LDR Itu Sulit dan Penuh Risiko, Nggak Semudah Tips Suksesnya

MOJOK.COTidak sedikit pasangan yang mengalami kegagalan hubungan ketika sedang berhubungan jarak jauh. Sungguh menjaga komitmen, kepercayaan, dan komunikasi dalam LDR, tidak semudah yang dikatakan tips motivasi sukses LDR.

Ketika kita sedang mencintai seseorang, tentu ada rasa untuk selalu ingin menjalin temu. Pagi hari bisa-bisanya terbangun dengan rindu yang meletup-letup, padahal malam harinya baru saja bertemu. Ya, namanya juga orang sedang jatuh cinta. Rasanya, apa-apa pengin selalu bersama. Kalau bisa, buang air besar pun barengan juga. Bau tai yang keluar, pasti tersamarkan dengan gairah perasaan yang menggelora.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak pasangan nggak mau menjalin hubungan jarak jauh alias long distance relationship (LDR). Perlu saya perjelas terlebih dahulu, kata ‘banyak pasangan’ di sini mengacu dari survei kecil-kecilan saya kepada orang-orang dekat saya yang ujug-ujug saya tanyai perkara hal ini. Dari 10 responden, 8 responden menjawab, ‘mendingan nggak usah LDR’. Pasalnya, LDR dianggap sebagai hubungan yang sulit dijalani dan sangat berisiko.

Bagaimana tidak berisiko? Lha wong, terkadang pasangan yang kelihatan di depan mata saja sulit kepegang. Apalagi yang nun jauh di sana, yang secara fisik nggak kelihatan.

Tapi kan, sekarang teknologi sudah canggih. Jadi, bisa video call-an setiap hari.

Oh tentu bisa saja melakukan video call setiap hari. Tapi, percayalah, itu hanya di awal-awal masa LDR saja. Selanjutnya? Komunikasi dengan teknologi itu bikin letih. Sinar radiasi yang terpapar dari handphone mungkin bisa dijadikan alibi mengenai hal ini, khususnya oleh pasangan kita yang nggak doyan keseringan pegang handphone.

Padahal, jelas dalam hubungan jarak jauh dibutuhkan tenaga ekstra karena berisiko dan rentan untuk gagal. Sudah jelas juga, dibutuhkan komunikasi yang lebih baik untuk mengatasi semua perasaaan ragu dan was-was tentang dia yang hidup di antara ratusan manusia yang sama-sama memiliki peluang menjadi pendamping hidupnya. Eh, malah dianya sulit banget dihubungi. Alasan sibuklah, alasan males pegang handphone-lah. Kalau kayak gini, gimana nggak punya pikiran dan imajinasi macam-macam?!

Lagipula, sungguh video call bukanlah solusi untuk melampiaskan rindu yang mendera. Pasalnya, dengan komunikasi tak langsung ini, pelampiasan si rindu justru nanggung. Akhirnya, rindu jadi semakin membludak jumlahnya. Kangen menjadi semakin terasa berat. Sayangnya, semua itu terhalang dengan…

…tiket pesawat yang mahal!

Menjaga komunikasi ‘untuk tetap ada’ saja sungguh sulitnya minta ampun. Apalagi katanya tips-tips motivasi untuk sukses LDR, kita juga harus menurunkan sedikit ego supaya dapat berkomunikasi dengan sehat. Hadeh, apa mereka ini nggak paham kalau mengelola rasa rindu itu sungguh berat? Jadi kalau ada perasaan ingin lebih dipahami, ingin lebih egois daripada biasanya, apa ya salah? Lagi kangen loh, ini~

Jadi, nggak usah juga percaya gombalannya Dilan. Dia pikir rasa rindu itu bisa tergantikan?! Rindu itu berat, biar aku aja. Tunggu, tunggu, macam mana perasaan bisa dialihkan ke orang lain kayak gitu? Pakai guna-guna, po? Apa gimana?

Selain itu, yang perlu kita pahami bersama, sesungguhnya LDR itu jauh-jauh lebih berat dibandingkan nggak punya pacar alias jomlo. Udah kalian yang jomlo dan bangga sok menjadi pesakitan cinta, nggak perlu protes!

Pasalnya, ketika kita jomlo, kita bisa bebas pergi ke mana saja. Bebas pergi sama siapa saja—asalkan dia bukan pacarnya orang yang lagi LDR juga. Pokoknya, dikarenakan jomlo itu nggak punya komitmen dengan orang lain, maka dia menjadi lebih bebas menentukan ‘jalan hidupnya’ sendiri—misalnya, merasa nyaman berhubungan akrab dengan seseorang yang memiliki kecenderungan menjadi sebuah hubungan asmara.

Sementara pasangan LDR, mohon maaf, nih. Ketika perasaan bosan dan kesepian datang dan membelenggu, pasti rasanya ingin ada seseorang yang bisa menemani. Tapi ndilalah, kok ya yang ngajakin untuk ‘menemani’ malah teman lawan jenis—jika kita berorientasi heteroseksual—yang diam-diam memang bisa bikin kita nyaman. Kalau kayak gini, apa ya enak kita ujug-ujug pergi sama dia, demi melepaskan segala sepi di dada? Lantas, apa kabar komitmen untuk saling menjaga hati meski sedang berjauh-jauh ria?

Hadeh, kami kan cuma teman. Nggak mungkinlah kalau aku berkhianat.

Oh, cuma teman? Apa ya nggak inget, kalau kita dan pasangan kita saat ini, dulunya juga berawal dari pertemanan? Kita tentu paham, kan, rasa cinta bisa muncul karena terbiasa—dan nyaman?

Katanya tips motivasi sukses jomlo yang lain, hubungan jarak jauh harusnya diusahakan dengan orang yang sama-sama berjuang untuk dekat secara emosional dan spiritual. Namun sesungguhnya, saya nggak percaya-percaya amat, banyak orang yang sanggup bertahan menjaga kedekatan emosional dan spiritual ini. Ya gimana, ya. Berusaha memperjuangkan kedekatan emosional dan spiritual dengan seseorang yang secara fisik tak tergapai, betul-betul mengeluarkan banyak tenaga.

Bukankah sangat melelahkan jika energi kita terkuras hanya untuk mengurusi pasangan yang jauh di sana? Kalau terlalu menjaga yang jauh, lalu kerjaan kita lainnya, apa kabar?

Ehm, kalau memang hubungan jarak jauh itu bikin letih. Apakah jalan terbaik dari mengelola perasaan rindu adalah dengan tidak terlalu memikirkan tentang hubungan yang ada? Tapi yang ditakutkan selanjutnya justu lama-lama kita menjadi… Lali Duwe Relationship.

Exit mobile version