traktiran jajan cireng pas sekolah bisa melayang.

Meski begitu keberadaan Sandi juga penting untuk keberlangsungan tim. Walau sering diremehkan, keberadaan Sandi acapkali melakukan penyelamat-penyelamatan krusial  yang tak diduga bahkan bagi Tim Prabowo sendiri.

Bagaimana tidak? Siapa yang mengira ketika Sandi nongol dalam bursa Calon Gubernur DKI Jakarta tahun lalu, tidak ada yang menduga Sandi yang diusung Gerindra akan menang mengalahkan Ahok yang diusung PDIP. Saat itu, untuk sementara muka Tim Prabowo benar-benar bisa diselamatkan.

Satu Libero (Habib Rizieq)

Keberadaan Habib Rizieq Shihab di Arab Saudi jelas membuatnya cocok berada di posisi libero. Seolah terasing dari pemain lain, tapi perannya begitu krusial. Seperti Habib Rizieq, posisi dan peran libero cukup penting dalam formasi sepak bola klasik. Meski sering dianggap sebagai posisi bertahan, tapi sebenarnya posisi Habib Rizieq adalah yang pas untuk merancang serangan berbahaya ke wilayah musuh dari area jauh. Benar-benar posisi yang cucok.

Dua Bek (Ahmad Dhani – Tifatul Sembiring)

Ahmad Dhani merupakan seorang pemain baru yang masih perlu beradaptasi dalam skuad. Meski baru tahun ini ikut nimbrung secara resmi dalam dunia perpolitikan, Ahmad Dhani dikenal sebagai pemain yang rela melakukan segala cara agar timnya menang. Lha gimana? Ganti kubu dari Gus Dur ke Habib Rizieq saja dia lakukan, ganti nama untuk nyaleg saja dijabanin, apalagi untuk menjaga pertahanan Tim Prabowo.

Di samping Ahmad Dhani, ada Tifatul Sembiring yang selama ini dikenal sering melakukan manuver-manuver berbahaya. Meski begitu Tifatul adalah sedikit pemain yang mencintai tim ini sepenuh hati. Seorang pemain yang mencintai tim tulus ikhlas seperti ini jelas perlu diperhatikan meski kemampuannya biasa-biasa saja.

Sebenarnya sih posisinya Tifatul maunya jadi sayap, tapi karena nggak bisa lari cepat sesuai kometar monumentalnya waktu jadi Menkominfo; “koneksi internet cepat buat apa?”, maka akhirnya posisinya diganti jadi bek tengah. Ya bek tengah kan nggak apa-apa lambat, yang penting kan agresif mengamankan keberlangsungan tim.

Tiga Gelandang Bertahan (Fadli Zon – Fahri Hamzah – Amien Rais)

Meski diperkuat oleh pemain bertahan yang tidak istimewa-istimewa amat (kecuali Habib Rizieq), Tim Prabowo tetap bisa bernapas lega kalau mendapat serangan dari lawan. Tiga gelandang mereka diisi oleh sosok yang tidak pandang bulu dalam menjaga area pertahanan dengan komentar-komentarnya. Ada Fahri Hamzah, Fadli Zon, dan pemain senior berpengalaman Amien Rais.

Terbukti, selama lima tahun berkarier di Tim Prabowo, tiga gelandang perusak permainan lawan dan kawan ini cukup sukses menghambat laju serangan lawan. Meski begitu, kadang-kadang tiga gelandang ini sering melakukan pelanggaran tidak perlu. Bikin komentar-komentar memancing yang jadi bahan olok-olokan di media sosial sehingga berpotensi merugikan tim dengan kartu merah atau kartu kuning. Tapi atas pertimbangan daripada main dengan 8 pemain, Tim Prabowo tampaknya tetap perlu memasukkan ketiganya sebagai bagian dari skuad.

Satu Playmaker (SBY)

Jika di Tim Jokowi punya Megawati sebagai King Maker maka di Tim Prabowo ada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pengalamannya selama 10 tahun berkarier dalam dunia musik politik membuat kemampuan SBY tidak perlu diragukan lagi.

Langkah-langkahnya memang tidak populer, gocekan-gocekannya juga sebenarnya biasa saja, tapi nyatanya gelar demi gelar presiden bisa diraih dalam dua periode berturut-turut. Ini membuktikan kualitas SBY sebagai seorang pengatur serangan tim. Kedekatan yang sedang terjalin antara Gerindra dengan Demokrat jelas jadi keuntungan bagi Tim Prabowo mempunyai sosok sekaliber SBY.

Sayangnya SBY juga dikenal sebagai pemain yang suka diving. Gulang-guling di media sosial seolah-olah dicederai oleh netizen, merasa difitnah, diserang. Bahkan sampai perlu melakukan klarifikasi berkali-kali. Hal yang malah menurunkan pamornya sebagai pemain yang pernah moncer pada zamannya.

Dua Striker Bayangan (Anies Baswedan – AHY)

Di depan SBY, ada dua pemain yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan, yakni Anies Baswedan sang Gubernur DKI Jakarta dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Putra Mahkota Partai Demokrat. Dua nama ini jelas jadi striker yang berbahaya dan penting bagi Tim Prabowo.

Bahkan sampai saat ini keduanya juga masih saling bergantian mengisi posisi di samping sang striker utama. Keberadaan Anies juga jadi keuntungan tersendiri bagi Tim Prabowo, sebagai mantan pemain dari tim rival, Anies tentu punya trik dan strategi untuk membongkar pertahanan tim lawan. Apalagi Anies bisa menjelajah di segala sisi. Sisi kanan bisa, sisi kiri juga bisa, meski belakangan posisi favoritnya sebagai false-left-winger dan mulai nempel-nempel ke tengah.

Di sisi lain AHY juga tak kalah berkualitasnya. Pengalaman di bidang militer dan kekalahan di Pilkada DKI Jakarta tahun lalu telah menumbuhkan AHY jadi seorang politis, rising star yang sedang berusaha keluar dari bayang-bayang bapaknya. Meski pernah dikenal sebagai pemain diving juga pas konser kampanye Pilgub tahun lalu, tapi ternyata AHY—sampai sekarang—kelihatan lebih tangguh dari bapaknya.

Striker Utama (Prabowo Subianto)

Tidak ada yang bisa menggeser posisi Prabowo Subianto dari striker utama tim ini.

Apa yang kurang dari pemain satu ini? Ganteng iya, jago berkuda iya, pimpin partai iya, dicalonkan dari partai yang didirikannya sendiri iya, didukung oleh sayap-sayap kanan mumpuni iya, apa yang kurang dari Prabowo Subianto coba?

Hanya saja gol demi gol yang sudah dilesakkan oleh pemain serba bisa ini tetap belum membuahkan kemenangan untuk timnya. Lha gimana? Prabowo adalah King Maker permainan sekaligus penyelesai peluang mumpuni di depan gawang. Persis seperti Fransesco Totti yang sendirian mengangkat peforma biskuit AS Roma zaman dulu.

Selama ini Prabowo bermain sendirian di depan dalam menghadapi lawan-lawannya. Apakah pada pertandingan tahun depan Prabowo mampu membawa timnya meraih kemenangan? Oh, bisa saja. Ingat bola itu bulat, meski lapangannya datar. Segalanya masih bisa saja terjadi. Ganbate, Pak Prab~

Exit mobile version