Haruskah Aku Menjadi Muslimah Bercadar?

Tanya

Dear mojok,

Langsung saja, Cik Prim dan Gus Mul, saat ini saya memiliki teman dekat, bukan pacar. Sebut saja namanya Jordi. Saya berkenalan dengannya melalui teman saya, Rani. Kenalnya sih udah lama, sejak awal tahun 2015 tapi baru ketemunya itu pas nikahan kakak ku pada bulan September. Saya ngundang dia dan alhamdulillahnya dia mau datang.

Saat itu, dia bekerja di salah satu bank swasta di Jambi dan saya sedang menempuh program magister di salah satu perguruan tinggi ternama di Jogja. Sebelum kami bertemu, komunikasi kami cukup intens meskipun rada-rada dingin dan terkadang sampai basi (eh udah kayak makanan aja nih). Bagaimana tidak, ketika di BBM pagi dia balasnya malam, terkadang sudah keesokan harinya lagi di balas. Bikin nyesek gak tuh? Rasanya tak ada obrolan yang berarti ketika itu.

Tahun 2016 pun datang, bulan demi bulan terlewati begitu saja, hingga pada bulan Juni saya pulang ke Jambi. Dia tak juga ada kabar. Lebaran pun telah datang, tiba-tiba ada pesan yang masuk dan ternyata dari dia. Dia bilang bahwa dia mau main ke rumah. Hari demi hari pun berlalu dia tak juga kunjung tiba sampai akhirnya saya balik ke Jogja. Beberapa waktu komunikasi kami kembali terputus.

Tahun ini, 2017. Aku dikejutkan olehnya. Ya, tepat tanggal 27 Januari ketika aku sedang berlibur ke Bali, Rani teman yang mengenalkan aku dengannya tiba-tiba mengirimiku pesan.

“Hay Marta, apa kabar? Masih ingat tidak sama Jordi? Katanya dia mau serius sama kamu, no pacaran tapi langsung ke pelaminan.”

Seketika aku terdiam membaca pesannya, makjleb “kemana saja dia selama ini, kenapa tiba-tiba dia mengirimi pesan seperti itu pada Rani?” tanyaku membatin.

Selang tak beberapa lama, Rani menelponku, menyanyakan tentang jawabanku. Secara spontan, aku bilang “Kalau dia pengen serius tunggu aku sampai wisuda, insya Allah Agustus tahun ini aku sudah wisuda”.

Rani meminta kontak BBM ku karena aku sudah tidak memakai BBM lagi sejak September tahun lalu, aku kasih saja nomor WA ku.

Tak beberapa lama, Jordi mengirimiku pesan di WA, menanyakan kabar dan lain sebagainya. Satu-dua hari komunikasi kami lancar, dia menanyakan soal keseriusannya denganku. Jawabanku tetap sama, jika ingin serius tunggu aku sampai wisuda dan dia pun mengiyakan.

Hari-hari berikutnya komunikasi mulai merenggang, sifatnya yang dulu kumat lagi. Pesan yang ku kirimkan padanya selalu lama untuk di balas. Satu atau dua jam tak apa lah ya, ini tidak berjam-jam bahkan berhari-hari. 

Dia bilang kalau dia ingin serius untuk menikahiku. Dia ingin nanti setelah aku menikah dengannya, aku pakai cadar. Nah ini nih yang bikin aku galau, bagaimana menurut mimin? Aku belum siap sama sekali untuk memakai cadar karena beberapa pertimbangan. Apakah setelah menimkah nanti aku harus mengikuti sarannya untuk pakai cadar atau gimana? Mohon solusinya.

Ttd, Novita

 

Jawab

Dear mbak Novita yang cantik (Maaf mbak, sebelum saya menulis ini, saya menyempatkan diri untuk kepo facebook sampeyan, dan masya Alloh, ternyata memang benar-benar cantik seperti yang saya duga, aduuuh, insting saya soal wanita memang jarang meleset)

Jujur, Saya masih agak ragu tentang bagaimana perasaan mbak sama si Jordi itu. Karena memang mbak sama sekali tidak mengatakan kalau mbak suka sama dia. Tapi dari gelagat yang mbak perlihatkan di curhatan ini: berani mengundangnya ke resepsi nikahan kakak, kekecewaan saat pesan mbak tidak dibalas dengan cepat, sampai sikap terkesan tidak menolak saat mbak diajak serius, maka saya jadi yakin kalau mbak sejatinya punya perasaan sama Jordi.

