Pertarungan Cebong dan Kampret Bagaikan Fanwar di Fandom K-Pop

MOJOK.CO Jangan ngata-ngatain persaingan sengit cebong dan kampret kalau situ masih suka ikut fanwar K-Pop, deh. Begitu juga sebaliknya. Kalian tuh 11-12!

Belakangan, panggung politik Indonesia dibuat panas oleh rentetan serangan kritik Prabowo pada rezim pemerintahan yang sedang berlangsung. Salah satu kritiknya adalah soal utang Indonesia yang kini telah berjumlah 9.000 triliun rupiah—tuduhan yang telah dibantah oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Bukan cuma Prabowo yang menyerang, Prabowo pun diserang. Sebelumnya, di media sosial telah beredar viral foto spanduk kampanye bergambar Prabowo dan seorang kader. Yang membuat spanduk kampanye ini diyakini sebagai serangan bagi Prabowo adalah adanya tulisan “Ingat Burung-nya” di sana.

Pihak Gerindra membantah telah membuat spanduk dengan slogan tersebut. Diyakini, spanduk ini merupakan serangan bagi Prabowo karena menggunakan “bahasa kecebong”.

Ya, sejak panasnya isu politik di Indonesia berembus pada masa-masa Pilpres 2014, kata “kecebong” kian meluas dari makna aslinya yang merupakan cikal bakal seekor kodok. Nyatanya, “kecebong”, atau yang sering disingkat sebagai “cebong” kini sering kali digunakan untuk menyebut pihak-pihak yang dianggap mendukung Jokowi, sementara pendukung Prabowo “dianugerahi” julukan lain, yaitu “kampret”.

Ngomong-ngomong soal perseteruan, saya jadi teringat pada keributan pendukung dalam beberapa fanwar (perang penggemar) di dunia K-Pop.

Sebagai anak (sok) K-Pop, saya melihat beberapa hal dalam pertarungan cebong dan kampret yang mirip-mirip dengan apa yang saya alami di fandom-fandom K-Pop. Malah, saya curiga: jangan-jangan, cebong dan kampret adalah bentuk politis dari penggemar-penggemar boyband dan girlband K-Pop.

1. Survei Elektabilitas = Penghargaan Musik

Kalau dalam dunia politik Indonesia kita pernah menemukan Quick Count calon presiden atau survei elektabilitas yang hasilnya disebut-sebut tergantung pada siapa yang membayar, di dunia K-Pop saya pernah menemui sengit-sengitan antar fandom karena penghargaan bergengsi.

Antara penggemar boyband EXO dan BTS, misalnya. Dalam ajang MelOn Music Award 2016, BTS berhasil meraih Best Album Award, yang kemudian diprotes sebagai penghargaan yang semestinya diraih oleh EXO.

Persaingan kedua grup ini memang ketat dalam hal peringkat penghargaan musik, penjualan album, dan jumlah viewers Youtube—persis dengan persaingan cebong dan kampret yang mengincar jabatan nomor satu di Indonesia.

2. Kemampuan Politik = Penampilan Pentas

Di forum-forum K-Pop, fanwar jelas tak terelakkan terjadi. Bukan cuma soal siapa yang pantas menjadi nomor satu, tapi juga soal siapa yang paling kompeten. Girlband GFriend dan Twice bisa menjadi contoh lainnya: penggemar dari masing-masing grup menyebut bahwa kelompok idola mereka lebih baik dibandingkan kelompok lainnya.

Kemampuan menari dengan koreografi apik, menyanyi, dan memiliki MV (music video) yang menarik dianggap sebagai hal yang penting. Beberapa penggemar GFriend menganggap Twice tak memenuhi kriteria tersebut, begitu pula sebaliknya. Hal ini juga rada-rada mirip dengan perdebatan cebong dan kampret: yang satu menganggap Jokowi hanya politikus boneka dan petugas partai, sedangkan Prabowo adalah orang yang cuma bisa bersuara tanpa data yang jelas dan tepat.

3. Beda Dukungan = Black Ocean

Di waktu mudik kemarin, masih jelas di ingatan kita bahwa kelompok kampret berencana menekan klakson tiga kali untuk menunjukkan diri sebagai pihak yang ingin ganti presiden, sementara cebong cuma sok cool dan berkata, “Selamat mudik lewat Tol Jokowi.”

Hmm, emangnya kalau pencet klakson tiga kali, presiden langsung ganti??? Emangnya kalau jalan tol diselesaikan di era Jokowi, jalan tolnya jadi punya Jokowi???

Hal-hal yang terkesan ingin menunjukkan superioritas diri sendiri dan merendahkan pihak lain juga bukan hal yang asing ditemui dalam fandom K-Pop. Girlband SNSD menjadi bukti nyata dari kejadian ini. Di ajang Dream Concert 2008, SNSD yang saat itu masih menjadi girlband baru harus rela tampil di atas panggung dengan penonton yang melakukan aksi black ocean, alias mematikan lightstick secara total hingga gelap gulita. Di Korea, aksi ini dilakukan untuk menunjukkan ketidaksukaan pada artis yang tampil.

Yah, aksi yang dilakukan berdasarkan kebencian memang mirip-mirip, sih. Yang harus diwaspadai, kebencian ini bisa berujung pada hal-hal besar yang merusak hal lainnya sekaligus.

Nih, ada satu alasan rahasia (yah, sekarang jadi ga rahasia-rahasia amat, deh) yang sebenarnya menjadi salah satu penyebab saya tak terlalu excited pada politik: saya pernah berdebat dengan (mantan) pacar  yang kala itu berada di pihak dukungan yang berbeda. Sungguh, sebagaimana cebong dan kampret, perdebatan kami nggak penting banget: cuma demi membela Prabowo dan Jokowi! Hasilnya? Kami diem-dieman, hingga ujung-ujungnya putus.

Thank you, loh, pendukung-pendukungnya Pak Prabowo dan Pak Jokowi.

Exit mobile version