Polda Metro Jaya Akan Somasi Ananda Badudu yang Diduga Beri Pernyataan Hoaks

Polda Metro Jaya Somasi Ananda Badudu Karena Dituduh Beri Pernyataan Hoaks demo mahasiswa

MOJOK.COPolda Metro Jaya menilai pernyataan Ananda Badudu bahwa ada banyak mahasiswa pendemo yang diproses secara tidak etis dan tanpa pendampingan sebagai hoaks dan menyudutkan kepolisian. 

Subdit Resmob Ditreskrimum (panjang banget singkatannya) Polda Metro Jaya katanya bakal segera mengirimkan surat somasi ke musisi dan aktivis Ananda Badudu. Hal ini terkait pernyataan Ananda yang dianggap menyudutkan pihak kepolisian. Beberapa hari lalu setelah Ananda Badudu dibebaskan dengan status sebagai saksi, sambil menahan tangis ia mengatakan, “Saya salah satu orang yang beruntung punya privilege untuk bisa segera dibebaskan. Tapi di dalam saya lihat banyak sekali mahasiswa yang diproses tanpa pendampingan, diproses dengan cara-cara tidak etis. Mereka butuh pertolongan lebih dari saya.”

Nah, pernyataan tersebut dianggap kejam, menyudutkan, dan sulit diterima oleh polisi. Subdit Resmob akan mengirim somasi dan meminta Ananda Badudu segera mengklarifikasi pernyataannya ke media massa.

Pihak kepolisian mengatakan, mereka telah memperlakukan mahasiswa dengan baik dan sesuai prosedur. Polisi juga menunjukkan CCTV pemeriksaan Ananda Badudu. Dalam pemeriksaan tersebut, hanya ada dua mahasiswa, Hatif dan Nabil, yang diperiksa bersamaan dengan Ananda Badudu pada Jumat (27/09) lalu.

Dalam rekaman tersebut, diperlihatkan empat orang yang sedang duduk di ruang penyidik. Dua orang di antaranya adalah penyidik, sementara Hatif dan Ananda Badudu duduk di depannya. Lalu, dalam rekaman CCTV selanjutkan, ditunjukkan Hatif yang diperiksa dengan didampingi kuasa hukumnya. Pernyataan yang disampaikan oleh pihak kepolisian ini jelas pengin menegaskan bahwa Ananda Badudu tidak punya bukti kuat untuk bilang bahwa banyak mahasiswa diproses tanpa pendampingan dan diproses dengan tidak etis. Pasalnya di dalam ruangan tersebut hanya ada dua mahasiswa itu saja.

Pernyataan Ananda juga disanggah Hatif. Jumat lalu (27/9) dengan didampingi pengacaranya dan Kanit IV Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Hatif menolak disebut mengalami perlakuan tidak etis. Ia mengaku mendapat pendampingan hukum dan dipenuhi kebutuhannya.

Dengan alasan itu, Ananda Badudu dianggap telah mencemarkan nama baik institusi kepolisian karena telah menyebarkan hoaks. Kalau ia tidak mau mengklarifikasi, ancaman jeratan KUHP dan UU ITE sudah menunggu.

Mengingat peristiwa yang menimpa Ananda kemarin menjadi pembicaraan nasional, ia punya tugas untuk mengklarifikasi pernyataannya itu. Sebab, di satu sisi sulit juga menerima rekaman CCTV di satu ruangan sebagai bukti untuk menegasi pernyataan Ananda. Seolah-olah, yang disampaikan oleh Ananda Badudu soal “banyak mahasiswa” hanyalah mahasiswa yang berada di ruangan penyidik saja. Maksudnya, saat datang ke ruang penyidik, masak iya dari parkiran, Ananda Badudu ujug-ujug langsung sampai ruang penyidikan?

Di sisi lain, polisi juga dipertanyakan, kenapa masih menutup akses informasi tentang siapa saja dan berapa mahasiswa yang ditahan karena demonstrasi. Gara-gara sikap introvert polisi, beberapa lembaga harus secara mandiri mengumpulkan informasi tersebut berdasar laporan kehilangan dari keluarga atau kerabat.

Dilansir dari Tirto, Tim Advokasi untuk Demokrasi—yang terdiri dari sejumlah LSM—mencatat ada 93 laporan orang hilang setelah demonstrasi di Gedung DPR, Jakarta, pada 24-25 September kemarin. Mereka adalah mahasiswa dari beberapa kampus, pelajar STM, dan masyarakat. LBH Jakarta menambahkan, orang yang hilang tersebut kemungkinan ditangkap, dirawat di rumah sakit, atau karena hal lain.

Selain itu, seperti yang disebutkan dalam Kompas, Polda Metro Jaya bilang telah memulangkan mahasiswa yang diamankan. Sayangnya, tidak ada rincian jumlah mahasiswa yang katanya telah dipulangkan. Lantas, berdasar data Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang di-update pada Minggu (29/09) kemarin, masih ada 30 mahasiswa dan pelajar yang ditahan di Polda Metro Jaya.

Polisi juga dinilai mempersulit akses tim advokasi yang ingin mendampingi. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) misalnya, kesulitan mendampingi mahasiswa yang ditahan karena ikut berunjuk rasa di DPR. Padahal kalau berdasarkan aturan, setiap orang dapat memberikan bantuan hukum kepada korban.

Menanggapi tuduhan ini, melalui Merdeka, kepolisian berkelit dengan menyebut sudah menyiapkan penasihat hukum bagi mahasiswa yang diperiksa. Iya, polisinya yang mencarikan kuasa hukum.

BACA JUGA Selamat Datang di Era Post-Truth yang Bikin Takut Kualat dan artikel Audian Laili lainnya.

Exit mobile version