Kekonyolan di Balik Obsesi Kebersihan Selama Pandemi Corona

obsesi kebersihan dikit-dikit cuci tangan corona menular melalui [ori-pori droplets air kobokan pecel lele tangan kering pandemi corona mojok.co

obsesi kebersihan dikit-dikit cuci tangan corona menular melalui [ori-pori droplets air kobokan pecel lele tangan kering pandemi corona mojok.co

MOJOK.CO Ngaku saja kalau kita semua mendadak obsesi sama kebersihan selama pandemi corona. Tadinya cuci tangan pakai kobokan dicelupin kemangi nggak masalah. Sekarang? Ribet.

Banyak hikmah yang terkandung dari munculnya pandemi corona. Walau sebenarnya makna musibah lebih terasa nyata keberadaannya. Tetap saja virus corona tanpa kulonuwun telah mengubah berbagai aspek kehidupan. Satu yang paling terasa adaah betapa orang-orang sekarang obsesi sama kebersihan.

Teman saya sekarang rajin mandi, padahal di tongkrongan, dia terkenal nggak pernah mandi. Kami sampai menduga kalau orang pintar pernah meramalkan dia sebagai orang yang nggak cocok kerja di ari. Lha nyentuh air aja males, apa lagi bergelut bersamanya.

Namun pandemi corona benar-benar bikin teman saya itu bertobat. Jangankan rajin mandi, telapak tangannya saja sampai keriting dan mengelupas gara-gara keseringan cuci tangan pakai sabun.

Lucunya, saya juga setidaknya merasakan ini. Sebelum makan, biasanya saya malas banget cuci tangan, apalagi pakai sabun. Kadang asal basah aja langsung tancap gas. Sekarang kalau mau makan walau pakai sendok saya cuci tangan sabil nyanyi lagu “Cinta Melulu” by ERK. Setelah makan, saya cuci tangan lagi.

Dulu kalau mau ngupil nggak pikir panjang, langsung acungkan jari telunjuk dan mengajaknya berburu dalam goa yang sempit lalu merasakan kepuasan saat dapat tangakapan. Sekarang saya kalau ngupil pakai mikir dong! Lha hidung itu salah satu lubang yang langsung terhubung dengan saluran pernapasan je.

Ini memang konyol, tapi kalau perihal obsesi kebersihan ini udah di bawa ke kehidupan sosial yang lebih rumit, sungguh konflik akan terjadi. Kemarin saya belanja di salah satu convenience store di Jogja. Tentu bukan karena semata saya banyak duit, karena saya malas bangun pagi dan ke pasar. Siangan dikit pasarnya sudah tutup, Bor.

Masalahnya adalah, di convenience store saya bakal menemui berbagai macam orang dengan dari berbagai circle kehidupan yang mungkin tidak saya pahami: orang kaya. Kemarin saja ada orang yang berani-beraninya ke mal pakai APD lengkap kok, saking takutnya ketularan corona atau cuma obsesi kebersihan yang dibarengi kegoblokan sih?

Saat sedang mau menyomot cabai di rak, saya tiba-tiba ditegur sama seorang ibu-ibu muda (autoplay TikTok “Mamah Muda”). Lalu si ibu berkata,

“Ih, Mbak, jijik banget sih pakai tangan kosong. Ih itu bekas orang-orang hlo mbak. Pakai plastik ini nih kayak saya,” seraya menunjukkan plastik yang untungnya bukan handscon.

Mak tratap. Saya dikatain jijik sama orang asing. Wtf, bu? Perkara mengambil cabai segar yang saya yakin sudah dicuci sama petugasnya aja bikin saya kena sikat miring. Saya tahu, virus corona mungkin bisa menular melalui cabai, tapi kalau selama belanja saya nggak pegang-pegang muka dan setelahnya cuci tangan pakai sabun sih insyaallah aman.

FYI aja, virus corona nggak menyerap melalui pori-pori. Mereka hanya bisa menjangkit tubuh saat masuk saluran pernapasan seperti mata, hidung, dan mulut.

Obsesi kebersihan dari orang-orang yang nggak paham virus corona lebih mengerikan dari bagaimana virus corona menular. Bajilak!

Saya nggak membayangkan apa yang bakal terjadi setelah pandemi corona berakhir. Saya berharap momen itu segera datang. Saya bakalan melihat obsesi kebersihan mana yang bertahan sebagai perwujudan taubatan nasuha dan mana obsesi kebersihan yang sifatnya cuma insidentil.

Mari sama-sama berdoa buat ibu muda yang ngatain saya menjijikan, supaya dia lekas paham bedanya virus dan kuman.

BACA JUGA Inilah Lima Profesi Baru yang Sangat Cocok untuk Luhut Pandjaitan atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version