Bah, saya kok jadi ngiri saya sama si Jordi ini ya… Oalah, pancene bejomu Jooooor!

Begini, mbak. Saya memang belum menikah, tapi sejauh yang saya tahu, pernikahan yang baik adalah pernikahan yang ditopang oleh tiang-tiang ketidakraguan. Mungkin itu salah satu sebab kenapa ada salat Istikhoroh: untuk memantapkan pilihan dan menghilangkan keraguan.

Nah, karena itu, ada baiknya jika mbak memantapkan diri dahulu, apakah mbak mantap ingin dan akan menikah dengan Jordi? Jika memang iya, pastikan bahwa si Jordi ini juga benar-benar mantap dan serius. Jangan sampai kemantapan ini hanya berat sebelah. Sekali lagi, pastikan bahwa si Jordi ini benar-benar serius. Sebab berdasarkan deskripsi yang mbak berikan tentang Jordi di curhatan ini (mulai dari malas membalas pesan, sampai tidak menepati janji untuk main ke rumah), saya tidak melihat keseriusan yang jelas dari Jordi. Semoga ini hanya prasangka saya saja.

Kalau soal kemantapan dan keseriusan ini menurut mbak sudah tidak jadi soal, maka mari kita bahas bab selanjutnya: Soal Jordi yang ingin mbak memakai cadar setelah menikah nanti.

Saya sadar, ini Mojok.co, bukan konsultasisyariah.com, sehingga saya kok merasa agak kesulitan untuk membahas hal yang sifatnya sangat syariah dan tidak saya kuasai ini. Namun sepanjang yang saya tahu (sekali lagi, sepanjang yang saya tahu), para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Mbak tentu bisa cari sendiri pembahasan perihal hukum memakai cadar ini menurut empat madzhab, dan silakan mbak ingin meyakini yang mana.

Saya sendiri meyakini bahwa hukum cadar adalah sunnah. Itu artinya, saya berada di barisan yang berpendapat tidak mewajibkan wanita untuk memakai cadar.

Nah, saya tidak tahu apakah mbak juga punya keyakinan yang sama seperti saya atau tidak. Namun jika ya, maka berarti, mbak punya hak untuk menentukan pilihan ingin memakai cadar atau tidak. Jika menurut mbak memakai cadar adalah sesuatu yang masih sangat berat (dengan berbagai pertimbangan, tentunya), maka tak ada salahnya bagi mbak untuk tidak mengiyakan permintaan Jordi agar mbak memakai cadar.

Setahu saya, seorang wanita yang dilamar boleh mengajukan syarat kepada laki-laki si calon suami yang ingin menikahinya. Selama persyaratan itu tidak bertentangan dengan konsekuensi nikah.

Nah, mbak bisa menjadikan hal ini sebagai salah satu sebagai persyaratan lamaran (jika memang kelak si Jordi melamar mbak).

Nah, sampai tahap ini, mungkin urusan belum lagi selesai. Tapi setidaknya, mbak sudah punya satu nilai tawar yang mungkin bisa menjadi pertimbangan bagi Jordi untuk melamar mbak.

Jika memang Jordi serius dan benar-benar cinta, saya yakin ia bakal tetap maju tanpa harus memaksakan permintaannya pada mbak.

Kalau memang yang terjadi adalah sebaliknya, ya sudah. Mundur. Tak usah berharap pada Jordi. Kecuali jika memang mbak punya komitmen untuk membiasakan diri memakai cadar dan mengorbankan pertimbangan-pertimbangan yang mbak tanam.

Ingat, laki-laki bukan hanya Jordi seorang. Ada juga Waseso, Nody, Rusli, Bagio, sampai Agus Mulyadi.

Lagipula, saya kok yakin-seyakinnya, perempuan secantik dan seberpendidikan mbak bisa dengan mudah mencari laki-laki pengganti Jordi. Laki-laki yang tak perlu meminta mbak untuk memakai cadar agar menjadi istrinya.

Ah, andai saya belum pacar, mbak…

 

Disclaimer: #CurhatMojok menerima kiriman curhat asmara pembaca yang akan dijawab oleh dua redaktur Mojok, Cik Prim dan Agus Mulyadi. Tayang tiap malam Minggu pukul 19.00, setiap curhat yang dimuat akan mendapat bingkisan menarik. Kirimkan curhatmu ke redaksi@mojok.co dengan subject “Curhat Mojok”.

Exit mobile version