Unfinished Business: Kita Sering Berusaha Untuk Melupakan, Bukan Menyelesaikan

MOJOK.COKetika kamu merasa tidak nyaman saat sebuah peristiwa di masa lalu teringat kembali. Mungkin masih ada unfinished business dalam hidupmu yang butuh untuk diselesaikan, bukan dilupakan.

Setiap manusia pasti memiliki permasalahan dalam kehidupannya masing-masing. Ada yang berusaha untuk menyelesaikannya, namun ada pula yang memilih lari dengan melupakannya. Keduanya memang sering kali terlihat sama: seolah masalah sudah dapat diselesaikan.

Padahal kita tidak menyadari apa yang sebetulnya terjadi di alam bawah sadar kita. Lantas, bagaimana kita bisa tahu apakah alam bawah sadar kita juga sedang baik-baik saja atau tidak?

Mudahnya, ketika kita mendengar sebuah permasalahan dari masa lalu, coba kita amati, perasaan apa yang kemudian muncul? Perasaan bahagia, haru, dan sukacita kah? Atau justru marah, dendam, dan sakit?

Jika perasaan bahagia yang kita rasakan, kita perlu mengapresiasi diri kita atas apa yang telah kita lakukan di masa lalu. Namun, jika perasaan yang kita rasakan justru perasaan marah dan emosi negatif lainnya, mungkin itu adalah pertanda bahwa ada masalah yang belum benar-benar selesai di dalam diri kita.

Suatu hal yang masih dirasa kurang nyaman meski telah lama berlalu ini, sering disebut sebagai unfinished business. Perasaan tidak nyaman yang bisa berupa sedih, marah, menyesal, sakit, maupun malu. Perasaan yang membuat kita dianggap ‘belum selesai’ dengan diri kita.

Misalnya, saat ini kita merasa hidup kita baik-baik saja. Kita dapat melewatkannya dengan bahagia dan ceria. Namun suatu ketika sewaktu kita mengobrol dengan teman lama–dalam hidup kita yang tenang tersebut–ada sebuah nama yang diucapkan. Ketika kita mendengar nama tersebut, kita langsung meresponnya dengan perasaan marah dan kesal.

Contoh yang lain, ketika kita mengunjungi sebuah tempat, kita langsung mengingat kenangan buruk di tempat tersebut. Membuat kita merasa sangat tidak nyaman dan ingin pergi dari tempat itu, secepatnya.

Si unfinished business mungkin sering dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja. Pasalnya, kita sudah terbiasa, ketika ada sebuah permasalahan yang datang, kita berusaha me-repress nya ke dalam diri kita. Berusaha keras untuk tidak mengingat pengalaman buruk tersebut. Lantas cara instan yang kita pilih untuk menyembuhkan diri sendiri adalah dengan: melupakannya.

Mungkin memang terlihat baik-baik saja dalam sementara waktu. Sayangnya, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi suatu saat ketika ingatan tentang pengalaman buruk tersebut muncul kembali dalam kehidupan kita. Apakah kita memang betul-betul siap untuk menerima stimulus tersebut? Atau kita justru mencak-mencak dan tidak dapat mengendalikan gejalak yang muncul tiba-tiba?

Selain itu, semakin lama kita berusaha menahan diri untuk tidak mengeluarkan perasaan kita, menerima pengalaman buruk tersebut dan memaafkannya. Maka, semakin lama juga kita membiarkan diri kita terluka. Lebih jauh lagi, akan semakin sulit kita memaafkan pengalaman tidak nyaman yang pernah terjadi di dalam hidup kita.

Sayang, kehidupan ini memang tidak dapat dipisahkan dari sebuah kesalahan. Tidak perlu sok kuat, setiap orang pernah merasa lemah. Tidak apa-apa jika hidupmu tidak sempurna. Tidak apa-apa jika kamu pernah melakukan kesalahan. Tidak apa-apa jika hidupmu tidak baik-baik saja. Tidak apa-apa untuk apa-apa. Terimalah setiap perasaan yang muncul, terimalah kehidupanmu tersebut, dan apresiasilah dirimu yang telah sanggup bertahan hingga saat ini.

Jika kita membiarkan diri kita dipenuhi penyesalan dan kebecian, percayalah itu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Bagaimana mungkin kamu rela untuk menyakiti diri sendiri seperti itu?

Tapi kan, apa yang terjadi di masa lalu, tidak dapat kita apa-apakan? Apakah salah jika aku menyesal?

Iya, kita memang tidak dapat mengubah apa yang telah terjadi di masa lalu. Namun, kita dapat mengubah pengaruh yang kita rasakan dari kejadian di masa lalu tersebut.

Yang terjadi biar saja terjadi. Setidak baik apa pun itu, terimalah sebagai salah satu proses dalam kehidupan kita. Kita tidak bisa melupakan begitu saja, ataupun terus menerus menyesalinya. Yang dapat kita lakukan adalah mengakui dan menerimanya.

Kita pasti rela-rela saja mengeluarkan sebagian pendapatan kita untuk mengasuransikan kesehatan raga. Namun, sudah berapa banyak usaha yang kita keluarkan untuk mengasuransikan kesehatan jiwa kita?

Mengapa kita terus menerus berusaha terlihat baik-baik saja. Padahal tidak seperti itu yang dirasakan oleh alam bawah sadar kita. Apakah ini bisa dikatakan kalau kita sudah menyayangi diri sendiri?

Lalu bagaimana cara menerima pengalaman buruk itu?

Ada beberapa cara sederhana yang dapat kita lakukan untuk merawat jiwa kita supaya benar-benar menyelesaikan si unfinished business dari masa lalu.

Seperti yang saya sebutkan di atas, jika kamu merasa tidak sanggup melakukan latihan sederhana tersebut seorang diri. Tidak perlu malu dan ragu untuk meminta pertolongan orang lain, misalnya teman yang kamu percaya ataupun tenaga ahli yakni psikolog.

Sayang, tidak ada yang salah untuk merawat jiwa kita supaya tetap selalu waras. Seperti kata Kunto Aji, yang sebaiknya kau jaga adalah dirimu sendiri.

 

Exit mobile version